aku tak ingin menulis gerimis yang menderas menjadi hujan, kemudian terbitkan pelangi. banyak pujangga yang telah menuliskannya. membaca indahnya aksara yang mereka tebar, serasa membawaku benar-benar bisa menghirup aroma tanah basah yang telah lama merindu hujan mengecupnya.
aku hanya ingin bercerita padamu tentang helai demi helai daun mahoni yang gugur. juga tentang buahnya yang pecah di udara, lalu tersulap menjadi puluhan helikopter-helikopter kecil yang turun berputar, perlahan. dan hembusan angin, turut serta dalam peran mereka, meluruh, jatuh mencium helai-helai rambutmu, bahumu, tubuhmu.
tersaruk kita di antara gugurnya dedaunan, juga benih-benih yang hendak bersetubuh dengan bumi dan melahirkan tunas untuk semi di tahun-tahun berikutnya, menggantikan sang induk yang semakin menua, bersama kita.
dalam satu rengkuhan besar, daun-daun gugur, kita raup dan tebar ulang ke udara, menggantikan pengandaian lemparan-lemparan bola salju yang tak akan pernah tiba di negeri tropis kita. seiring senja yang terus memerah menuju kelam dan menjemput pendaran bulan sabit, kita terus saja bermain, tertawa, menari, lupa akan waktu yang terus saja berputar serupa gasing-gasing.
dan malam akhirnya datang. selimutnya menutup matahari senja yang terbakar senyap di ujung ufuk. sesaat ketika kelam semakin membuat segalanya gelap, kita tersadar, kita lupa jalan pulang. berpegang tangan, kau dan aku, meniti jalan yang tak tentu arah dalam hitam, mengharap setitik pelita, untuk menuntun kita, menuntun pulang.
Tag der Veröffentlichung: 05.04.2011
Alle Rechte vorbehalten