Cover

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR KARL MARX (1869) pada EDISI KEDUA
KATA PENGANTAR F.ENGELS (1885) pada EDISI KETIGA
BAB I. PEBRUARI 1846 HINGGA DESEMBER 1851
BAB II. JATUHNYA KAUM REPUBLIKEN
BAB III. NAIKNYA LOUIS BONAPARTE
BAB IV. KEKALAHAN DEMOKRASI BURJUIS-KECIL
BAB V. MAJELIS KONSTITUANTE LAWAN BONAPARTE
BAB VI. KEMENANGAN BONAPARTE
BAB VII. IKHTISAR

KATA PENGANTAR KARL MARX (1869) PADA EDISI KEDUA


Sahabatku Joseph Weydemeyer [1] yang wafatnya begitu diluar dugaan, bermaksud menerbitkan sebuah berkala mingguan politik di New York dengan mulai dari 1 Januari 1852. Ia mengundangku untuk mengisi berkala ini dengan sebuah sejarah mengenai coup d’ètat itu. Hingga pertengahan bulan Pebruari, sesuai permintaannya itu aku mengirimkan tulisan-tulisan mingguan kepadanya dengan judul: The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte

. Sementara itu rencana asli Weydemeyer telah gagal. Gantinya itu, pada musim semi 1852 Weydemeyer telah menerbitkan sebuah berkala bulanan, Die Revolution, yang nomor pertamanya terdiri atas tulisanku Brumaire XVIII. Beberapa ratus dari penerbitan ini menemukan jalannya ke Jerman pada waktu itu, tanpa, namun, masuk ke dalam perdagangan buku yang sebenarnya. Seorang penerbit Jerman dengan pretensi yang luar-biasa radikal yang kepadanya aku menawarkan penjualan bukuku telah boleh dikata sangat ngeri sekali menerima suatu kesombongan yang begitu berlawanan dengan jamannya.
Dari kenyataan-kenyataan di atas akan diketahui bahwa karya ini telah terbentuk di bawah tekanan langsung kejadian-kejadian dan bahan sejarahnya tidak sampai melampaui bulan Pebruari (1852). Penerbitannya kembali sekarang ini untuk sebagian disebabkan permintaan perdagangan buku, sebagian lagi karena permintaan-permintaan mendesak sahabat-sahabatku di Jerman.
Tulisan-tulisan yang membahas hal-ikhwal yang kurang-lebih bersamaan waktu seperti tulisanku, ada hanya dua yang layak mendapat perhatian: karya Victor Hugo, Napoleon the Little

dan karya Proudhon, Coup d’Etat

.
Victor Hugo membatasi dirinya pada cercaan-cercaan getir dan jenaka terhadap penerbit coup d’état yang bertanggung-jawab. Peristiwa itu sendiri muncul dalam karyanya bagaikan halilintar dari langit. Hugo memandangnya hanya sebagai tindak kekerasan dari seorang individu saja. Ia tidak memperhatikan bahwa ia membuat individu ini besar dan bukannya kecil dengan menjulukkan padanya suatu daya pribadi yang berprakarsa yang sedemikian rupa hingga tiada akan ada yang menyamainya di dalam sejarah dunia. Proudhon, di pihaknya, berusaha menyajikan coup d’état

itu sebagai hasil dari suatu anteseden perkembangan sejarah. Namun, tanpa dapat dilihat, bangunan sejarahnya mengenai coup d’état menjadi suatu apologia historik bagi pahlawannya. Demikian ia terjerumus dalam kesalahan dari yang dinamakan para sejarahwan obyektif kita. Aku, sebaliknya, mendemonstrasikan bagaimana perjuangan kelas di Prancis telah menciptakan situasi-situasi dan hubungan-hubungan yang menjadikan mungkin bagi suatu kesedangsedangan (mediokritas = mediocrity) mengerikan untuk memainkan suatu peranan kepahlawanan.
Suatu revisi atas karya sekarang ini akan merampasnya dari warna khasnya. Sesuai dengan itu aku telah membatasi diriku hanya pada pengoreksian kesalahan-kesalahan pencetak dan mencoret sindiransindiran yang sekarang tidak akan dimengerti.
Kata-kata penutup karyaku: “Tetapi manakala jubah imperial pada akhirnya jatuh di atas bahu Louis Bonaparte, patung perunggu dari Napoleon akan jatuh berkeping-keping dari puncak Vendôme Column

,” telah digenapkan.
Kolonel Charras memulai serangan terhadap kultus Napoleon dalam karyanya mengenai kampanye tahun 1815. Berikutnya, dan khususnya dalam beberapa tahun terakhir, literatur Prancis mengakhiri legenda Napoleon dengan senjata-senjata penelitian sejarah, kritisisme, satire dan kejenakaan. Di luar Prancis pelanggaran kepercayaan tradisional rakyat dengan kekerasan itu, revolusi mental yang maha-dahsyat ini, telah kurang sekali diperhatikan dan lebih kurang lagi dipahami.
Akhirnya, aku berharap bahwa karyaku akan membantu melenyapkan ungkapan yang diajarkan-di-sekolah yang kini berlaku, khususnya di Jerman, mengenai yang disebut Caesarisme. Dalam analogi sejarah yang dangkal ini masalah yang pokok telah dilupakan, yaitu, bahwa di Roma purbakala perjuangan kelas hanya terjadi di dalam suatu minoritas yang berhak-istimewa, antara kaum kaya yang merdeka dan kaum miskin yang merdeka, sedangkan massa besar dari penduduk yang produktif, kaum budak, merupakan tumpuan yang semurninya pasif bagi yudawan-yudawan ini. Orang melupakan kata-kata penting Sismondi: Proletariat Roma hidup atas biaya masyarakat, sedangkan masyarakat modern hidup atas biaya proletariat. Dengan perbedaan yang begitu lengkap dan penuh antara kondisi-kondisi material, ekonomi perjuangan-perjuangan kelas purbakala dan modern, tokoh-tokoh politik yang dihasilkan olehnya secara sama tidak dapat mempunyai lebih banyak kesamaan satu sama lain daripada kesamaan yang dipunyai Uskup-Agung Canterbury dan Pendeta Agung Samuel.



Karl Marx

Ditulis oleh Marx untuk edisi kedua karyanya, The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparta, Hamburg 1869
Dicetak sesuai teks edisi kedua, Diterjemahkan dari bhs. Jerman

[1] Komandan militer dari distrik St. Louis selama Perang Saudara Amerika. [Catatan dari Marx]

KATA PENGANTAR FREDERICK. ENGELS (1885) PADA EDISI BHS. JERMAN KETIGA


Kenyataan bahwa suatu edisi baru dari The Eighteenth Brumaire

telah diperlukan, tigapuluhtiga tahun setelah penerbitannya yang pertama, membuktikan bahwa bahkan hingga sekarang buku kecil ini tidak sedikitpun kehilangan nilainya.
Sesungguhnya, buku itu sebuah karya zenial. Seketika setelah peristiwa yang menggetarkan seluruh dunia politik bagaikan suatu halilintar di siang hari bolong, yang dikutuk oleh sementara pihak dengan teriakanteriakan lantang kejengkelan moral dan diterima oleh pihak-pihak lain sebagai penyelamatan revolusi dan sebagai hukuman atas kesalahankesalahannya, namun dipertanyakan oleh semua orang dan dipahami oleh tidak seorangpun –seketika setelah peristiwa ini Marx tampil dengan suatu pemaparan ringkas, epigramatik yang membuka tabir seluruh perjalanan sejarah Prancis sejak hari-hari Pebruari dalam antarhubungan internalnya, mereduksi keajaiban 2 Desember menjadi suatu akibat wajar dan niscaya dari antar-hubungan ini dan dengan begitu bahkan tidak perlu memperlakukan pahlawan coup d’état

secara lain daripada dengan kenistaan yang memang sangat layak diterimanya.
Dan gambaran itu dilukiskan dengan tangan yang sedemikian ahli sehingga setiap pengungkapan baru yang dibuat sejak itu hanya memberikan bukti-bukti baru betapa setia setiap pengungkapan itu mencerminkan realitas. Pemahaman nyata mengenai sejarah hidup jamannya, apresiasi yang jernih mengenai peristiwa-peristiwa pada saat kejadiannya, sungguh tiada bandingannya.
Tetapi untuk ini, diperlukan pengetahuan Marx yang lengkapmenyeluruh mengenai sejarah Prancis. Prancis adalah negeri di mana, lebih daripada negeri lain yang manapun, perjuangan-perjuangan kelas yang bersejarah setiap kalinya berlangsung hingga menentukan, dan di mana, sebagai akibatnya, bentuk-bentuk politik yang berubah-ubah yang di dalamnya perjuangan mereka itu bergerak dan di mana hasil-hasilnya diikhtisarkan telah dicap dalam garis-garis besar yang paling tajam. Pusat feodalisme di Abad-abad Pertengahan, negeri teladan akan monarki yang bersatu, yang bersandarkan hak pemilikan tanah, sejak Renaisans, Prancis telah menghancurkan feodalisme dalam Revolusi Besar dan mendirikan kekuasaan burjuasi yang tanpa campuran dalam suatu kemurnian klasik yang tiada disamai oleh satupun negeri Eropa lain.
Dan perjuangan proletariat yang berdaya-upaya bangkit terhadap burjuasi yang berkuasa tampak di sini dalam suatu bentuk akut yang tiada dikenal di manapun. Inilah sebabnya mengapa Marx tidak saja mempelajari sejarah masa-lalu Prancis dengan kesepihakan tertentu, melainkan juga mengikuti sejarah yang sekarang berlangsung dalam setiap perinciannya, menjimpan bahan-bahan untuk dipakai di masa mendatang dan, sebagai konsekuensinya, peristiwa-peristiwa tidak pernah mengejutkan dirinya.
Namun, sebagai tambahan masih terdapat suatu situasi lain. Adalah justru Marx yang untuk pertama kalinya menemukan hukum besar dari gerak sejarah, hukum yang menurutnya semua perjuangan bersejarah, entah itu berlaku di wilayah politik, religius, filsafat ataupun sesuatu wilayah ideologi lain, dalam kenyataan hanyalah pernyataan yang kurang-lebih jelas mengenai perjuangan-perjuangan kelas-kelas sosial, dan bahwa keberadaan dan dengan begitu benturan-benturan itu, juga, di antara kelas-kelas ini pada gilirannya dikondisikan oleh derajat perkembangan dari posisi ekonomi mereka, oleh cara produksi mereka dan oleh pertukaran mereka yang ditentukan olehnya. Hukum ini, yang mempunyai arti-penting yang sama sebagaimana yang dipunyai sejarah sebagai hukum transformasi enerji untuk ilmu-pengetahuan alam – hukum ini memberikan kepadanya di sini, juga, kunci pada suatu pemahaman sejarah Republik Prancis Kedua. Marx telah menguji hukum ini pada peristiwa-peristiwa bersejarah ini, dan bahkan, setelah tigapuluhtiga tahun kita masih mesti mengatakan bahwa kenyataan itu telah melalui ujian itu dengan cemerlang.

Frederick Engels

Ditulis oleh Engels untuk edisi ketiga karya Marx, The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte

, Hamburg 1885.



BAB I PEBRUARI 1848 HINGGA DESEMBER 1851


Di sesuatu tempat, Hegel mengungkapkan bahwa semua kenyataan dan tokoh-tokoh yang sangat penting di dalam sejarah dunia terjadi, seakanakan, dua kali. Hegel lupa menambahan: yang pertama kali sebagai tragedi, yang kedua kali sebagai lelucon. Causidière untuk Danton, Louis Blanc untuk Robespierre, Montagne[2] tahun 1848 hingga 1851 untuk Montagne tahun 1793 hingga 1785, si kemenakan laki-laki untuk si paman. Dan karikatur yang sama terdapat di dalam situasi-situasi yang menyertai edisi kedua Brumaire ke Delapanbelas!
Manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya tepat seperti yang mereka sukai; mereka tidak membuatnya dalam situasi-situasi yang dipilih oleh mereka sendiri, melainkan dalam situasisituasi yang langsung dihadapi, ditentukan dan ditransmisikan dari masa-lalu. Tradisi dari semua generasi-yang mati membeban bagaikan sebuah impian-buruk atas benak yang hidup. Dan tepat manakala mereka tampak terlibat dalam merevolusionerkan diri mereka sendiri dan segala sesuatu, dalam menciptakan sesuatu yang belum pernah ada, justru pada periode-periode krisis revolusioner seperti itu mereka dengan cemas membangkitkan roh-roh masa lalu untuk melayani mereka dan meminjam darinya nama-nama, teriakan-teriakan dan busana-busana perang untuk menyajikan adegan baru sejarah dunia dalam samaran lama dan bahasa pinjaman ini. Demikian Luther mengenakan kedok Rasul Paulus, Revolusi 1789 hingga 1814 mengenakan pada dirinya secara bergantian jubah sebagai republik Romawi dan kekaisaran Romawi, dan Revolusi tahun 1848 tidak mengetahui untuk berbuat yang lebih baik daripada memparodikan, sebentar 1789, sebentar lagi tradisi revolusioner tahun 1793 hingga 1795. Dengan cara yang sama seorang pemula yang telah belajar suatu bahasa baru selalu menerjemahkannya kembali ke dalam bahasa ibunya, tetapi ia telah mengasimilasi semangat dari bahasa baru itu dan dapat dengan bebas mengekspresikan dirinya sendiri dalam bahasa itu hanya ketika ia menemukan jalannya dalam bahasa itu tanpa mengingat-ingat bahasa lama dan melupakan bahasa kelahirannya dalam penggunaan bahasa baru itu.
Pembahasan pembangkitan yang mati dari sejarah dunia ini seketika mengungkapkan suatu perbedaan penting. Camille Desmoulins, Danton, Robespierre, Saint-Just, Napoleon, para pahlawan maupun partai-partai dan massa-massa Revolusi Prancis lama, melaksanakan tugas jaman mereka dalam busana Romawi dan dengan ungkapan-ungkapan Romawi, tugas pelepasan rantai-rantai dan penyusunan masyarakat burjuis modern. Orang-orang yang terdahulu menghancur-leburkan dasar feodal dan membabat kepala-kepala feodal yang telah tumbuh di atasnya. Yang lainnya menciptakan kondisi-kondisi di Prancis di mana hanya persaingan bebas dapat dikembangkan, hak pemilikan tanah yang dieksploitasi yang telah dibagi-bagikan dan tenaga produktif industri yang telah dibebaskan (dari rantai-rantainya) bangsa yang dipekerjakan; dan di luar perbatasan-perbatasan Prancis ia di mana-mana menyapu bersih lembaga-lembaga feodal, sejauh yang diperlukan untuk membekali masyarakat burjuis di Prancis dengan suatu lingkungan mutakhir yang cocok di Benua Eropa. Begitu susunan sosial baru itu ditegakkan, Colossi antediluvian[3] menghilang dan dengannya Romanitas yang dibangkitkan kembali – para Brutus, Gracchi, publikola-publikola, tribun-tribun, para senator, dan Caesar sendiri. Masyarakat burjuis dalam realitas sederhananya telah melahirkan/beranakkan para penafsir dan corong-corong (jurubicara)-nya yang sesungguhnya pada (orang-orang seperti) Say, Cousin, Royer-Collard, Benjamin Constant dan Guizot; para pemimpin militernya yang sesungguhnya duduk di belakang meja-meja kantor, dan Louis XVIII yang berkepala-kosong menjadi pemimpin politiknya. Sepenuhnya terpikat dalam produksi kekayaan dan dalam perjuangan persaingan secara damai, ia tidak memahami lagi bahwa hantu-hantu dari jaman Romawi telah mengamatinya di atas tempatlahirnya. Sekalipun masyarakat burjuis itu tidak heroik, betapapun ia juga memerlukan heroisme, pengorbanan, teror, perang-saudara dan perang-perang nasional untuk melahirkannya. Dan dalam tradisi-tradisi keras yang klasik dari republik Romawi para gladiatornya menemukan cita-cita dan bentuk-bantuk seni, pembohongan diri yang mereka perlukan untuk menyembunyikan dari diri mereka sendiri keterbatasanketerbatasan burjuis dari isi/kandungan perjuangan-perjuangan mereka dan untuk memelihara antusiasme mereka di atas penarah tinggi tragedi besar sejarah. Secara serupa, di atas pentas lain, satu abad lebih dini, Cromwell dan orang Inggris telah meminjam cara-bicara, emosi-emosi dan ilusi-ilusi dari kitab Perjanjian Lama untuk revolusi burjuis mereka. Manakala tujuan sesungguhnya telah tercapai dan transformasi burjuis atas masyarakat Inggris telah dilaksanakan, Locke menggantikan Habakkuk.
Demikian kebangkitan yang mati di dalam revolusi-revolusi itu melayani maksud memuliakan perjuangan-perjuangan baru, bukan memparodikkan yang lama; membesar-besarkan tugas yang diberikan dalam imajinasi, tidak akan lari dari penyelesaiannya dalam realitas; menemukan kembali semangat revolusi itu, tidak akan membuat hantunya berkeliaran lagi.
Dari tahun 1848 hingga 1851 hanya hantu dari revolusi lama yang berkelana, dari Marrast, sang républicain en gants jaunes,[4] yang menyamarkan dirinya sebagai si Bailly tua, hingga si petualang, yang menyembunyikan ciri-ciri yang remeh dan menjijikan di balik topengkematian Napoleon yang dari besi itu. Seluruh rakyat, yang telah membayangkan bahwa lewat sebuah revolusi telah mendapatkan suatu daya gerak yang dipercepat, tiba-tiba mendapatkan dirinya sendiri dikembalikan dalam suatu kurun yang sudah mati dan, untuk menyingkirkan sesuatu keraguan mengenai kambuhnya kembali, masamasa lampau bangkit kembali –kronologi lama, nama-nama lama, maklumat-maklumat lama, yang telah lama menjadi suatu subyek kesarjanaan kuno, dan antek-antek lama dari hukum, yang tampaknya sudah lama mati. Nasion itu merasa seperti orang Inggris gila di Bedlam[5] yang berkhayal dirinya hidup di masa Firaun kuno dan sehari-hari meratapi kerja keras yang harus dilakukannya di dalam tambangtambang emas Ethiopia, terkurung di dalam penjara bawah-tanah itu, dengan sebuah lampu menyala redup yang diikatkan pada kepalanya, mandor para budak itu dengan sebuah cambuk panjang, dan di pintupintu keluar suatu campuran budak-budak perang barbar yang kacau, yang tidak memahami para pekerja paksa di dalam tambang-tambang itu ataupun tanpa saling-mengerti satu-sama-lain, karena mereka tidak mempunyai suatu bahasa bersama. “Dan semua ini diharapkan dari diriku,”berkeluh orang Inggris gila itu, “dariku, seorang Inggris yang lahir merdeka, untuk membuat emas bagi Firaun-firaun tua itu.” “Agar membayar utang-utang keluarga Bonaparte.” Keluh bangsa Prancis itu. Orang Inggris itu, selama pikirannya waras, tidak dapat melepaskan diri dari ide pembuatan emas yang sudah terpancang dalam benaknya. Orang-orang Prancis, selama mereka terlibat dalam revolusi, tidak dapat menyingkirkan ingatan akan Napoleon, sebagaimana yang dibuktikan oleh pemilihan tanggal 10 Desember [tahun 1848, ketika Louis Bonaparte dipilih sebagai Presiden Republik Prancis lewat plebisit]. Mereka merindukan pulang dari bahaya-bahaya revolusi kepada kehidupan bermewah-mewah di Mesir[6] , dan 2 Desember 1851 [Tanggal coup d’ètat oleh Louis Bonaparte], adalah jawabannya. Kini mereka tidak hanya memiliki sebuah karikatur dari Napoleon tua, melainkan Napoleon tua itu sendiri, dikarikaturkan sebagaimana ia pasti adanya pada pertengahan abad ke sembilanbelas.
Revolusi sosial dari abad ke sembilanbelas tidak dapat mengambil persajakan dari masa lalu, melainkan hanya dari masa-depan. Ia tidak dapat mulai dengan dirinya sendiri sebelum ia melucuti diri dari semua ketakhayulan berkenaan dengan masa-lalu. Revolusi-revolusi sebelumnya menuntut diingatnya-kembali sejarah dunia masa-lalu untuk menyembunyikan isi/kandungan mereka sendiri. Agar sampai pada kandungannya sendiri, revolusi abad ke sembilanbelas mesti membiarkan yang mati mengubur orang-orang mereka sendiri yang mati. Di sana kalimat itu melampaui kandungannya; di sini kandungan itu melampaui ungkapannya.
Revolusi Pebruari merupakan suatu serangan dadakan, suatu perebutan masyarakat lama itu tanpa disadari, dan rakyat memproklamasikan pukulan yang tidak diduga-duga ini sebagai suatu perbuatan yang mempunyai arti-penting dunia, mengantarkan suatu kurun baru. Pada tanggal 2 Desember Revolusi Pebruari disulap hilang dengan suatu tipuan seorang pemain-kartu, dan yang tampak ditumbangkan tidak lagi monarki tetapi konsesi-konsesi liberal yang direbut darinya dengan berabad-abad perjuangan. Gantinya masyarakat yang merebut isi baru bagi dirinya sendiri, tampaknya negara hanya kembali pada bentuknya yang paling tua, pada suatu dominasi sederhana yang tidak-tahu malu dari pedang dan topi runcing biarawan. Inilah jawaban pada coup de main[7] Pebruari 1848, yang diberikan oleh coup de tête

[8] Desember 1851. Mudah didapat, mudah hilang. Sementara itu selang waktu tidak berlalu tanpa dimanfaatkan. Selama tahun-tahun 1848 hingga 1851 masyarakat Prancis dengan suatu metode revolusioner yang dipersingkat, telah mengejar studi-studi dan pengalaman-pengalaman yang, dalam sebuah –boleh dikatakan– buku pegangan kursus mengenai perkembangan mestinya mendahului Revolusi Pebruari, jika yang tersebut belakangan itu mestinya lebih daripada sekedar suatu gelepai-gelepaian permukaan belaka. Masyarakat kini tampaknya telah mundur di balik titik keberangkatannya; ia sesungguhnya mesti terlebih dahulu menciptakan bagi dirinya sendiri titik pangkal revolusioner –situasi, hubunganhubungan, kondisi-kondisi yang dengannya saja revolusi modern menjadi bersungguh-sungguh, menjadi serius. Revolusi-revolusi burjuis, seperti yang dari abad ke delapanbelas, dengan cepat merebut keberhasilan demi keberhasilan; akibat-akibat dramatiknya saling melampaui satu sama lain; manusia dan segala sesuatu seakan dipasang di tengah berlian-berlian yang berkilauan; kegairahan menjadi semangat setiap hari; tetapi itu semua berusia pendek; begitu mereka telah mencapai puncaknya, dan suatu depresi yang berkerutkerut (crapulence = Katzenjammer) mencengkeram masyarakat sebelum ia dengan tenang berlajar mengasimilasi akibat-akibat masa pergolakan dan tekanan itu. Sebaliknya, revolusi-revolusi proletar, seperti yang dari abad ke sembilanbelas, selalu mengritik diri, menyelangi diri terusmenerus dalam prosesnya, balik pada yang kelihatannya telah dilaksanakan, untuk memulainya kembali, mengecam dengan ketuntutasan yang tidak mengenal ampun tindakan-tindakan setengahsetengah, kelemahan-kelemahan dan keremehan usaha-usaha pertama, seakan-akan menjatuhkan lawan-lawan mereka agar yang tersebut belakangan dapat menarik kekuatan baru dari bumi dan bangkit kembali di hadapan mereka secara lebih perkasa, selalu mundur dari sangat banyaknya tujuan-tujuan mereka sendiri yang tidak menentu – hingga telah tercipta suatu situasi yang membuat tidak mungkinnya balikkembali, dan kondisi-kondisi itu sendiri meneriakkan: Hic Rhodus, hic salta

![9]
Untuk yang selebihnya, setiap pemantau yang cukup kompeten, bahkan jika ia tidak mengikuti proses perkembangan Prancis langkah-demilankah, mesti telah mempunyai suatu firasat bahwa sesuatu kegagalan yang luar-biasa sedang mengancam revolusi itu. Cukup mendengarkan lolongan kemenangan yang penuh-puas-diri yang dengannya Tuan-tuan Demokrat saling memberi selamat atas konsekuensi-konsekuensi yang sangat ramah yang memang diharapkan dari hari Minggu kedua dalam bulan Mei 1852[10] itu. Dalam pikiran mereka hari Minggu kedua dalam bulan Mei 1852 itu telah menjadi suatu ide tertentu, sebuah dogma, seperti hari permunculan-kembali Kristus dan awal milenium dalam pikiran kaum Chilias[11]. Seperti yang selalu terjadi, kelemahan telah lari pada suatu kepercayaan akan mukjijat-mukjijat, yang menkhayalkan musuh dikalahkan padahal ia –musuh itu– disulap menghilang di dalam imajinasi, dan hilangnya semua pemahaman akan kekinian dalam suatu pemuliaan pasif masa-depan yang menantikan dirinya dan akan perbuatan-perbuatan yang dipunyainya in petto,[12] tetapi yang masih belum mau dilaksanakannya. Pahlawan-pahlawan yang berusaha menyangkal ketidakmampuan mereka yang – dengan saling menawarkan simpati mereka satu-sama-lain dan kumpul-berkerumun bersama-sama telah menyatukan buntelan-buntelan mereka, terlebih dulu mengumpulkan kalung-kalung daun salam mereka dan baru saja menyibukkan diri mereka dengan mendiskon di pasar pertukaran republik-republik in partibus yang untuknya mereka sudah terlebih dulu mengorganisasi dengan ingat akan hari esok personel pemerintahan dengan segala ketenangan sikap mereka yang tanpa pamrih. Tanggal 2 Desember bagi mereka bagaikan suatu halilintar di siang hari bolong, dan orang-orang yang dalam periode-periode depresi kerdil dengan senang hati membiarkan keperihatinan batin mereka ditenggelamkan oleh para peneriak paling lantang boleh jadi akan meyakinkan diri mereka sendiri bahwa masanya sudah berlalu manakala berkotek-koteknya itik dapat menyelamatkan Capitol.[13]
Konstitusi, Majelis Nasional, partai-partai dinasti, para republiken biru dan merah, para pahlawan Afrika, guruh dari platform, kilat lembar dari pers sehari-hari, seluruh litertatur, nama-nama politik dan reputasi intelektual, hukum sivil dan hukum pidana, libertè (kemerdekaan), egalitè

(persamaan), fraternitè

(persaudaraan), dan hari Minggu kedua dalam bulan Mei, 1852 –kesemuanya telah lenyap bagaikan sebuah fantasmagoria di depan sihir seseorang yang bahkan musuh-musuhnya tidak menyatakannya sebagai seorang tukang-sihir. Pemilihan umum tampaknya telah bertahan hanya untuk sementara itu, sehingga dengan tangannya sendiri dapatlah ia membuat surat wasiatnya yang terakhir di depan mata seluruh dunia dan menyatakan atas nama rakyat itu sendiri: Segala yang ada layak untuk musnah. [dari karya Goethe Faust, Bagian Satu. –Ed.]
Tidak cukup untuk mengatakan, seperti yang dilakukan orang Prancis, bahwa nasion mereka telah kepergok secara tidak sadar. Nasion-nasion dan kaum wanita tidak memaafkan saat tidak terjaga di mana sembarangan petualang yang lewat dapat memperkosa mereka. Cara bicara seperti itu tidak memecahkan teka-teki itu, dan hanya merumuskannya secara lain. Masih harus dijelaskan bagaimana suatu nasion dari tigapuluhenam juta orang dapat didadak dan diserahkan tanpa perlawanan ke dalam tahanan oleh tiga ksatria industri.
Mari kita merekapitulasi secara umum garis besar tahap-tahap yang dilalui Revolusi Prancis dari tanggal 24 Pebruari, 1848, hingga Desember, 1851.
Tiga periode utama tidak-salah lagi: periode Pebruari periode konstitusi republik atau Sidang Konstituante Nasional –Mei 1848 hingga Mei 1849; dan periode republik konstitusional atau Sidang Legislatif Nasional– 28 Mei 1849 hingga 2 Desember 1851.
Periode pertama – dari 24 Pebruari, penumbangan Louis Philippe, hingga 4 Mei, 1848, rapat Majelis Konsituante – periode Pebruari yang sesungguhnya, dapat ditunjuk sebagai prolog dari revolusi. Sifatnya telah secara resmi dinyatakan dalam kenyataan bahwa pemerintah yang diimprovisasinya sendiri telah menyatakan bahwa ia adalah sementara, dan seperti pemerintahan, segala sesuatu yang telah disebut, berusaha, atau diucapkan selama periode ini memprokla-masikan dirinya sebagai hanya sementara. Tiada ada orang dan tiada apapun yang mencoba mengklaim sesuatu hak untuk hidup dan aksi sesungguhnya. Semua unsur yang telah menyiapkan atau menentukan revolusi itu – oposisi dinasti, burjuasi republiken, republiken burjuis-kecil yang demokratik, dan para pekerja sosial-demokratik, untuk sementara mendapatkan tempat mereka dalam pemerintahan Pebruari.
Memang tidak bisa lain. Hari-hari Pebruari aslinya meniatkan suatu reform pemilihan yang dengannya lingkaran yang berhak-istimewa politik di kalangan kelas pemilik itu sendiri mesti diperluas dan dominasi khusus dari aristokrasi keuangan ditumbangkan. Namun, manakala sampai pada konflik yang sesungguhnya – ketika rakyat membangun berikade-berikade, Garda Nasional mempertahan-kan suatu sikap pasif, tentara tidak melakukan perlawanan yang serius, dan monarki melarikan diri – republik itu tampak sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya. Setiap partai merancangnya dengan caranya sendiri. Setelah mengamankannya dengan senjata di tangan, proletariat membubuhkan capnya di atasnya dan memproklamasikannya menjadi sebuah republik sosial. Dengan demikian telah diindikasikan isi umum dari revolusi modern, suatu kandungan yang berada dalam kontradiksi yang paling khas dengan segala sesuatu yang, dengan materi yang tersedia, dengan derajat pendidikan yang dicapai oleh massa, dalam situasi-situasi dan hubungan-hubungan tertentu, dapat secara langsung diwujudkan dalam praktek. Sebaliknya, klaim-klaim dari semua unsur yang tersisa yang telah bekerja sama dalam Revolusi Pebruari telah diakui dengan bagian terbesar yang mereka dapatkan di dalam pemerintahan. Oleh karenanya, tiada periode yang manapun dapat kita menjumlahkan suatu campuran yang lebih membingungkan dari ungkapan-ungkapan yang melayang-layang tinggi dan ketidak-tentuan sungguh-sungguh dan kecanggungan, mengenai daya-upaya yang lebih antusias akan inovasi dan dominasi yang berakar lebih dalam dari rutin lama, mengenai keserasian yang lebih tampak dari seluruh masyarakat; dan pengasingan yang lebih mendasar dari unsur-unsurnya. Selagi proletariat Paris masih bersuka-ria di dalam visi prospek-prospek yang luas yang telah terbuka di depannya dan menurutkan kehendak dalam diskusi masalah-masalah sosial yang serius, kekuasaan-kekuasaan lama dari masyarakat telah mengelompokkan diri mereka, telah berkumpul, berpikir, dan mendapatkan dukungan yang tidak terduga-duga dari massa nasion, kaum tani dan burjuis kecil, yang kesemuanya seketika menyerbu ke atas pentas politik setelah rintangan-rintangan Monarki Juli runtuh.
Periode kedua, dari 4 Mei 1848 hingga akhir Mei 1849, adalah periode konstitusi, fondasi dari republik burjuis itu. Segera setelah hari-hari Pebruari oposisi dinasti tidak saja dikejutkan oleh kaum republiken dan kaum republiken oleh kaum sosialis, tetapi seluruh Prancis oleh Paris. Majelis Nasional, yang bersidang pada tanggal 4 Mei, 1848, telah muncul dari pemilihan-pemilihan nasional dan mewakili nasion. Ia merupakan suatu protes yang hidup terhadap dalih-dalih hari-hari Pebruari dan mesti mengurangi hasil-hasil revolusi ke skala burjuis. Dengan sia-sia proletariat Paris, yang langsung menangkap sifat dari Majelis Nasional ini, berusaha pada 5 Mei, sehari setelah majelis itu bersidang, meniadakan keberadaannya secara paksa, membubarkannya, memecahnya kembali bentuk organiknya menjadi bagian-bagian komponen yang dengannya proletariat telah diancam oleh semangat nasion yang bereaksi. Sebagaimana diketahui, tanggal 15 Mei tidak mempunyai hasil lain kecuali telah menyingkirkan Blaqui dan kawankawannya –yaitu, pemimpin-pemimpin sesungguhnya dari partai proletar– dari mimbar publik selama seluruh keberlansungan daur yang kita bahas.
Monarki burjuis dari Louis Philippe hanya dapat disusul oleh sebuah republik burjuis; yaitu berarti, apabila suatu bagian terbatas dari burjuasi memerintah atas nama raja, maka seluruh burjuasi sekarang akan memerintah atas nama rakyat. Tuntutan-tuntutan proletariat Paris adalah omong-kosong utopi, yang mesti diakhiri. Pada deklarasi Majelis Konstituante Nasional ini proletariat Paris menjawab dengan pemberontakan Juni, peristiwa paling besar dalam sejarah peperanganpeperangan saudara Eropa. Republik burjuis berjaya. Di sisinya berdirilah aristokrasi keuangan, burjuasi industri, kelas menengah, burjuis kecil, tentara, lumpen-proletartiat yang diorganisasi sebagai Garda Mobile, para intelektual, golongan pendeta, dan penduduk pedesaan. Di pihak proletariat Paris tiada siapapun kecuali dirinya sendiri. Lebih dari tigaribu pemberontak telah dibantai setelah kemenangan, dan limabelasribu dibuang tanpa pengadilan. Dengan kekalahan ini proletariat tergusur ke latar-belakang pentas revolusioner. Ia berusaha mendesak maju lagi pada setiap kesempatan, begitu gerakan itu tampak membuat suatu awal; baru, namun dengan pengeluaran tenaga yang semakin berkurang dan selalu dengan hasil-hasil yang semakin tak-berarti. Segera setelah salah-satu dari lapisan sosial di atasnya berada dalam pergolakan revolusioner, proletariat masuk ke dalam suatu persekutuan dengannya dan dengan begitu berbagi semua kekalahan yang diderita berbagai partai secara berturut-turut. Tetapi pukulan-pukulan berikut ini menjadi lebih lemah, dengan semakin besar permukaan masyarakat yang di atasnya pukulan-pukulan itu didistribusikan. Para pemimpin proletariat yang lebih penting di dalam Majelis dan di dalam pers secara berturut-turut menjadi korban pengadilan-pengadilan, dan lebih banyak tokoh yang tidak tegas menjadi pemimpinnya. Untuk sebagian ia terjunkan diri sendiri ke dalam eksperimen-eksperimen doktriner, bank-bank pertukaran dan asosiasi-asosiasi buruh, dari situ ke dalam suatu gerakan yang di dalamnya ia menolak direvolusionerkannya dunia lama dengan jalan sumber-sumber besar yang terpadu dari yang tersebut terakhir itu, dan lebih berusaha daripada mencapai keselamatannya di belakang punggung masyarakat, dengan gaya perseorangan, di dalam kondisi-kondisi keberadaannya yang terbatas, dan karenanya niscaya mengalami karam. Tampaknya ia tidak mampu ataupun menemukan-kembali kebesaran revolusioner dalam dirinya sendiri atau untuk mendapatkan enerji baru dari koneksi-koneksi yang baru dibuatnya, hingga semua kelas yang dengannya ia bersaing pada bulan Juni itu sendiri tergeletak tak-berdaya di sisinya.
Tetapi setidak-tidaknya ia menyerah dengan kehormatan-kehormatan perjuangan besar yang bersejarah-dunia; tidak hanya Prancis, tetapi seluruh Eropa bergemetar dengan gempa-bumi bulan Juni itu, sedangkan kekalahan-kekalahan yang berikutnya dari kelas-kelas atas telah dibeli dengan begitu murah sehingga mereka memerlukan pelebihan-pelebihan tak-tahu-malu oleh pihak pemenang agar dapat dianggap sebagai benarbenar peristiwa-peristiwa, dan menjadi semakin tercela dengan semakin jauhnya pihak yang dikalahkan digusur dari pihak proletar itu.
Kekalahan para pemberontak bulan Juni, sebenarnya, kini telah mempersiapkan, telah meratakan jalan yang di atasnya republik burjuasi itu dapat dilandaskan dan dibangun, tetapi pada waktu bersamaan telah terbukti bahwa di Eropa isu-isu yang dipersoalkan adalah lain daripada soal republik atau monarki. Ia telah mengungkapkan bahwa di sini republik burjuis berarti despotisme yang tidak terbatas dari satu kelas atas kelas-kelas lainnya. Ia telah membuktikan bahwa di negeri-negeri dengan suatu peradaban tua, dengan suatu susunan kelas-kelas yang telah berkembang, dengan kondisi-kondisi produksi yang modern, dan dengan suatu kesadaran intelektual dimana semua gagasan tradisional telah dibubarkan oleh kerja berabad-abad, republik itu pada umumnya hanya berarti bentuk politik revolusi masyarakat burjuis dan bukan bentuk kehidupan konservatifnya –seperti, misalnya, di Negara-negara Persatuan Amerika Utara, di mana, sekalipun kelas-kelas sudah ada, mereka belum menjadi tetap, melainkan selalu berubah dan salingberganti unsur-unsur mereka dalam perubahan terus-menerus, di mana alat-alat produksi modern, gantinya bertepatan dengan suatu kelebihan penduduk yang macet, lebih mengkompensasi untuk kekurangan relatif akan kepala dan tangan, dan di mana, pada akhirnya, gerakan produksi materi yang tampak muda, yang mendemam, yang mesti membuat suatu dunia barunya sendiri, tidak mempunyai waktu maupun kesempatan tersisa untuk menghapuskan dunia hantu-hantu lama.
Selama hari-hari Juni semua kelas dan partai telah bersatu di dalam partai Ketertiban melawan kelas proletar sebagai partai anarki, partai sosialisme, partai komunisme. Mereka telah menyelamatkan masyarakat dari musuh-musuh masyarakat. Mereka telah mengumumkan semboyansemboyan masyarakat lama, hak-milik, keluarga, agama, ketertiban, kepada tentara mereka sebagai kata-sandi dan telah memproklamasikan kepada para peserta perang-salib kontra-revolusioner: Dengan tanda ini kalian akan menaklukkan! Dari saat itu, segera setelah salah-satu dari partai yang banyak jumlahnya berkumpul di bawah tanda ini terhadap para pemberontak bulan Juni berusaha mempertahankan medan perang revolusioner untuk kepentingan kelasnya sendiri, ia runtuh di depan seruan: Hak-milik, keluarga, agama, ketertiban. Masyarakat sama kerapnya diselamatkan seperti lingkaran para penguasanya mengkerut, karena suatu kepentingan yang lebih khusus dipertahankan terhadap suatu kepentingan yang lebih luas. Setiap tuntutan reform keuangan burjuis yang paling sederhana, atau liberalisme yang paling biasa, republikenisme yang paling formal, demokrasi yang paling dangkal, secara serentak dihukum sebagai suatu serangan terhadap masyarakat dan diberi-cap sebagai sosialisme. Dan akhirnya para pendeta tinggi dari agama dan ketertiban itu sendiri digusur dengan tendangantendangan dari tumpuan-tumpuan kaki-tiga Pythian mereka, diseret keluar dari tempat-tempat tidur mereka di kegelapan malam hari, dimasukkan ke dalam kereta-kereta pesakitan, dilempar ke dalam tempat-tempat penahanan di bawah tanah atau dibuang; candi-candi mereka diratakan dengan tanah, mulut mereka disumbat, pena-pena mereka dipatahkan, hukum-hukum mereka disobek-sobek hingga berkeping-keping atas nama agama, hak-milik, keluarga, ketertiban. Para burjuis yang fanatik akan ketertiban ditembak mati di atas balkonbalkon mereka oleh gerombolan-gerombolan serdadu mabuk, tempattempat perlindungan mereka di rumah dicemari, rumah-rumah mereka dibom sebagai hiburan – atas nama hak-milik, keluarga, agama, dan ketertiban. Akhirnya, sampah masyarakat burjuis membentuk barisan suci ketertiban dan pahlawan Crapulinski melantik dirinya sendiri di Tuileries sebagai penyelamat masyarakat.

[2] Montagne = gunung. Le Montagne = yang dimaksud berkaitan dengan kaum Jacobin, yang duduk di Montagne, atau di atas kursi-kursi yang tinggi letaknya, di Konvensi Nasional Prancis.
[3] Yang kuno sekali.
[4] Republiken dengan kaos-tangan kuning.
[5] Bedlam merupakan sebuah rumah-sakit (asilum) yang terknal buruknya di Inggris.
[6] to sigh for the flesh-pots of Egypt= merindukan kehidupan bermewah-mewah di Mesir, diambil dari dongeng kitab Injil, yang mengisahkan bahwa selama eksodus kaum Israel dari Mesir, yang goyah di antara mereka (merasa) lebih suka mati ketika mereka sedang hidup mewah di Mesir, daripada mengalami/menjalani cobaan-cobaan berat yang mereka alami sekarang dalam menyeberangi gurungurun pasir.
[7] Coup de main: Pukulan dadakan – ed.
[8] Coup de tête: Tindakan gegabah – ed.
[9] Di sini mawar itu, di sini berdansalah! –Ungkapan ini diambil dari salah-sebuah dongeng Aesop: Seorang pejalan yang bergaya angkuh mengklaim mempunyai saksi untuk membuktikan bawa dirinya telah pernah melakukan suatu lompatan yang menakjubkan di Rhodes, yang untuk itu ia menerima jawaban: “Buat apa menyebutkan saksi-saksi apabila kisah itu benar? Di sini Rhodes, melompatlah di sini!” Dengan kata lain: Buktikan di tempat ini juga dengan perbuatan yang anda dapat lakukan itu! –ed.
[10] Pada hari ini masa jabatan Presiden republik berakhir, dan sesuai konstitusi tiada yang dapat dipilih untuk kepresidenan itu untuk kedua kalinya.
[11] Chiliasts (dari kata Yunani chillias –seribu): para pengkhotbah mengenai suatu doktrin religius yang mistikal mengenai datangnya Kristus untuk kedua kalinya dan pendirian milenium manakala keadilan, persamaan universal dan kemakmuran akan menang.
[12] in petto = dalam pikiran, secara diam-diam, secara rahasia.
[13] Capitol: Sebuah bukit di Roma, sebuah benteng yang diperkuat di mana candicandi Jupiter, Juno dan dewa-dewa lainnya dibangun. Menurut sebuah dongeng, Roma diselamatkan pada tahun 390 Sebelum Masehi dari suatu penyerbuan bangsa Gaul, berkat berkotek-koteknya bebek/itik dari candi Juno telah membangunkan para penjaga Capitol yang tertidur


BAB II JATUHNYA KAUM REPUBLIKEN


Mari kita lanjutkan kisah perkembangan ini. Sejarah Majelis Konstituante Nasional itu sejak hari-hari Juni merupakan sejarah dominasi dan disintegrasi faksi burjuasi republiken, dari faksi yang terkenal dengan nama-nama kaum republiken triwarna, kaum republiken murni, kaum republiken politik, kaum republiken formalis, dsb.
Di bawah monarki burjuis Louis Philippe ia telah menjadi oposisi republiken resmi dan sebagai konsekuensinya merupakan suatu bagian komponen yang diakui dari dunia politik jamannya. Ia mempunyai wakil-wakilnya di dalam Dewan-dewan dan suatu lingkungan pengaruh yang besar sekali di dalam pers. Organnya di Paris, National, dianggap sama terhormatnya seperti Journal des Debats. Wataknya bersesuaian dengan posisi ini di bawah monarki konstitusional. Ia bukan suatu faksi burjuasi yang dipersatukan oleh kepentingan-kepentingan besar bersama dan ditandai oleh kondisi-kondisi produksi tertentu. Ia merupakan suatu klik burjuasi, penulis, pengacara, perwira dan pejabat yang berpikiran republiken, yang berhutang pengaruhnya pada antipati-antipati personal negerinya terhadap Louis Philippe, pada kenangan-kenangan pada republik lama, pada keyakinan republiken sejumlah orang antusias, namun, di atas segala-galanya, pada nasionalisme Prancis, yang kebenciannya terhadap perjanjian-Wina dan terhadap persekutuan dengan Inggris dikobar-kobarkannya terus-menerus. Sebagian besar dari pengikut organ Nasional itu di bawah Louis Philippe disebabkan oleh imperialisme tersembunyi ini, yang secara konsekuen dapat menghadapinya kelak, di bawah republik, sebagai suatu saingan mematikan dalam person Louis Bonaparte. Ia menentang aristokrasi keuangan, sebagaimana dilakukan semua orang selebihnya dari oposisi burjuis. Polemik-polemik terhadap anggaran penerimaan dan pengeluaran (budget) yang sangat erat berhubungan dengan menentang aristokrasi keuangan itu, mendapatkan ketenaran secara terlalu murah dan materi untuk tajuk-tajuk karangan puritan terlalu berlimpah-limpah untuk tidak dieksploitasi. Burjuasi industri berterima-kasih padanya untuk pembelaannya yang membudak pada sistem proteksionis Prancis, yang, namun, diterimanya, lebih atas dasar-dasar nasional daripada atas dasar perekonomian nasional; burjuasi secara keseluruhan, karena penolakannya yang ganas terhadap komunisme dan sosialisme. Untuk yang selebihnya, partai dari organ Nasional itu adalah semurninya republiken; yaitu, ia menuntut suatu bentuk pemerintahan burjuis republiken gantinya suatu bentuk pemerintahan burjuis monarki dan, di atas segala-galanya, bagian terbesar dari pemerintahan ini. Tentang kondisi-kondisi transformasi ini ia sama sekali tidak jelas dalam pikirannya sendiri. Sebaliknya, yang sejelas terang siang hari, dan yang secara umum diakui di perjamuan-perjamuan reformasi pada hari-hari terakhir Louis Philippe, adalah ketidak-tenarannya dengan burjuis-kecil demokratik, dan khususnya dengan proletatriat revolusioner. Kaum republiken murni ini, sebagaimana memang caranya kaum republik murni, sudah berada di titik memuaskan diri mereka sendiri dalam instansi pertama dengan suatu perwalian Duchess of Orleans ketika Revolusi Pebruari itu pecah dan mendudukkan para wakil mereka yang paling terkenal dalam Pemerintahan Sementara. Dari awal mereka dengan sendirinya mendapatikan kepercayaan burjuasi dan suatu mayoritas dalam Majelis Konstituante Nasional. Unsur-unsur sosialis Pemerintahan Sementara selanjutnya dikeluarkan dari Komisi Eksekutif yang dibentuk Majelis Nasional ketika bersidang, dan partai Nasional memanfaatkan pecahnya pemberontakan Juni untuk memecat Komisi Ekskutif juga, dan dengan itu menyingkirkan pesaing-pesaingnya yang terdekat, para republiken burjuasi-kecil, atau demokratik (Ledru-Rollin,dsb.). Cavaignac, jendral dari bagian republiken-burjuis yang memimpin pembantaian Juni, menggantikan Komisi Eksekutif dengan sejenis kekuasaan diktator. Marrast, mantan kepala redaksi Nasional, terusmenerus menjadi presiden Majelis Konstituante Nasional, dan para menterinya, maupun semua pos penting lainnya, menjadi bagian para republiken murni.
Faksi republiken burjuis, yang sudah lama menganggap dirinya sebagai pewaris sah dari Monarki Juli, dengan demikian menemukan harapanharapannya yang paling diidam-idamkan terlampaui; namun, ia telah mencapai kekuasaan, tidak sebagaimana yang diimpikannya di bawah Louis Philippe, melalui suatu pemberontakan liberal dari kaum burjuis terhadap singgasana, tetapi melalui suatu kebangkitan kaum proletariat terhadap kapital, suatu kebangkitan yang ditundukkan dengan tembakan gotri. Yang telah dipahaminya sebagai peristiwa paling revolusioner ternyata sebenarnya merupakan peristiwa yang paling kontrarevolusioner. Buahnya jatuh ke pangkuannya, tetapi ia jatuh dari pohon pengetahuan, tidak dari pohon kehidupan.
Pemerintahan khusus dari kaum repuliken burjuis hanya berlangsung dari 24 Juni hingga 10 Desember 1848. Ia disimpulkan dalam penyusunan sebuah konstitusi republiken dan dalam keadaan Paris terkepungan.
Konstitusi baru itu pada dasarnya hanyalah sebuah edisi yang direpublikenkan dari Piagam konstitusional tahun 1830. Kualifikasi elektoral yang sempit dari Monarki Juli, yang tidak memasukkan bahkan suatu bagian besar dari kaum burjuasi dalam kekuasaan politik, tidak sesuai dengan keberadaan republik burjuis itu. Sebagai gantinya kualifikasi ini, Revolusi Pebruari segera memproklamasikan pemilihan umum secara langsung. Kaum republiken burjuis tidak dapat membatalkan peristiwa ini. Mereka mesti puas dengan menambahkan ketentuan pembatasan residensi/bertempat tinggal enam bulan di wilayah pemilihan. Organisasi pemerintahan lama, sistem kota-praja/munisipal, sistem pengadilan/yudisial, tentara, dsb., terus berlaku tanpa perubahan atau manakala konstitusi itu mengubahnya, perubahan itu hanya menyangkut daftar isinya, bukan isinya sendiri; sebutannya, bukan hal ikhwalnya.
Staf umum kebebasan-kebebasan tahun 1848 yang tidak terelakkan, kebebasan pribadi, kebebasan pers, berbicara, berasosiasi, berkumpul, pendidikan dan religi, dsb., mendapatkan suatu seragam konstitusional yang menjadikannya lebih rentan. Karena masing-masing kebebasan itu diproklamasikan sebagai hak mutlak citoyen, namun selalu dengan catatan pinggir bahwa ia tidak terbatas sejauh ia tidak dibatasi oleh hak-hak sama dari orang lain dan keamanan publik atau oleh undang-undang yang dimaksud untuk mengantarai justru keserasian kebebasankebebasan individual ini satu sama lain dan dengan keamanan publik.
Misalnya
Warga mempunyai hak untuk berasosiasi, berkumpul secara damai dan tidak bersenjata, mengajukan petisi dan menyatakan pendapat, dalam pers ataupun dengan sesuatu cara lain. Dinikmatinya hak-hak ini tidak mempunyai batasan kecuali hak orang-orang lain yang sama dan keamanan publik

.”
Pendidikan tanpa dipungut bayaran. Kebebasan pendidikan akan dinikmati dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang dan di bawah kontrol tertinggi dari Negara”
“Rumah setiap warga tidak dapat diganggu-gugat kecuali dalam bentuk-bentuk yang ditentukan dengan undang-undang

.”
Oleh karenanya, konstitusi itu selalu mengacu pada undang-undang organik masa-depan yang mesti memberlakukan catatan-catatan pinggir dan mengatur kebebasan-kebebasan yang tidak terbatas itu sedemikian rupa sehingga mereka tidak saling-bertubrukan satu-sama-lain maupun bertubrukan dengan keamanan publik. Dan kemudian undang-undang organik ini dilahirkan oleh sahabat-sahabat ketertiban dan semua kebebasan itu diatur sedemikian rupa hingga burjuasi dalam menikmatinya mendapatkan dirinya tidak dirintangi oleh hak-hak yang sama dari kelas-kelas lain. Manakala ia melarang kebebasan-kebebasan ini secara menyeluruh bagi pihak-pihak lain, atau mengijinkan penikmatannya dengan syarat-syarat yang justru menyamai sekian banyak jebakan polisi, ini selalu terjadi semata-mata untuk kepentingan keamanan publik –yaitu, keamanan burjuasi– sebagaimana ditentukan oleh konstitusi. Dalam kelanjutannya, kedua pihak secara sama/bersesuaian menghimbau dengan sepenuh keadilan pada konstitusi: para sahabat ketertiban, yang membatalkan semua kebebasan ini, maupun kaum demokrat, yang menuntut semua kebebasan itu. Karena masingmasing paragraf konstitusi itu mengandung antitesisnya sendiri, majelis tinggi dan majelis rendahnya sendiri, yaitu, kebebasan dalam ungkapan umum, pembatalan kebebasan dalam catatan pinggir. Demikian, selama nama kebebasan itu dihormati dan hanya realisasi aktualnya yang dicegah, sudah tentu dengan cara yang sah, maka keberadaan kebebasan konstitusional tetap utuh, tidak dilanggar, betapapun mematikan pukulan-pukulan yang dilancarkan pada keberadaannya dalam kehidupan aktual.
Konstitusi ini, yang dibuat tak-bisa diganggu-gugat dengan suatu yang sedemikian sederhana, betapapun adalah, seperti Achilles, rentan dalam satu hal –tidak pada tumitnya, tetapi dalam kepala, atau lebih tepatnya dalam dua kepala jadinya: Majelis Legislatif di satu pihak, Presiden dipihak lain. Bacalah sekilas seluruh konstitusi itu dan anda akan mendapatkan bahwa hanya paragraf-paragraf di mana hubungan Presiden dengan Majelis Legislatif itu ditentukan secara mutlak, positif, tidak kontradiktif, dan tidak dapat didistorsikan. Karena di sini persoalnya adalah kaum republiken burjuis mengamankan diri mereka sendiri. Pasal-pasal 45-70 dari Konstitusi itu susunan kata-katanya adalah sedemikian rupa sehingga Majelis Nasional dapat menyingkirkan Presiden secara konstitusional, sedangkan Presiden dapat menyingkirkan Majelis Nasional hanya secara tidak konstitusional, hanya dengan mengenyampingkan konstitusi itu sendiri. Karenanya, di sini ia menentang penghancurannya secara paksa. Ia tidak saja menentukan pembagian kekuasaan, seperti Piagam tahun 1830, ia melebarkannya menjadi suatu kontradiksi yang tidak dapat ditenggang. Permainan kekuasaan-kekuasaan konstitusional, sebagaimana Guizot mengistilahkan pertengkaran parlementer antara kekuasaan legislative dan eksekutif, di dalam konstitusi 1848 terus-menerus dimainkan vabanque (mempertaruhkan segalanya). Di satu pihak adalah tujuh ratus lima puluh wakil rakyat, yang dipilih dengan pemilihan umum dan dapat dipilih-kembali; mereka merupakan suatu Majelis Nasional yang tidak dapat dikontrol, tidak dapat dibubarkan, tidak dapat dibagibagi, sebuah Majelis Nasional yang menikmati kekuasaan-kekuasaan pembuat undang-undang yang tidak terbatas, yang pada tingkat terakhir menentukan peperangan, perdamaian, dan perjanjian-perjanjian komersial, hanya sendiri memiliki hak memberi amnesti, dan, dengan permanensinya, selamanya menguasai bagian depan pentas. Di pihak lain adalah Presiden, dengan semua atribut kekuasaan raja, dengan otoritas untuk mengangkat dan memberhentikan para menterinya tanpa bergantung pada Majelis Nasional, dengan semua sumber kekuasaan eksekutif dalam tangannya, memberikan semua kedudukan dan dengan begitu mengatur peri-kehidupan di Prancis dari sekurang-kurangnya sejuta-setengah orang, karena begitu banyak yang bergantung pada limaratusribu penjabat dan perwira dari semua tingkat. Ia mendapat dukungan seluruh angkatan bersenjata. Ia menikmati hak-istimewa untuk mengampuni kriminal-kriminal individual, menangguhkan Garda-garda Nasional, melepas, dengan persetujuan Dewan Negara, dewan-dewan umum, distrik dan kota yang dipilih oleh para warga sendiri. Inisiatif dan pengarahan dicadangkan bagi dirinya dalam semua perjanjian dengan negeri-negeri asing. Sementara Majelis terus-menerus berkinerja atas dewan-dewan dan terekspos pada kritik publik sehari-hari, ia menjalani suatu kehidupan yang terjadwal di Medan-medan Elysian, dan itu dengan Pasal 45 konstitusi di depan matanya dan dalam hatinya, yang berseru pada dirinya setiap hari: Frere, il faut mourir

! (Saudara, seseorang mesti mati!). Kekuasaan anda, berakhir pada hari Minggu kedua bulan Mei yang indah pada tahun keempat sesudah pemilihanmu! Maka kejayaan anda sudah berakhir, adegan itu tidak dimainkan dua kali, dan jika anda mempunyai utang, cepat-cepat berusahalah melunasinya dengan 600.000 franc yang dihibahkan pada anda oleh konstitusi, kecuali, mungkin, anda lebih suka pergi ke Clichy pada hari Senin kedua dari bulan Mei yang indah! Demikian, kalau konstitusi itu memberikan kekuasaan pada Presiden, ia berusaha mengamankan kekuasaan moral bagi Majelis Nasional. Kecuali kenyataan bahwa tidaklah mungkin menciptakan suatu kekuasaan moral deengan paragraf-paragraf undang-undang, konstitusi di sini membatalkan dirinya sendiri sekali lagi dengan membuat Presiden dipilih oleh semua orang Prancis melalui pemilihan umum. Sementara suara-suara Prancis dibagi di antara tujuh ratus lima puluh anggota Majelis Nasional, mereka adalah, sebaliknya, dipusatkan pada satu individu saja. Sementara masing-masing wakil rakyat hanya mewakili partai ini atau partai itu, kota ini atau kota itu, pangkalan ini atau pangkalan itu, atau bahkan hanya sekedar keperluan untuk memilih seseorang sebagai yang ke tujuh ratus lima puluh, tanpa memeriksa terlalu cermat perjuangan atau orangnya, ia merupakan yang terpilih dari nasion dan tindakan pemilihannya merupakan senjata ampuh yang dimainkan orang berdaulat setiap empat tahun (sekali). Majelis Nasional yang terpilih berada dalam suatu hubungan metafisik, tetapi Presiden yang terpilih dalam suatu hubungan pribadi, dengan nasion itu. Majelis Nasional, memang, memperagakan dalam setiap wakil-wakilnya beragam aspek dari semangat nasional, tetapi dalam Presiden itu semangat nasional ini mendapatkan inkarnasinya. Dibandingkan dengan Majelis itu, ia memiliki sejenis hak ilahi; ia adalah Presiden karena diberkati Rakyat.
Thetis, dewi laut, meramalkan pada Achilles bahwa ia akan mati pada megar-megarnya masa mudanya. Konstitusi itu, yang, seperti Achilles, mempunyai titik lemahnya, juga mempunyai, seperti Achilles, suatu firasat bahwa dirinya akan mati dalam usia muda. Cukuplah bagi kaum republiken murni pembuat-konstitusi itu melemparkan sekilas pandang dari surga tinggi republik ideal mereka pada dunia profan untuk memahami bagaimana keangkuhan kaum royalis, kaum Bonapartis, kaum demokrat, kaum komunis, maupun noda mereka sendiri, hari-demi-hari bertumbuh dalam ukuran sama sambil mereka mendekati penyelesaian karya seni legislatif mereka yang besar, tanpa Thetis dalam hal ini meninggalkan lautan dan mengomunikasikan rahasia itu kepada mereka. Mereka berusaha mencundangi nasib dengan sebuah jebakan dalam konstitusi itu, sekalipun Pasal III yang mengikuti setiap gerakan bagi suatu revisi konstitusi mesti didukung oleh sedikitnya tiga-per-empat suara, yang dilakukan dalam tiga berdebatan berturut-turut dengan sebulan penuh di antaranya, dengan ketentuan tambahan bahwa tidak kurang dari limaratus anggota dari Majelis Nasional mesti memberikan suaranya. Dengan begitu mereka semata-mata membuat usaha impotent untuk melanjutkan pelaksanaan suatu kekuasaan –manakala hanya suatu minoritas parlementer, sebagaimana yang sudah mereka lihat diri sendiri secara perbuatan dalam mata-pikiran mereka– suatu kekuasaan yang pada waktu itu, manakala mereka menguasai suatu mayoritas parlementer dan semua sumber kewenangan pemerintahan, hari-demi-hari terlepas lebih banyak dan semakin lebih banyak lagi dari tangan mereka yang lemah. Akhirnya konstitusi itu, dalam sebuah paragraf melodramatik, mempercayakan dirinya “pada kewaspadaan dan patriotisme seluruh rakyat Prancis dan masing-masing orang Prancis

,” setelah ia sebelumnya mempercayakan dalam sebuah paragraf lain yang waspada dan yang patriotik pada perhatian lembut, perhatian paling njelimet dari Mahkamah Pengadilan Tinggi, haut cour

yang diciptakannya untuk tujuan itu.
Seperti itulah Konstitusi tahun 1848, yang pada tanggal 2 Desember 1851, tidak ditumbangkan oleh suatu kepala, melainkan jatuh pada sentuhan sebuah topi belaka; topi ini, sebenarnya, adalah sebuah topi Napoleonik yang bersudut-tiga.
Selagi kaum republiken burjuis dalam Majelis itu sibuk merancang, dan memberi suara pada konstitusi ini, Cavaignac di luar Majelis mempertahankan keadaan darurat Paris. Keadaan darurat Paris merupakan bidan Majelis Konstituante dalam pekerjaan penciptaan republiken. Jika konstitusi itu kemudian dimatikan dengan bayonetbayonet, tidak boleh dilupakan bahwa adalah sama pula dengan bayonet-bayonet, dan yang diarahkan terhadap rakyat, ia harus dilindungi dalam perut bundanya dan dengan bayonet-bayonet ia harus dilahirkan. Para leluhur kaum republiken yang terhormat telah mengirimkan lambang mereka, sang triwarna, dalam suatu perjalanan keliling Daratan (Eropa) tetapi telah kembali ke Prancis dengan kasih yang selalu diperbarui hingga ia kini menjadi dibiasakan dengan separuh departemen-departemennya –dalam keadaan darurat itu. Sebuah ciptaan bagus sekali, yang secara periodik dipakai dalam setiap krisis yang timbul dalam perjalanan Revolusi Prancis. Tetapi barak dan perkemahan, yang dengan demikian secara periodik diletakkan atas kepala masyarakat Prancis untuk memadatkan benaknya dan membuatnya diam; pedang dan senapan, kumis dan seragam akhirnya mesti menimbulkan ide daripada menyelamatkan masyarakat untuk selama-lamanya dengan memproklamasikan rezim mereka sendiri sebagai yang tertinggi dan membebaskan masyarakat sivil sepenuhnya dari kerepotan memerintah dirinya sendiri? Barak dan perkemahan, pedang dan senapan, kumis dan seragam tidak bisa tidak semakin menimbulkan ide ini sebagaimana kemudian juga dapat mereka mengharapkan pembayaran tunai yang lebih baik bagi jasa-jasa mereka yang lebih besar, sedangkan dari keadaan terkepung secara berkala dan pertolongan-pertolongan sementara dari masyarakat atas permohonan faksi burjuis yang ini atau yang itu, tidaklah banyak yang dikumpulkan kecuali beberapa yang terbunuh dan terluka dan beberapa seringai burjuis yang bersahabat. Tidakkah militer mesti setidaknya pada satu hari memainkan keadaan darurat demi kepentingan mereka sendiri dan untuk keuntungan mereka sendiri, dan sekaligus mengepung/meyerbu pundi-pundi warga? Lagi pula, perlu diperhatikan sambil lalu, bahwa orang jangan melupakan bahwa Kolonel Bernard, presiden komisi militer yang sama yang di bawah pimpinan Cavaignac telah mendeportasikan limabelasribu pemberontak tanpa pengadilan, pada saat ini kembali memimpin komisi-komisi militer yang aktif di Paris.
Sedangkan mengenai keadaan Keadaan darurat di Paris, kaum republik murni, yang terhormat menanamkan kebun bibit di mana kaum praetorian dari 2 Desember 1851, mesti bertumbuh menjadi dewasa, mereka sebaliknya layak dipuji karena, bukannya membesar-besarkan sentimen nasional seperti di bawah Louis Philippe, mereka kini, ketika memegang kekuasaan nasional, merangkak di hadapan negeri-negeri asing, dan bukannya membebaskan Italia, membiarkannya ditaklukkan kembali oleh orang-orang Austria dan Neapolitan. Pemilihan Louis Bonaparte sebagai Presiden pada tanggal 10 Desember 1848, telah mengakhiri kediktatoran Cavaignac dan Majelis Konstituante itu.
Dalam Pasal 44 Konstitusi dinyatakan:
Presiden Republik Prancis jangan pernah kehilangan statusnya sebagai warganegara Prancis.
Presiden pertama dari Republik Prancis, L.N. Bonaparte, tidak hanya kehilangan statusnya sebagai warganegara Prancis, tidak hanya dalam bahasa Inggris jagabaya istimewa, ia bahkan seorang Swiss yang dinaturalisasikan.
Di sesuatu tempat lain aku telah mengemukakan arti-penting pemilihan tanggal 10 Desember. Aku tidak akan kembali pada soal itu di sini. Cukuplah dengan menyatakan di sini bahwa itu adalah suatu reaksi kaum tani, yang harus membayar biaya Revolusi Pebruari, terhadap selebihnya kelas-kelas bangsa; suatu reaksi dari pedesaan terhadap perkotaan. Ia mendapatkan persetujuan tentara, yang untuknya para republiken dari berkala Nasional tidak memberikan kejayaan maupun bayaran tambahan; di kalangan burjuasi besar, yang menyambut Bonaparte sebagai sebuah jembatan ke monarki, di kalangan proletar dan burjuis-kecil, yang menyambutnya sebagai momok bagi Cavaignac. Aku akan mendapatkan kesempatan untuk lebih mendalami hubungan kaum petani dengan Revolusi Prancis.
Periode dari 20 Desember 1848 hingga bubarnya Majelis Konstituante dalam bulan Mei 1849, merupakan sejarah kejatuhan kaum republiken burjuis. Setelah mendirikan sebuah republik bagi burjuasi, setelah mengusir proletariat revolusioner dari lapangan, dan mereduksi burjuiskecil demokratik membungkam untuk sementara waktu, mereka sendiri digusur ke samping oleh massa burjuasi, yang secara tepat mengandangkan/menyita republik ini sebagai miliknya. Massa burjuis ini adalah, betapapun, kaum royalis. Satu bagian darinya, kaum pemilik tanah besar, telah memerintah selama Restorasi dan sesuai dengan itu adalah kaum Legitimis. Yang lainnya, kaum aristokrat keuangan dan kaum industri besar, telah memerintah selama Monarki Juli dan karenanya adalah kaum Orleanis. Pejabat-pejabat tinggi dari tentara, universitas, gereja, kehakiman, akademi, dan pers dapat dijumpai di pihak manapun, sekalipun dalam berbagai proporsi. Di sini, dalam republik burjuis itu, yang tidak menyandang nama Bourbon maupun nama Orleans, tetapi nama kapital, mereka telah menemukan bentuk negara di mana mereka dapat memerintah secara bersama-sama. Pemberontakan bulan Juni sudah mempersatukan mereka di dalam partai Ketertiban. Kini, pertama-tama, adalah perlu untuk menyingkirkan kalangan teman para republiken burjuis yang masih menduduki kursikursi Majelis Nasional. Tepat sama brutalnya sebagaimana kaum republiken murni ini dalam penyalah-gunaan kekuatan fisik terhadap rakyat, tepat sama pengecut, sama menjilat, sama patah-semangat, dan tidak mampu berjuang dalam gerak mundur mereka sekarang, manakala soalnya yalah mempertahankan republikenisme mereka dan hak-hak legislatif mereka terhadap kekuasaan eksekutif dan kaum royalis. Aku tidak perlu mengisahkan di sini sejarah yang memalukan dari pembubaran mereka. Mereka tidak menyerah; mereka berlalu dari keberadaan. Sejarah mereka telah berakhir untuk selama-lamanya, dan, di dalam maupun di luar Majelis, mereka muncul di periode berikutnya hanya sebagai kenangan-kenangan, kenangan-kenangan yang tampak hidup kembali kapan saja sekedar nama republik kembali menjadi isu dan sesering konflik revolusioner terancam tenggelam hingga tingkat terendah. Aku dapat menyatakan sambil lalu bahwa jurnal yang memberikan namanya pada partai ini, Nasional itu, telah diubah menjadi sosialisme dalam periode berikutnya.
Sebelum kita mengakhiri periode ini kita masih harus melempar sekilas pandang retrospektif pada dua kekuatan, satu yang melenyapkan yang lainnya pada tanggal 2 Desember 1851, sedangkan dari 20 Desember 1848, hingga eksitnya/keluarnya Majelis Konstituante, mereka telah hidup dalam hubungan-hubungan ‘perkawinan’. Kita maksudkan Louis Bonaparte, di satu pihak, dan bagian dari kaum royalis yang bersatu, partai Ketertiban, dari burjuasi besar, di pihak lain. Ketika naik ke kepresidenan, Bonaparte segera membentuk sebuah pemerintahan partai Ketertiban, yang sebagai kepalanya diangkatnya Odilon Barrot, pemimpin lama, notabene, dari faksi yang paling liberal dari burjuasi parlementer. M. Barrot setidak-tidaknya telah mengamankan portofolio kementerian yang bayangannya telah menghantui dirinya sejak tahun 1830, dan lebih dari itu, kedudukan perdana menteri dalam pemerintahan itu; tetapi tidak, sebagaimana telah dibayangkannya di bawah Louis Philippe, sebagai pemimpin paling maju dari oposisi parlementer, namun dengan tugas membikin mati parlemen, dan sebagai sekutu dari semua musuh bebuyutannya, kaum Jesuit dan Legitimis. Ia akhirnya membawa pulang pengantin perempuan, tetapi hanya setelah diprostitusikan. Bonaparte tampaknya telah sepenuhnya meniadakan dirinya sendiri. Partai inilah yang bertindak untuknya.
Pertemuan paling pertama dari dewan menteri itu memutuskan ekspedisi ke Roma, yang, kalau disetujui, mesti dilakukan di luar pengetahuan Majelis Nasional dan cara-cara untuk itu mesti direbut darinya dengan dalih-dalih palsu. Demikian mereka mulai mempecundangi Majelis Nasional dan dengan diam-diam berkomplot dengan kekuatan-kekuatan absolutis di luar negeri terhadap republik revolusioner Roma.
Dengan cara yang sama dan dengan manuver-manuver yang sama Bonaparte mempersiapkan kupnya tanggal 20 Desember 1848, membentuk mayoritas Majelis Legislatif Nasional pada 2 Desember 1851.
Pada bulan Agustus Majelis Konstituante telah memutuskan untuk bubar hanya setelah menyusun dan mengumumkan sederetan undang-undang organik yang mesti melengkapi konstitusi. Pada tanggal 6 Januari 1849, partai Ketertiban menyuruh seorang wakil bernama Rateau mengajukan usul agar Majelis melepaskan/.membatalkan undang-undang organik itu dan lebih baik memutuskan mengenai pembubaran dirinya sendiri. Tidak hanya pemerintahan, dengan Odilon Barrot sebagai pemimpinnya, tetapi seluruh anggota royalis dari Majelis Nasional memberi-tahukan dengan nada menggertak pada waktu itu bahwa pembubaran Majelis Nasional diperlukan untuk pemulian kepercayaan, untuk konsolidasi ketertiban, untuk mengakhiri pengaturan-pengaturan sementara yang tidak menentukan dan menetapkan suatu keadaan yang menentu; bahwa Majelis itu menghambat produktivitas pemerintahan baru dan berusaha memperpanjang keberadaannya semata-mata karena kedengkian; bahwa negeri itu sudah tidak-dapat menanggungnya lebih lama lagi. Bonaparte memperhatikan semua cercaan terhadap kekuasaan legistlatif ini, mengingatnya di luar kepala, dan membuktikan pada para royalis parlementer, pada tanggal 2 Desember 1851, bahwa dirinya telah belajar dari mereka. Ia mengulangi semboyan-semboyan mereka sendiri terhadap mereka.
Pemerintahan Barrot dan partai Ketertiban bertindak lebih jauh. Mereka membuat dilakukannya pengajuan petisi-petisi pada Majelis Nasional di seluruh Prancis, di mana lembaga ini secara sopan dituntut agar bubar. Dengan demikian mereka membawa massa rakyat yang tidak terorganisasi memasuki api pertempuran terhadap Majelis Nasional, pernyataan rakyat yang terorganisasi secara konstitusional. Mereka mengajarkan pada Bonaparte untuk menyerukan perlawanan terhadap majelis-majelis parlementer pada rakyat. Pada akhirnya, pada tanggtal 29 Januari 1849, harinya telah tiba tatkala Majelis Konstituante harus menetukan mengenai pembubarannya sendiri. Majelis Nasional mendapatkan bangunan di mana sidang-sidangnya dilangsungkan diduduki oleh militer; Changarnier, jendral partai Ketertiban, yang ke dalam tangannya komando tertinggi Garda Nasional dan pasukanpasukan itu dipersatukan, mengadakan sebuah pameran kekuatan militer yang besar di Paris, seakan-akan suatu peperangan akan pecah, dan kaum royalis dalam koalisi secara mengancam menyatakan pada Majelis Konstituante bahwa kekerasan akan digunakan jika majelis itu ternyata melawan. Majelis itu bersedia, dan hanya menawar suatu masa hidup tambahan. Apakah 29 Januari itu kalau bukan kudeta 2 Desember 1851, tetapi yang dilaksanakan oleh kaum royalis bersama Bonaparte terhadap Majelis Nasional republiken? Tuan-tuan itu tidak memperhatikan, atau tidak ingin memperhatikan, bahwa Bonaparte memakai kesempatan pada 29 Januari 1849, membuat sebagian dari pasukan-pasukan berbaris di depan dirinya melalui depan Tuileries, dan dilanda keinginan keras justru pada pengerahan terbuka pertama dari kekuatan militer terhadap kekuasaan parlementer untuk membayangkan/memberi pertanda Caligula. Mereka, jelas, hanya melihat Changarnier mereka.
Sebuah motif yang secara khusus menggerakkan partai Ketertiban dengan menggunakan kekerasan mempersingkat durasi/usia hidup Majelis Konstituante adalah undang-undang organik yang melengkapi konstitusi itu, seperti undang-undang mengenai pendidikan, undangundang mengenai ibadah agama, dsb. Bagi kaum royalis dalam koalisi adalah terpenting bahwa mereka sendiri yang mesti membuat undang-undang ini dan tidak menyerahkan pembuatan itu pada kaum republiken, yang telah berkembang menjadi curiga. Namun, di antara undangundang organik ini, terdapat juga sebuah undang-undang tentang tanggung-jawab Presiden Republik. Pada tahun 1851 Majelis Legislatif disibukkan dengan merancang justru sebuah undang-undang seperti itu, manakala Bonaparte mengantisipasikan kup ini dengan kup tanggal 2 Desember. Apa yang tidak akan diberikan oleh kaum royalis dalam koalisi itu dalam kampanye pemilihan musim dingin mereka tahun 1851 untuk mendapatkan Undang-undang Tanggung-jawab itu siap di tangan, dan dirancang, seperti itu, oleh sebuah Majelis republiken yang curiga, bermusuhan!
Setelah Majelis Konstituante sendiri menghancurkan senjata terakhir mereka pada tanggal 29 Januari 1849, Pemerintahan Barrot dan kawankawan ketertiban mengejar-ngejarnya sampai mati, melakukan apa saja yang dapat menghinanya, dan merenggut dari Majelis yang impoten, yang tak-berdaya itu undang-undang yang harus dibayarnya dengan sisa-sisa terakhir kehormatan di mata publik. Bonaparte, berasyik-asyik dengan ide Napoleoniknya yang terpancang dalam kepalanhya, cukup kurang-ajar untuk mengeksploitasi secara terbuka kemerosotan kekuasaan parlementer ini. Karena, ketika pada tanggal 8 Mei 1849, Majelis Nasional mengesahkan suatu putusan yang mengecam pemerintahan atas pendudukan Civitavecchia oleh Oudinot, dan memerintahkannya untuk mengembalikan ekspedisi Roma pada yang dianggap sebagai tujuan ekspedisi itu, Bonaparte pada petang itu juga mengumumkan dalam Moniteur sepucuk surat pada Oudinot di mana ia memberi selamat atas perbuatan-perbuatan heroiknya dan, berbeda dengan kaum parlementer yang membuang-buang tinta, sudah bersikap sebagai pelindung tentara yang murah-hati. Para royalis tersenyum simpul. Mereka memandangnya semata-mata sebagai korban penipuan mereka. Akhirnya, manakala Marrast, Presiden dari Majelis Konstituante, sesaat saja percaya bahwa keselamatan Majelis Nasional telah dibahayakan dan, bersandar pada konstitusi, menugaskan seorang kolonel dan resimennya, kolonel itu menolak, mengutip disiplin dalam dukungannya, dan menyebut Marrast pada Changarnier, yang dengan sangat menghina menolaknya dengan pernyataan bahwa dirinya tidak menyukai bayonettes intelligentes

[bayonet-bayonet cerdas]. Pada bulan November 1851, ketika kaum royalis dalam koalisi ingtin memulai perjuangan menentukan terhadap Bonaparte, mereka berusaha menggolkan dalam Undang-undang Keuangan mereka yang tersohor itu azas penugasan langsung pasukan-pasukan oleh Presiden Majelis Nasional. Salah seorang dari jendral-jendral mereka, Le Flo, telah menanda-tangani undang-undang itu. Sia-sia saja Changarnier memberi suaranya dan Thiers memberi penghormatan pada kebijaksanaan yang berpandangan jauh dari bekas Majelis Konstituante itu. Menteri Peperangan, Saint-Arnaud, menjawabnya sebagaimana Changarnier telah menjawab Marrast – dan pada aklamasi/suara bulat Montagne!
Demikian itulah partai Ketertiban, ketika ia belum merpakan Majelis Nasional, ketika ia hanyalah kementerian, maka telah sendiri menodai (menstigmatisasi) rezim parlementer. Dan ia membuat kegaduhan ketika pada 2 Desember 1851, membuang rezim ini dari Prancis!

Kita memujikannya suatu perjalanan yang menyenangkan.


BAB III NAIKNYA LOUIS BONAPARTE


Pada tanggal 28 Mei 1849, Majelis Legislatif Nasional bersidang. Pada tanggal 2 Desember 1851, Majelis itu dibubarkan. Periode ini meliputi rentang hidup dari republik konstitusional, atau republik parlementer itu.
Dalam Revolusi Prancis pertama pemerintahan kaum Konstitusionalis disusul oleh pemerintahan kaum Girondis dan pemerintahan kaum Girondis oleh pemerintahan kaum Jacobin. Masing-masing dari partai-partai ini bersandar pada dukungan partai yang lebih progresif. Segera setelah ia membawa revolusi cukup jauh hingga tidak dapat mengikutinya lebih lanjut, lebih-lebih lagi kalau tidak dapat melanjutkannya, maka ia disingkirkan oleh sekutu yang lebih berani yang berdiri di belakangnya dan dikirimlah ia ke guilotin. Revolusi itu dengan demikian bergerak di sepanjang sebuah garis menurun.
Ia merupakan kebalikan dari Revolusi 1848. Partai proletar muncul sebagai embel-embel dari partai demokratik burjuis-kecil. Ia dikhianati dan dijatuhkan oleh yang tersebut terakhir itu pada tanggal 16 April, 15 Mei dan pada hari-hari Juni. Partai demokratik, pada gilirannya, bersandar pada bahu partai republiken burjuis. Kaum republiken borjuis sesegera mereka yakin bahwa mereka telah tegak berdiri sesegera itu pula mereka melempar kawan yang merepotkan itu dan menopang diri mereka sendiri di atas bahu partai Ketertiban. Partai Ketertiban membungkukkan bahunya, membiarkan kaum republiken burjuis itu berjatuhan, dan melemparkan dirinya sendiri ke atas bahu angkatan bersenjata. Ia bermimpi bahwa dirinya masih duduk di atas bahu itu tatkala pada suatu pagi indah ia menyadari bahwa bahu-bahu itu telah mengubah bentuknya menjadi bayonet-bayonet. Setiap partai menendang dari belakang ke yang sedang bergerak maju, dan bercondong ke depan ke arah partai yang mendesak ke belakang. Tidaklah mengherankan bahwa sikap tolol ini kehilangan keseimbangannya dan, setelah memperlihatkan seringai-seringai yang tidak terelakkan, roboh dengan geliatan-geliatan aneh. Revolusi itu dengan demikian bergerak dalam suatu garus menurun. Ia menemukan dirinya dalam keadaan gerakan mundur itu sebelum berikade Pebruari yang terakhir telah dibersihkan dan otoritas revolusioner dibentuk.
Periode yang ada di depan kita terdiri atas kontradiksi-kontradiksi yang paling mencolok dan paling campur-aduk: kaum konstitusionalis yang berkomplot secara terbuka terhadap konstitusi; kaum revolusioner yang menurut pengakuannya adalah konstitusional; sebuah Majelis Nasional yang ingin maha-kuasa dan selalu tetap parlementer; suatu Montagne yang menemukan panggilannya dalam kesabaran dan menghadapi kekalahan-kekalahan sekarang dengan meramalkan kemenangankemenangan di masa depan; kaum royalis yang merupakan patresconscripti [para sesepuh] republik, yang mereka benci, di Prancis; suatu kekuasaan eksekutif yang mendapatkan kekuatannya dalam justrukelemahannya dan kehormatannya dalam kebencian yangditimbulkannya; sebuah republik yang tidak lain dan tidak bukanhanyalah kenistaan gabungtan dari dua monarki, Monarki Restorasi danMonarki Juli, dengan sebuah label kekaisaran –persekutuan-persekutuanyang syarat pertamanya adalah pemisahan/perceraian; perjuanganperjuanganyang hukum pertamanya adalah keragu-raguan; agitasi yangliar, yang tolol atas nama ketenangan, khotbah ketenangan yang palinghikmat atas nama revolusi– semangat tanpa kebenaran, kebenaran tanpasemangat; pahlawan tanpa perbuatan-perbuatan heroik, sejarah tanpa peristiwa; perkembangan yang daya gerak satu-satunya tampaknya kalender itu, membosankan dengan pengulangan-pengulangan selalu dari tegangan-tegangan dan relaksasi-relaksasi yang sama; antagonisme-antagonisme yang secara berkala seakan-akan membuat dirinya mencapai klimaks hanya untuk kehilangan ketajaman mereka dan rontok tanpa dapat menyelesaikan diri mereka sendiri; dalih-dalih yang memperagakan pengerahan-pengerahan dan teror filistin dihadapan bahaya datangnya akhir dunia, dan pada waktu bersamaan intrik-intrikpaling kerdil dan komedi-komedi pengadilan yang dimainkan olehpenebus-penebus dunia, yang dalam laisser aller (membiarkan segala sesuatu mengambil jalannya masing-masing)-nya mengingatkan kita kurang pada Hari Kiamat daripada pada jaman Fronde (Suatu gerakan anti-royalis tahun-tahun 1648-53. –Ed.) –kejenialan resmi kolektif dari Prancis yang dijadikan kenihilan oleh ketololan yang sangat dari seorang individu saja; kehendak kolektif dari bangsa, sesering ia berbicara melalui pemilihan umum, yang mencari pernyataannya yang layak melalui musuh-musuh bebuyutan kepentingan-kepentingan massa, hingga pada akhirnya ia menemukannya dalam kehendak-sendiri suatu filibuster [14]. Jika sesuatu bagian dari sejarah telah dilukiskan kelabu diatas kelabu, inilah dia. Manusia dan peristiwa muncul sebagai kebalikan Schlemihls, sebagai bayangan-bayangan yang telah kehilangan tubuh-tubuhnya. Revolusi itu sendiri melumpuhkan pembawa-pembawanya sendiri dan hanya pada lawan-lawannya memberikan keperkasaan yang bersemangat. Manakala hantu merah, yang selalu disulap dan dilaksanakan oleh kaum kontra-revolusioner akhirnya muncul, ia tidak tampil dengan peci anarki Phrygian di atas kepalanya, melainkan dalam seragam ketertiban, dalam kekuasaan merah [15].
Kita telah mengetahui bahwa pemerintahan yang dilantik Bonaparte pada tanggal 20 Desember 1848, pada Hari Naik Tahtanya, adalah suatu pemerintahan dari partai Ketertiban, dari koalisi kaum Legitimis dan Orleanis. Pemerintahan Bartot-Falloux ini telah hidup lebih panjang daripada Majelis Konstituante republiken, yang rentang hidupnya telah sedikit atau banyak diakhirinya dengan kekerasan, dan mendapatkan dirinya masih berada di tempat kemudi. Changarnier, jendralnya kaum royalis yang bersekutu, sendiri terus mempersatukan komando umum dari Divisi Tentara Pertama dan dari Garda Nasional Paris. Akhirnya, pemilihan-pemilihan umum telah mengamankan bagi partai Ketertiban suatu mayoritas besar dalam Majelis Nasional. Di sini para utusan dan kawan-sebaya dari Louis Philippe menghadapi suatu gerombolan keramat kaum Legitimis, yang untuknya banyak kartu suara nasion telah diubah menjadi kartu masuk ke atas pentas politik. Para wakil Bonapartis dari rakyat terlalu jarang untuk dapat membentuk sebuah partai parlementer yang independen. Mereka tampil semata-mata sebagai mauvaise queue

(embel-embel jahat) dari partai Ketertiban. Demikian partai Ketertiban memiliki kekuasaan pemerintahan, tentara dan lembaga legislatif, singkatnya, keseluruhan kekuasaan negara; ia telah secara moral diperkuat oleh pemilihan-pemilihan umum itu, yang menjadikan kekuasaannya-/pemerintahannya tampil sebagai kehendak rakyat, dan dengan kemenangan serentak dari kontra-revolusi itu di seluruh benua Eropa.
Tidak pernah sebuah partai memulai kampanyenya dengan sumbersumber yang lebih besar atau di bawah pengawasan yang lebih menguntungkan.
Kaum republiken murni yang telah karam itu mendapatkan diri mereka mengerdil menjadi sebuah klik dari kurang-lebih limapuluh orang dalam Majelis Legislatif Nasional, dengan para jendral Afrika Cavaignac, Lamoriciere, dan Bedeau sebagai pemimpin mereka. Namun, partai oposisi yang besar, telah dibentuk oleh Montagne. Partai sosial demokratik telah sendiri memberikan pada dirinya nama baptis parlementer ini. Ia menguasai lebih duaratus dari tujuhratuslimapuluh suara dari Majelis Nasional dan karenanya setidak-tidaknya sama kuatnya seperti salah satu dari tiga faksi partai Ketertiban secara sendiri-sendiri. Inferioritas numerik yang jika dibandingkan dengan seluruh koalisi royalis tampaknya dikompensasi oleh situasi-situasi istimewa. Tidak saja pemilihan-pemilihan umum di departemen-departemen (wilayah) membuktikan bahwa ia telah mendapatkan pengikut yang besar sekali di kalangan penduduk pedesaan. Terhitung dalam barisan-barisannya adalah hampir semua utusan dari Paris; tentara telah mengucapkan suatu pengakuan kepercayaan demokratik dengan terpilihnya tiga orang bintara; dan pemimpin Montagne, Ledru-Rollin, bertentangan dengan semua wakil dari partai Ketertiban, telah diangkat menjadi kawan kesebayaan oleh lima departemen, yang telah mengumpulkan suara mereka untuknya. Mengingat benturan-benturan yang tak-terelakkan dari kaum royalis di antara mereka sendiri dan dari seluruh partai Ketertiban bersama Bonaparte, Montagne dengan demikian tampaknya mempunyai semua unsur keberhasilan di depannya pada tanggal 28 Mei 1849. Dua minggu kemudian ia telah kehilangan segala-galanya, termasuk kehormatannya.
Sebelum kita membahas sejarah parlementer lebih lanjut, beberapa catatan diperlukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan konsepsi yang umum mengenai seluruh watak kurun yang ada di depan kita. Memandangnya dengan mata kaum demokrat, periode Majelis Legislatif Nasional menyangkut yang juga menyangkut periode Majelis Konstituante: perjuangan sederhana antara kaum republiken dan kaum royalis. Gerakan itu sendiri, namun, mereka simpulkan dalam satu semboyan: reaksi –malam, ketika semua kucing berwarna kelabu dan yang memungkinkan mereka menyebutkan kelumrahan-kelumrahan penjaga malam mereka. Dan sesungguhnya, pada pengelihatan pertama partai Ketertiban itu mengungkapkan kesimpang-siuran faksi-faksi royalis yang berbeda-beda yang tidak saja saling berintrik satu-samalain –masing-masing berusaha memajukan calonnya sendiri untuk singgasana dan meniada-kan/menyingkirkan calon dari faksi berlawanan— tetapi juga semuanya bersatu dalam kebencian bersama terhadap, dan serangan bersama atas, republik itu. Menentang komplotan royalis ini, pihak Montagne, muncul sebagai wakil dari republik itu. Partai Ketertiban seakan-akan secara abadi terlihat dalam suatu reaksi, yang ditujukan terhadap pers, asosiasi, dan sejenisnya, tidak lebih maupun tidak kurang daripada di Prusia, dan, seperti di Prusia, dilaksanakan dalam bentuk campur-tangan polisi yang brutal oleh birokrasi, gendarmeri, dan pengadilan-pengadilan. Montagne itu, sendiri, sama disibukkan dalam menangkal serangan-serangan ini dan dengan demikian membela hak-hak abadi manusia sebagaimana setiap yang disebut partai rakyat telah lakukan, kurang-lebih, selama satu-setengah abad. Namun jika orang memperhatikan situasi dan partai-partai itu secara lebih cermat, maka penampilan dangkal ini, yang menyelubungi perjuangan kelas dan fisiognomi periode ini, menghilang.
Kaum Legitimis dan Orleanis, seperti telah kita katakan, merupakan dua faksi besar dari Partai Ketertiban. Adakah yang mengikat faksi-faksi ini erat pada calon-calon mereka dan menjaga mereka terpisah satu-sama-lain tidak lain dan tidak bukan adalah fleur-de-lis [16] dan triwarna,[17] Keluarga Bourbon dan Keluarga Orleans, warna-warna yang berbeda-beda dari royalisme –adakah itu semuanya pengakuan kepercayaan (credo) royalisme? Di bawah keluarga Bourbon, pemilikan tanah besar telah memerintah, dengan para pendeta dan budaknya; di bawah Orleans, finans tinggi, industri berskala besar, perdagangan berskala besar, yaitu, kapital, dengan barisan pengacaranya, para profesor, dan para orator yang pintar bersilat-lidah. Monarki yang sah (legitimate) hanya sekedar pernyataan politik dan kekuasaan turun temurun para tuan tanah, sebagaimana Monarki Juli hanyalah pernyataan politik dari kekuasaan yang direbut para parvenu [18] burjuis. Karenanya yang menjadikan kedua faksi itu terpisah bukanlah karena yan disebut azas-azas, tetapi kondisi-kondisi keberadaan material mereka, dua jenis kepemilikan yang berbeda; ialah perbedaan lama antara kota dan desa, persaingan antara kapital dan kepemilikan tanah. Bahwa pada waktu bersamaan kenangan-kenangan lama, permusuhan-permusuhan, kekhawatiran-kekhawatiran dan harapan-harapan, prasangka-prasangka dan ilusi-ilusi, simpati-simpati dan antipati-antipati, keyakinan-keyakinan, kepercayaan dan azas-azas personal mengikat mereka pada keluarga kerajaan yang satu atau yang lainnya, siapa yang menyangkal hal ini? Di atas berbagai bentuk kepemilikan, di atas kondisi-kondisi keberadaan sosial, bangunlah suatu bangunan atas yang menyeluruh dari sentimen-sentimen, ilusi-ilusi, cara-cara berpikir, dan pandangan-pandangan hidup yang terbentuk secara berbeda dan secara khas. Seluruh kelas menciptakan dan membentuk kesemuanya itu dari landasan-landasan materi dan dari hubungan-hubungan masyarakat yang bersesuaian. Sang individu tunggal, yang menderivasi semua itu melalui tradisi dan pendidikan, dapat membayangkan bahwa mereka merupakan motif-motif sesungguhnya dan titik-pangkal kegiatan dirinya. Padahal masing-masing faksi, para Orleanis dan para Legitimis, berusaha membuat dirinya sendiri dan pihak yang lain percaya bahwa yang memisahkan mereka adalah kesetiaan pada kedua keluarga kerajaan itu, kenyataan-kenyataan belakangan membuktikan bahwa adalah lebih karena kepentingan-kepentingan mereka yang berbeda yang melarang dipersatukannya kedua keluarga kerajaan itu. Dan sebagaimana dalam kehidupan perseorangan seseorang membedakan antara yang dipikir seseorang dan yang dikatakan tentang dirinya sendiri dan apa dirinya sesungguhnya adanya dan lakukan, demikian dalam perjuangan-perjuangan bersejarah seseorang masih harus lebih membeda-bedakan ungkapan-ungkapan dan khayalan-khayalan partai-partai dari organisme mereka dan kerpentingan-kepentingan mereka yang sesungguhnya. Konsepsi mereka mengenai diri mereka sendiri dari realitas mereka. Kaum Orleanis dan kaum Legitimis mendapatkan diri mereka berdamping-dampingan di dalam republik itu, dengan klaim-klaim yang sama. Bila masing-masing pihak ingin melaksanakan restorasi masing-masing keluarga kerajaan sendiri terhadap keluarga kerajaan yang lainnya, itu hanya menandakan bahwa masing-masing dari kedua kepentingan besar yang ke dalamnya burjuasi itu terbagi –kepemilikan tanah dan kapital– berusaha memulihkan keunggulannya sendiri dan ketundukan pihak lainnya. Kita berbicara tentang dua kepentingan dari borjuasi, karena kepemilikan tanah besar, sekalipun kegenitan feodalnya dan kebanggaan ras, telah dijadikan sepenuh-penuhnya burjuis oleh perkembangan masyarakat modern. Demikian kaum Tory di Inggris telah lama membayangkan bahwa mereka antusiastik mengenai monarki, gereja, dan keindahan-keindahan Konstitusi lama Inggris, hingga masa berbahaya memeras pengakuan bahwa mereka hanya antusiastik mengenai sewa tanah.
Kaum royalis dalam koalisi melanjutkan intrik-intrik mereka yang satu terhadap- yang lain di dalam pers, di Ems, di Claremont, di luar parlemen. Di belakang layar mereka mengenakan pakaian khsusus Orleanis dan Legitimis mereka yang lama dan sekali lagi terlibat dalam turnamenturnamen lama mereka. Tetapi di atas pentas publik, dalam kinerjakinerja negara mereka yang mulai sebagai suatu partai parlementer, mereka menolak keluarga-keluarga kerajaan mereka masing-masing dengan sekedar sembah-sembah dan menangguhkan pemulihan monarki hingga waktu tidak terbatas, in infinitum. Mereka melakukan bisnis mereka yang sesungguhnya sebagai partai Ketertiban, yaitu, dengan suatu judul sosial, tidak dengan judul politik, sebagai para wakil dari tatanan dunia burjuis, tidak sebagai ksatria-ksatria dari para puteri yang berkelana berpetualang; sebagai kelas burjuis terhadap kelas-kelas lain, tidak sebagai kaum royalis terhadap kaum republiken. Dan sebagai partai Ketertiban mereka melakukan dominasi yang lebih tidak terbatas dan dominasi lebih keras atas kelas-kelas masyarakat yang lain daripada yang pernah terjadi di bawah Restorasi atau di bawah Monarki Juli, suatu dominasi yang, pada umumnya, hanya mungkin di bawah bentuk republik parlementer, karena hanya dengan bentuk ini kedua pembagian besar dari burjuasi Prancis itu bersatu, dan dengan demikian menempatkan pemerintahan kelas mereka dan bukannya dari rezim faksinya yang berhak-istimewa dalam jadwal mereka. Jika mereka betapapun, sebagai partai Ketertiban, juga menghina republik dan menyatakan kemuakan mereka terhadapnya, hal ini terjadi tidak semata-mata karena kenangan-kenangan royalis. Naluri mengajarkan pada mereka bahwa republik itu, memang benar, menjadikan kekuasaan politik mereka sempurna, tetapi pada waktu bersamaan menggerogoti fondasi sosialnya, karena mereka kini mesti menghadapi kelas-kelas yang ditundukkan dan bergulat dengan mereka tanpa penengahan, tanpa persembunyian yang diberikan oleh mahkota, tanpa dapat mengalihkan kepentingan nasional dengan perjuangan-perjuangan penundukkan mereka di antara mereka sendiri dan dengan monarki. Adalah suatu perasaan kelemahan yang menyebabkan mereka mundur dari kondisi semurninya dari pemerintahan kelas mereka sendiri dan merindukan akan yang sebelumnya yang lebih tidak sempurna, lebih kurang berkembang, dan justru karena itu bentuk-bentuk yang kurang berbahaya dari pemerintahan ini. Sebaliknya, setiap kali kaum royalis dalam koalisi berkonflik dengan sang calon yang menghadapi mereka, dengan Bonaparte, setiap kali mereka percaya kemaha-kuasaan parlementer mereka dibahayakan oleh kekuasaan eksekutif –oleh karenanya, setiap kali mereka mesti memproduksi hak politik mereka pada pemerintahan mereka– mereka maju ke depan sebagai kaum republiken dan tidak sebagai kaum royalis, dari Thiers Orleanis, yang memperingatkan Majelis Nasional bahwa republik itu sekurang-kurangnya telah memecah mereka, pada Berryer Legitimis, yang pada tanggal 2 Desember 1851, sebagai sebuah mimbar yang dibungkus dalam selembar selendang triwarna, mengganggu rakyat yang berkumpul di depan balairung kota dari Arrondisemen Kesepuluh atas nama republik. Sesungguhnya, suatu gema ejekan berseru balik padanya: Henry V! Henry V!
Sedangkan terhadap burjuasi yang bergabung, sebuah koalisi antara burjuasi kecil dan kaum pekerja telah dibentuk, yaitu yang dinamakan partai Sosial-Demokratik. Kaum burjuis kecil mengetahui bahwa mereka telah dipadani secara buruk sekali setelah hari-hari Juni 1848, bahwa kepentingan-kepentingan materi mereka terancam, dan bahwa jaminan-jaminan demokratik yang mesti menjamin efektuasi kepentingan-kepentingan ini dipersoalkan oleh kontra-revolusi. Sesuai dengan itu mereka lebih mendekati kaum pekerja. Di lain pihak, perwakilan parlementer mereka, Montagne itu, yang dikesampingkan selama kediktatoran kaum republiken burjuis, dalam paruh kedua kehidupan Majelis Konstituante telah merebut kembali popularitasnya yang hilang melalui perjuangan dengan Bonaparte dan para menteri royalis. Ia telah mengadakan suatu aliansi dengan para pemimpin sosialis. Pada bulan Pebruari 1849, perjamuan-perjamuan merayakan perujukan itu. Sebuah program bersama telah dirancang, komite-komite pemilihan umum bersama telah didirikan dan calon-calon gabungan diajukan. Pasal revolusioner telah dibatalkan dan suatu giliran demokratik diberikan pada tuntutan-tuntutan sosial dari proletariat; bentuk yang semurninya politik dilepaskan dari klaim demokratik kaum burjuis kecil dan pasal sosial mereka didesakkan ke depan. Demikian itulah lahirnya sosial demokrasi. Montagne yang baru, hasil dari perpaduan ini, mengandung, kecuali beberapa figuran/pemain cadangan dari kelas pekerja dan beberapa sektarian sosialis, unsur-unsur yang sama seperti Montagne lama, tetapi secara bilangan lebih kuat. Betapapun, dalam proses perkembangan itu ia telah berubah bersama dengan kelas yang diwakilinya. Sifat khusus dari sosial-demokrasi dilambangkan dalam kenyataan bahwa lembaga-lembaga republiken-demokratik dituntut sebagai suatu kebutuhan, bukan untuk menyingkirkan kedua ujung, kapital dan kerja upahan, melainkan pelemahan antagonisme mereka dan mentransformasinya menjadi keserasian. Betapapun berbedanya jalan yang disarankan bagi pencapaian ini mungkin adanya, betapapun banyak ia dapat dipangkas dengan faham-faham yang kurang lebih revolusioner, isinya tetaplah sama. Isi ini adalah transformasi masyarsakat dengan suatu cara demokratik tetapi suatu transformasi di dalam batas-batas burjuasi kecil. Hanya, seseorang jangan berpikiran sempit bahwa burjuasi kecil, pada azasnya, ingin memaksakan suatu kepentingan kelas yang egoistik. Ia lebih percaya bahwa kondisi-kondisi khusus emansipasinya adalah kondisi-kondisi umum yang di dalam kerangkanya saja masyarakat modern dapat diselamatkan dan perjuangan kelas itu dihindari. Tepat seperti itu pula jangan orang terlalu membayangkan bahwa para wakil demokratik kesemuanya benar-benar pemilik toko atau kampiun-kampiun pemilik toko yang antusiastik. Menurut pendidikan mereka dan posisi individualnya mereka mungkin sama jauhnya terpisah seperti langit dan bumi. Yang menjadikan mereka wakil-wakil burjuasi kecil adalah kenyataan bahwa di dalam pikiran mereka tidak melampaui batas-batas yang tidak didapatkan yang tersebut belakangan di luar kehidupan, bahwa mereka sebagai konsekuensinya didorong, dalam teori, pada masalah-masalah yang sama dan pemecahanpemecahannya yang kepadanya yang tersebut terakhir itu dalam praktek didorong oleh kepentingan material dan posisi sosial. Ini adalah, pada umumnya, hubungan antatra para wakil politik dan literer dari suatu kelas dan kelas yang mereka wakili.
Setelah analisis ini jelaslah bahwa apabila Montagne itu terus-menerus berlomba dengan partai Ketertiban untuk republik itu dan apa yang disebut hak-hak manusia, republik maupun hak-hak manusia bukanlah tujuan akhirnya, tidak lebih daripada sebuah tentara yang hendak orang lucuti senjata-senjatanya dan yang berlawan untuk tetap memiliki/menguasai senjata-senjatanya sendiri.
Segera setelah Majelis Nasional bersidang, secara langsung partai Ketertiban memprovokasi Montagne. Burjuasi kini merasakan keharusan untuk mengakhiri borjuasi kecil demokratik, tepat sebagaimana setahun yang lalu ia telah menyadari keharusan untuk mengadakan perhitungan dengan proletariat revolusioner. Tetapi situasi lawannya berbeda. Kekuatan partai proletar terletak di jalan-jalan, kekuatan borjuasi kecil dalam Majelis Nasional itu sendiri. Oleh karenanya masalahnya ialah memancing mereka keluar dari Majelis Nasional ke jalan-jalan dan membuat mereka menghancurkan kekuatan parlementer mereka sendiri, sebelum waktu dan sitruasi dapat mengkonsolidasikannya. Montagne langsung menyerbu dan masuk ke dalam jebakan itu.
Bombardemen Roma oleh pasukan-pasukan Prancis hanya merupakan umpan yang dilemparkan. Ia melanggar Pasal 5 konstitusi yang melarang Republik Prancis menggunakan angkatan-angkatan militernya terhadap kebebasan suatu rakyat lain. Sebagai tambahan, Pasal 54 melarang sesuatu pernyataan perang oleh kekuasaan eksekutif tanpa persetujuan Majelis Nasional, dan dengan resolusinya tanggal 8 Mei Majelis Konstituante telah menolak ekspedisi Roma. Atas dasar-dasar ini Ledru- Rollin mengajukan sebuah undang-undang tuntutan pertanggungjawaban (impeachment

) terhadap Bonaparte dan para menterinya pada tanggal 11 Juni 1849. Dijengkelkan oleh sengatan-sengatan tabuhan Thiers, ia benar-benar membiarkan dirinya naik pitam hingga ancaman bahwa dirinya akan mempertahankan konstituasi dengan cara-cara, bahkan dengan senjata di tangan. Montagne bangkit secara bulat dan mengulangi seruan untuk mengangkat senjata. Pada tanggal 12 Juni Majelis Nasional menolak undang-undang tuntutan pertanggungjawaban itu, dan Montagne meninggalkan parlemen. Peristiwa-peristiwa 13 Juni sudah diketahui: proklamasi yang dikeluarkan oleh satu bagian dari Montagne menyatakan Bonaparte dan menteri-menterinya berada di luar konstitusi; arak-arakan jalanan dari Garda Nasional yang demokratik, yang, dengan tak-bersenjata, bubar ketika berhadapan dengan pasukan-pasukan Changarnier, dsb., dsb. Sebagian dari Montagne melarikan diri keluar negeri; sebagian lain dalam keadaan siap tempur berada didepan Pengadilan Tinggi di Bourges; dan sebuah ketentuan parlementer menaruh yang selebihnya di bawah pengawasan yang bergaya-kepala-sekolah dari Presiden Majelis Nasional. Paris kembali dinyatakan dalam keadaan darurat dan bagian demokratik dari Garda Nasionalnya dibubarkan. Demikian pengaruh dari Montagne dalam parlemen dan kekuatan burjuasi kecil di Paris dipatahkan.
Lyon, manakala 13 Juni telah memberikan sinyal untuk suatu pemberontakan berdarah dari kaum pekerja, adalah, bersamaan dengan lima departemen di sekelilingnya, sama-sama dinyatakan dalam suatu keadaan darurat, suatu kondisi yang telah berlanjut terus hingga saat ini.
Bagian terbesar dari Montagne telah meninggalkan pelopornya dalam keterpurukan, setelah menolak untuk ikut dalam proklamasinya. Pers telah meninggalkannya, hanya dua jurnal yang berani mengumumkan pronunciamento itu. Burjuasi kecil telah mengkhianati wakil-wakil mereka dalam hal agar Garda Nasional berada jauh-jauh saja ataupun, jika mereka muncul, merintangi pembangunan barikade-barikade. Para wakil itu telah memperdaya burjuasi kecil dalam hal bahwa yang dianggap sekutu-sekutu dari tentara itu tidak tampak di manapun. Akhirnya, bukannya mendapatkan suatu peningtkatan kekuatan darinya, partai demokratik telah menjangkiti proletartiat dengan kelemahannya sendiri dan, sebagaimana biasanya dengan perbuatan-perbuatan besar kaum demokrat, para pmimpin mendapatkan kepuasan karena dapat menggugat orang-orang mereka karena telah melakukan disersi, dan memberi orang-orang itu kepuasan karena dapat mendakwa para pemimpinnya dengan mengecohnya.
Jarang sekali suatu aksi telah diumumkan dengan lebih banyak kebisingan daripada kampanye yang akan datang dari kaum Montagne, jarang suatu peristiwa disuarakan dengan kepastian lebih besar atau lebih lama di muka daripada kemenangan demokrasi yang tak-terelakkan. Secara sangat pasti kaum demokrat percaya pada trompet-trompet yang karena keras bunyinya dinding-dinding Jericho telah rubuh. Sesering mereka berdiri di depan benteng-benteng despotisme, mereka berusaha menirukan mukjijat itu. Jika kaum Montagne ingin berjaya dalam parlemen maka ia mestinya tidak mengangkat senjata. Jika ia menyerukan perang di parlemen maka ia mestinya tidak bertindak dengan gaya parlementer di jalan-jalan. Jika demonstrasi damai dimaksudkan dengan sungguh-sungguh, maka adalah suatu kegilaan jika tidak menyadari bahwa itu akan diberi suatu sambutan seperti-perang. Jika suatu perjuangan sesungguhnya yang diniatkan, maka adalah suatu gagasan yang ganjil untuk meletakkan senjata yang dengannya ia mestinya dilakukan. Namun ancaman-ancaman revolusionber dari borjuasi kecil dan para wakil demokratik mereka hanyalah usaha-usaha untuk mengintimidasi si antagonis. Dan ketika mereka menghadapi suatu jalan buntu, manakala mereka telah secukupnya membahayakan diri mereka sendiri hingga menjadikannya keharusan untuk mengaktifkan ancaman-ancaman mereka, maka ini dilakukan dalam suatu gaya yang mendua arti dimana tiada yang terlalu banyak baginya untuk dipakai sebagai cara dan mencari-cari alasan untuk menyerah kalah. Tawaran yang meraung-raung yang mengumumkan perlombaan itu berakhir dalam suatu gertakan kecut-hati segera setelah perjuangan itu harus dimulai, para pelakunya berhenti menganggap diri mereka sendiri aux serieux, dan aksi itu ambruk sama-sekali, bagaikan sebuah gelembung yang kena tusuk.
Tiada partai yang melebih-lebihkan kebutuhan-kebutuhannya lebih daripada partai demokratik, tiada yang menipu dirinya sendiri lebih memandang-enteng situasi itu. Karena satu bagian dari tentara telah memberikan suaranya, kaum Montagne kini yakin bahwa tentara akan memberontak untuknya. Dan pada kejadian apa? Pada suatu kejadian yang, dari sudut pandang pasukan-pasukan, tiada mempunyai arti lain kecuali bahwa kaum revolusioner berpihak pada para prajurit Roma melawan prajurit Prancis. Sebaliknya, ingatan kembali pada Juni 1848 masih terlalu segar untuk memungkinkan sesuatu kecuali suatu keengganan mendalam di pihak kaum proletariat terhadap Garda Nasional dan suatu kecurigaan yang mendalam pula akan pemimpin-pemimpin demokratik di pihak para pemimpin perkumpulan rahasia. Untuk membereskan perbedaan-perbedaan itu, harus ada kepentingankepentingan besar bersama yang dipertaruhkan. Pelanggaran suatu paragraf abstrak dari konstitusi tidak akan memenuhi kepentingankepentingan ini. Tidakkah konstitusi itu telah berulang-kali dilanggar, menurut jaminan para demokrat itu sendiri? Tidakkah jurnal-jurnal yang paling populer telah mengecapnya sebagai kerja tambal-sulam yang
kontra-revolusioner? Tetapi si demokrat, karena dirinya mewakili burjuasi kecil –yaitu, suatu kelas peralihan, di mana kepentingtan-kepentingan dua kelas secara serempak saling menumpulkan – membayangkan dirinya sendiri diangkat di atas antagonisme kelas pada umumnya. Para demokrat itu mengakui bahwa suatu kelas yang berhak istimewa menghadapi mereka, tetapi mereka, bersama dengan seluruh selebihnya nasion, merupakan rakyat. Yang mereka wakili adalah hak-hak rakyat, yang menjadi perhatian mereka adalah kepentingan-kepentingan rakyat. Sesuai dengan itu, manakala suatu perjuangan sedang akan terjadi mereka tidak perlu memeriksa kepentingan-kepentingan dan posisi-posisi kelas-kelas yang berbeda-beda itu. Mereka tidak perlu mengkaji sumber-sumber mereka sendiri secara terlalu kritikal. Mereka hanya perlu memberikan sinyal itu dan rakyat, dengan semua sumbernya yang tiada habis-habisnya, akan menyerang para penindas itu. Kini, jika didalam kinerja kepentingan-kepentingan mereka ternyata tidak menarik dan daya mereka impoten, maka kesalahan-kesalahan itu terletak pada kaum sofis yang jahat, yang memecah rakyat yang tidak dapat dibagi itu menjadi berbagai kubu yang bermusuhan, ataupun tentara telah terlalu dikasari dan dibutakan untuk memahami bahwa tujuantujuan murni demokrasi adalah hal yang terbaik baginya, atau seluruh keadaan telah dirusak/dikaramkan oleh suatu rincian dalam pelaksanaannya, atau kalau tidak begitu maka suatu kejadian yang tidak diduga-duga sebelumnya kali ini telah merusak permainan itu. Betapapun juga, si demokrat keluar dari kekalahan yang paling tidak terhormat tepat sama bersihnya sebagaimana ia tidak mengetahui apapun ketika ia memasuki ‘permainan’ itu, dengan keyakinan yang baru yang tidak-bisa-tidak diperolehnya, bukan bahwa dirinya sendiri dan partainya harus melepaskan sudut-pendirian lama, melainkan, sebaliknya, bahwa kondisi-kondisi harus mematang untuk cocok bagi dirinya.
Oleh karenanya orang jangan membayangkan kaum Montagne telah khususnya merana, sekalipun telah dicincang dan diremukkan, dan dinistakan oleh ketentuan parlementer baru. Jika 13 Juni telah menyingkirkan pemimpin-pemimpinnya, ia segera memberi ruang, di lain pihak, bagi orang-orang yang berkaliber lebih rendah, yang dipuji-puji oleh kedudukan baru ini. Jika impotensi mereka dalam parlemen tidak perlu diragu-ragukan lagi, mereka kini berhak untuk membatasi aksi-aksi mereka pada ledakan-ledakan kejengkelan moral dan deklamasi yang menggertak-gertak. Jika partai Ketertiban berpura-pura melihat terwujud pada mereka, sebagai wakil-wakil resmi terakhir dari revolusi, semua teror anarki, maka mereka dalam kenyataan dapat semakin lebih hambar dan rendah-hati. Namun, mereka menghibur diri mereka sendiri, demi 13 Juni dengan ucapan bersungguh-sungguh: tetapi jika mereka berani menyerang pemilihan umum, yah, —kita akan membuktikan kepada mereka dari apa kita ini berasal! Nous verrons! [Akan kita lihat!]
Sejauh yang bersangkutan dengan kaum Montagnard yang lari keluar negeri, cukuplah dinyatakan di sini bahwa Ledru-Rollin, karena nyaris dalam dua pekan telah berhasil menghancurkan secara tidak dapat tertolong lagi partai sangat berkuasa yang dirinya sendiri menjadi pemimpinnya, kini mendapatkan dirinya sendiri terpanggil untuk membentuk sebuah pemerintah Prancis in partibus; yang hingga batas di mana tingkat revolusi telah tenggelam dan para orang besar resmi Prancis yang sosoknya di kejauhan menjadi lebih seperti-cebol, telah tersingkir dari pentas aksi, tampak bertumbuh dalam ketokohannya; bahwa ia dapat berfungsi sebagai calon republiken untuk tahun 1852, dan bahwa ia telah menerbitkan selebaran-selebaran berkala kepada kaum Wallachian dan orang-orang lain yang di mana para despot Benua (daratan Eropa) diancam dengan tindakan-tindakan dirinya dan para sekutunya. Adakah Proudhon sepenuhnya salah ketika berteriak pada tuan-tuan ini: Vous n’etes que des blagueurs [ kalian cuma pembualpembual belaka]?
Pada tanggal 13 Juni partai Ketertiban tidak saja telah mematahkan kaum Montagne, ia telah melaksanakan penundukan konstitusi pada keputusan-keputusan mayoritas Majelis Nasional. Dan ia memahami republik itu sebagai berikut: bahwa burjuasi memerintah di sini dalam bentuk-bentuk parlementer, tanpa, seperti dalam suatu monarki, menghadapi setiap rintangan seperti kekuasaan veto eksekutif atau hak untuk membubarkan parlemen. Ini adalah sebuah republik parlementer, sebagaimana Thiers mengistilahkannya. Tetapi kalau pada tanggal 13 Juni burjuasi telah mengamankan kemaha-kuasaannya di dalam gedung parlemen, tidakkah ia menciderai parlemen itu sendiri, seperti terhadap otoritas eksekutif dan rakyat, dengan kelemahan yang tak-dapat-disembuhkan dengan mengusir/membuang bagiannya yang paling tenar? Dengan menyerahkan sejumlah besar utusan secara begitu saja atas tuntutan pengadilan-pengadilan, ia menghapuskan kekebalan parlementernya sendiri. Ketentuan-ketentuan yang menghina yang kepadanya ia menundukkan kaum Montagne memegahkan Presiden Republik secara sama seperti ia merendahkan para utusan individual dari rakyat. Dengan mencap suatu pemberontakan untuk melindungi piagam konstitusional itu sebagai suatu tindakan anarki yang bertujuan mensubversi masyarakat, ia memustahilkan kemungkinan seruan untuk memberontak kalau-kalau otoritas eksekutif melanggar konstitusi sehubungan dengan hal itu. Dan dengan ironi sejarah, jendral yang membombardir Roma atas perintah Bonaparte, dan dengan demikian memberikan kesempatan seketika bagi pemberontakan konstitusional tanggal 13 Juni, justru Oudinot itulah mestinya dengan dimohon-mohon dan tak-henti-hentinya ditawarkan oleh partai Ketertiban pada rakyat sebagai jendral atas nama konstitusi terhadap Boinaparte pada tanggal 2 Desember 1851. Seorang pahlawan lain dari 13 Juni, Vieyra, yang disanjung dari mimbar Majleis Nasional atas kebrutalan-kebrutalan yang dilakukannya di dalam kantor-kantor surat-kabar demokratik dengan memimpin suatu gerombolan Garda Nasional yang menjadi pesuruh lingkaran-lingkaran keuangan yang berkuasa –Vieyra yang sama ini telah diresmikan ke dalam komplotan Bonaparte dan ia menyumbang banyak sekali dalam melucuti Majelis Nasional pada saat sekaratnya dari sesuatu perlindungan apapun oleh Garda Nasional.
13 Juni masih mempunyai makna lain lagi. Kaum Montagne ingin memaksakan penggugatan terhadap Bonaparte. Kekalahannya, oleh karenanya, merupakan suatu kemenangan langsung bagi Bonaparte, kemenangan pribadinya atas musuh-musuh demokratiknya. Partai Ketertiban memperoleh kemenangan itu; Bonaparte tinggal ‘menguangkannya’. Dan itu dilakukannya. Pada tanggal 14 Juni sebuah proklamasi dapat dibaca di dinding-dinding kota Paris di mana Presiden, dengan enggan-enggan, berlawanan dengan kehendaknya, seakan-akan dipaksa oleh kekuatan besar peristiwa-peristiwa, keluar dari penyendirian dirinya yang bagaikan dalam biara itu dan, bersikap sebagai kebajikan yang disalah-mengerti, berkeluh-kesah mengenai fitnah-fitnah para lawannya dan, sambil seakan-akan mengidentifikasikan dirinya dengan perjuangan untuk ketertiban, lebih mengidentifikasikan perjuangan untuk ketertiban itu dengan pribadinya sendiri. Lagi pula, Majelis Nasional telah, memang benar, kemudian menyetujui ekspedisi terhadap Roma itu, tetapi Bonaparte yang telah mengambil inisiatif itu. Setelah melantik Pendeta Agung Samuel di Vatikan, ia dapat berharap memasuki Tuileries sebagai Raja David. Ia telah membujuk para pendeta ke pihaknya.
Pemberontakan 13 Juni terbatas, seperti kita ketahui, pada suatu arak-arakan jalanan secara damai. Tiada karangan-bunga perang karenanya untuk dimenangkan terhadapnya. Sekalipun begitu, pada masa semiskin ini dalam hal pahlawan dan kejadian, partai Ketertiban mengubah peperangan tak-berdarah ini menjadi sebuah Austerlitz kedua. Mimbar dan pers memuji tentara sebagai kekuataan ketertiban, sebagai bandingan dengan massa populer yang mewakili impotensi anarki, dan mengagung-agungkan Changarnier sebagai bentengnya masyarakat, suatu kebohongan yang akhirnya diyakininya sendiri. Namun, dengan sembunyi-sembunyi korps yang tampaknya meragukan itu dipindahkan dari Paris, resimen-resimen yang telah menunjukkan sentimen-sentimen paling demokratik dalam pemilihan-pemilihan umum dibuang dari Prancis ke Aljazair; jiwa-jiwa yang bergolak di kalangan pasukan-pasukan dipindahkan ke detasemen-detasemen kerja keras/paksa; dan akhirnya pengisolasian pers dari barak-barak dan pengisolasian barakbarak dari masyarakat burjuis telah secara sistematik dijalankan.
Di sini kita telah mencapai titik-balik yang menentukan dalam sejarah Garda Nasional Prancis. Pada tahun 1830 ia menentukan dalam penumbangan Restorasi. Di bawah Louis Philippe setiap pemberontakan gagal di mana Garda Nasional itu berdiri di pihak pasukan-pasukan. Ketika pada hari-hari Pebruari 1848 ia menunjukkan suatu sikap pasif terhadap pemberontakan dan suatu sikap serupa terhadap Louis Philippe, ia menyatakan dirinya kalah dan memang benar-benar kalah. Demikian keyakinan berakar bahwa revolusi tidak dapat menang tanpa Garda Nasional itu, maupun jika tentara menentangnya. Inilah ketakhayulan tentara dalam hal kemaha-kuasaan sivil. Hari-hari Juni tahun 1848, ketika seluruh Garda Nasional, dengan pasukan-pasukan dalam barisan, menindas pemberontakan itu, telah memperkuat ketahayulan itu. Setelah dimulainya jabatan Bonaparte, posisi Garda Nasional hinggta suatu batas diperlemah oleh dipersatukannya secara tidak-konstitusional, dalam pribadi Changarnier, komando pasukan-pasukannya dengan komando Divisi Tentara ke Satu.
Tepat sebagaimana komando Garda Nasional tampak di sini sebagai suatu atribut dari komandan militer tertinggi, demikian Garda Nasional sendiri tampak hanya sebagai suatu tambahan pasukan-pasukan. Akhirnya, pada tanggal 13 Juni kekuasaannya dipatahkan, dan tidak saja dengan sebagian pembubarannya, yang sejak waktu ini secara berkala diulangi di seluruh Prancis, hingga sekedar pecahan-pecahannya saja yang tersisa. Demonstrasi 13 Juni adalah, di atas segala-galanya, suatu demonstrasi dari Garda-garda Nasional yang demokratik. Mereka tidak, nyatanya, mengangkat senjata, tetapi telah mengenakan seragamnya terhadap tentara; justru dalam seragam ini, namun, terletak jimatnya. Tentara meyakinkan dirinya sendiri bahwa seragam ini adalah sepotong kain wol seperti yang lain-lainnya. Sihir itu telah ditangkal. Pada hari-hari Juni 1848, burjuasi dan burjuasi kecil telah bersatu seperti Garda Nasional dengan tentara melawan proletariat; pada tanggal 13 Juni 1849, burjuasi membiarkan Garda Nasional burjuis kecil dibubarkan oleh tentara; pada tanggal 2 Desember 1851, Garda Nasional dari burjuasi sendiri telah menghilang, dan Bonaparte sekedar mencatat kenyataan ini ketika ia berikutnya menanda-tangan dikrit pembubarannya. Dengan demikian burjuasi sendiri telah menghancurkan senjata terakhirnya terhadap tentara; saat burjuasi kecil tidak lagi berdiri di belakangnya sebagai suatu vasal, melainkan di depannya sebagai seorang pemberontak, ia harus menghancurkannya karena pada umumnya ia tidak-bisa-tidak menghancurkan semua alat-alat pertahanannya terhadap absolutisme dengan tangannya sendiri sesegera ia sendiri telah menjadi mutlak.
Sementara itu, partai Ketertiban merayakan direbutnya kembali suatu kekuasaan yang seakan hilang pada tahun 1848, hanya untuk didapatkan kembali, dibebaskan dari kekangan-kekangannya, pada tahun 1849, dirayakan dengan cercaan-cercaan terhadap republik dan konstitusi, kutukan-kutukan atas semua revolusi masa datang, kini dan masa lalu, termasuk yang telah dibuat oleh para pemimpinnya sendiri, dan dalam undang-undang yang dengannya pers telah dibungkam, asosiasi dihancurkan, dan keadaan darurat diatur sebagai sebuah institusi organik. Majelis Nasional kemudian berkumpul dari pertengahan Agustus hingga pertengahan Oktober, setelah mengangkat sebuah komisi permanent untuk periode ketidak-hadirannya. Selama reses ini kaum Legitimis berintrik dengan Ems, kaum Orleanis dengan Claremont, Bonaparte dengan jalan tur-tur kepangeranan, dan Dewan-dewan Departemental merundingkan suatu revisi atas konstitusi: insiden-insiden yang secara teratur berulang-jadi dalam reses-reses berkala dari Majelis Nasional dan yang aku sarankan didiskusikan hanya manakala semua itu menjadi peristiwa-peristiwa. Di sini dapat sekedar dinyatakan, sebagai tambahan, bahwa adalah tidak-sopan bagi Majelis Nasional untuk menghilang dari panggung selama selang-selang waktu lama dan hanya meninggalkan seorang tokoh tunggal, yang menyedihkan lagi pula, untuk dipandang sebagai pimpinan republik, yaitu Louis Bonaparte, sedang demi kehebohan publik partai Ketertiban pecah berantakan menjadi bagianbagian komponen royalisnya dan mengikuti keinginan-keinginannya yang penuh konflik akan restorasi. Sama seringnya seperti suara kebingungan parlemen mereda selama reses-reses ini dan lembaganya bubar dalam bangsa itu, menjadilah jelas tanpa sedikitpun keraguan bahwa hanya satu hal yang masih kurang untuk melengkapi bentuk sesungguhnya dari republik ini: menjadikan reses yang tersebut terdahulu permanen dan menggantikan tulisan yang tersebut belakangan, Liberté, Egalité, Fraternité

, dengan kata-kata yang tidak mendua-arti: infantri, kavalri, artileri

!

[14] Filibuster = Usaha menggagalkan penetapan undang-undang dengan pidato-pidato yang amat panjang.
[15] Red Breeches = celana merah = kekuasaan merah.
[16] Semanggi
[17] Triwarna – bendera Prancis biru-putih-merah.
[18] Orang yang asal-usulnya tidak jelas yang telah memperoleh kekayaan, atau kedudukan. Misalnya, orang kaya baru.


BAB IV KEKALAHAN DEMOKRASI BURJUIS-KECIL


Pada pertengahan bulan Oktober 1849, Majelis Nasional kembali bersidang. Pada tanggal 1 November Bonaparte mengejutkannya dengan sebuah pesan di mana ia mengumumkan diberhentikannya Pemerintahan Barrot-Falloux dan pembentukan sebuah pemerintahan baru. Tidak pernah seseorang memecat budak-budaknya dengan tanpa upacara apapun seperti Bonaparte memecat menteri-menterinya. Tendangan-tendangan yang dimaksudkan bagi Majelis Nasional sementara itu diberikan pada Barrot & Co.
Pemerintahan Barrot, sebagaimana kita ketahui, telah terdiri atas kaum Legitimis dan Orleanis; ia merupakan suatu pemerintahan dari partai Ketertiban. Bonaparte telah memerlukannya untuk membubarkan Majelis Konstituante republiken, menyelenggarakan ekspedisi terhadap Roma, dan mematahkan partai Demokratik. Di balik pemerintahan ini ia seakan-akan telah menghapus dirinya sendiri, menyerahkan kekuasaan pemerintahan ke dalam tangan partai Ketertiban, dan memasang kedok watak rendah-hati yang dipakai oleh editor penanggung-jawab sebuah surat-kabar di bawah Louis Philippe, kedok bonne de paille [manusia jerami]. Ia kini melepaskan sebuah kedok yang tidak lagi merupakan suatu selubung ringan yang di baliknya ia dapat menyembunyikan ilmu firasatnya, tetapi sebuah kedok besi yang mencegah dirinya memperagakan suatu ilmu firasat dirinya sendiri. Ia telah mengangkat Pemerintahan Barrot untuk menghajar Majelis Nasional republiken atas nama partai Ketertiban; ia telah memecatnya untuk menyatakan namanya sendiri bebas dari Majelis Nasional partai Ketertiban.
Dalih-dalih yang masuk akal untuk pemecatan ini tersedia berlimpah. Pemerintahan Barrot mengabaikan bahkan kesopanan yang mestinya membiarkan Presiden Republik tampil sebagai suatu kekuasaan berdamping-dampingan dengan Majelis Nasional. Selama reses Majelis Nasional Bonaparte mengumumkan sebuah surat pada Edgar Ney di mana ia seakan-akan tidak menyetujui sikap tidak-liberal Paus, tepat sebagaimana dalam oposisi dengan Majelis Konstituante ia telah mengumumkan sebuah surat di mana ia memerintahkan Oudinot untuk menyerang republik Roma. Manakala Majelis Nasional kini menyetujui anggaran untuk ekspedisi Roma, Victor Hugo, berdasarkan anggapan liberalisme, mengangkat surat ini untuk didiskusikan. Partai Ketertiban dengan hingar-bingar kecaman yang tak-masuk akal mencekik gagasan bahwa ide-ide Bonaparte dapat mempunyai sesuatu arti-penting politik. Tidak seorangpun dari para menteri itu menerima tantangan itu untuknya. Pada suatu kejadian lain Barrot, dengan retorikanya yang kosong yang sudah sangat terkenal, dari mimbar melemparkan kata-kata kejengkelan mengenai intrik-intrik yang buruk sekali yang, menurut pernyataannya, berlangsung dalam lingkungan dekat Presiden. Akhirnya, sementara pemerintahan itu dari Majelis Nasional mendapatkan suatu pensiun janda bagi Duchess Orleans ia menolak setiap usulan untuk meningkatkan Daftar Sivil Presiden. Dan dalam diri Bonaparte, calon kekaisaran begitu erat hubungannya dengan petualang yang sedang tidak mujur itu sehingga gagasan besar yang satu itu, bahwa dirinya terpanggil untuk memulihkan kekaisaran, selalu ditambah oleh yang lainnya, bahwa adalah tugas rakyat Prancis untuk membayar utang-utangnya.
Pemerintahan Barrot-Falloux merupakan pemerintahan parlementer yang pertama dan yang terakhir yang dilahirkan oleh Bonaparte. Bersesuaian dengan itu, pemecatannya merupakan suatu titik-balik yang menentukan. Dengannya partai Ketertiban kehilangan, untuk tidak pernah merebutnya kembali, suatu kedudukan yang tidak-bisa-tidak ada bagi dipertahankannya rezim parlementer, pengungkit kekuasaan eksekutif. Langsung menjadi jelas bahwa dalam suatu negeri seperti Perancis, di mana kekuasaan eksekutif memerintah suatu tentara birokrasi yang berjumlah lebih dari setengah juga orang dan karenanya selalu memelihara suatu massa kepentingan dan kehidupan yang luar biasa besarnya dalam ketergantungan yang paling mutlak; di mana Negara terlibat, mengontrol, mengatur, mengatasi, dan mendidik masyarakat madani/sivil dari manifestasi-manifestasi kehidupan yang paling komprehensif hingga geliatannya yang paling tidak berarti, dari cara keberadaannya yang paling umum hingga keberadaan perseorangan para individu; yang melalui pemusatan yang paling luar-biasa badan parasitik (benalu) ini memperoleh suatu keberadaan di mana-mana, suatu kemahakuasaan, suatu kapasitas mobilitas yang dipercepat, dan suatu kepegasan yang mendapatkan hanya suatu keseiringan dalam ketergantungan yang tak-berdaya, ketiadaan-bentuk yang longgar dari lembaga politik sesungguhnya – sudah jelas sekali bahwa dalam suatu negeri seperti itu Majelis Nasional kehilangan semua pengaruh sesungguhnya manakala ia kehilangan kekuasaan pos-pos kementerian/pemerintahan, jika ia pada waktu bersamaan tidak menyederhanakan administrasi negara itu, mengurangi tentara birokrasinya sejauh-jauh mungkin, dan, akhirnya, membiarkan masyarakat madani dan pendapat umum menciptakan organ-organnya sendiri, tidak bergantung pada kekuasaan pemerintahan. Tetapi justru dengan pemeliharaan mesin negara yang luas itu di dalam
jumlah besar percabangannya bahwa kepentingan-kepentingan material dari burjuasi Perancis paling erat berjalinan. Di sini ia mendapatkan pos-pos bagi kelebihan penduduknya dan mengatasinya dalam bentuk gaji-gajih negara untuk yang tidak dapat dikantongi dalam bentuk laba, bunga, sewa dan honorarium. Sebaliknya, kepentingan-kepentingan politiknya memaksanya untuk sehari-hari meningkatkan tindakan-tindakan represif dan karenanya sumber-sumber dan personel dari kekuasaan negara, sedangkan pada waktu bersamaan ia mesti melakukan suatu peperangan yang tiada terputus-putus terhadap pendapat umum dan dengan penuh curiga mencincang, melumpuhkan, organ-organ independen dari gerakan sosial, di mana ia tidak berhasil mengamputasi mereka secara menyeluruh. Demikian burjuasi Prancis dipaksa oleh kedudukan kelasnya untuk melenyapkan, di satu pihak, kondisi-kondisi vital semua kekuasaan parlementer, dan karenanya, secara serupa, kekuasaannya sendiri, dan membuat tidak-dapat-dilawan, di lain pihak, kekuasaan eksekutif yang memusuhinya.
Pemerintahan baru itu disebut Pemerintahan Hautpoul. Tidak dalam arti bahwa Jenderal Hautpoul telah menerima pangkat Perdana Menteri. Lebih tepatnya, serentak dengan –pemecatan Barrot, Bonaparte telah menghapus martabat ini, yang, memang, menghukum Presiden Republik pada status bukan-siapa-siapa secara hukum seorang monarki konsitusional, tetapi seorang monark konstitusional tanpa mahkota atau singgasana, tanpa tongkat atau pedang lambang kekuasaan, tanpa kebebasan dari tanggung-jawab, tanpa pemilikan martabat kenegaraan tertinggi yang tak-dapat diganggu-gugat, dan yang terburuk dari semuanya, tanpa suatu Daftar Sivil. Pemerintahan Hautpoul hanya terdiri atas satu orang dengan kedudukan parlementer, Fould si buaya-uang, salah seorang yang paling terkenal buruk dari para finansir besar. Ke dalam tangannya jatuh Kementerian Keuangan Prancis. Bacalah kutipan-kutipan di Bursa Paris dan anda akan mendapatkan bahwa sejak 1 November 1849 untuk seterusnya fonds Prancis (surat-surat berharga pemerintah) naik dan turun dengan naik dan turunnya saham-saham Bonaparte. Sementara Bonaparte dengan demikian telah mendapatkan sekutunya Carlier sebagai Kepala Polisi Paris.
Namun, hanya dalam proses perkembangan, konsekuensi-konsekuensi perubahan menteri-menteri itu menjadi jelas. Pertama-tama, Bonaparte telah mengambil langkah maju hanya untuk didorong balik secara lebih mencolok. Pesan kasarnya disusul oleh pernyataan kepatuhan yang paling membudak pada Majelis Nasional. Sesering para menteri itu berani melakukan susatu usaha yang berbeda untuk memperkenalkan keisengan-keisengan pribadinya sebagai usulan-usulan legislatif, mereka sendiri seakan-akan menjalankan, berlawanan dengan kehendak mereka dan terpaksa karena kedudukan mereka, kegiatan-kegiatan menertawakan yang ketidak-berhasilannya mereka telah ketahui di muka. Sesering Bonaparte mengucapkan tanpa pikir maksud-maksudnya dibalik punggung para menteri itu dan bermain-main dengan ideesnapoleoniennes-nya, menteri-menterinya sendiri mengingkarinya dari mimbar Majelis Nasional. Hasrat-hasratnya merebut kekuasaan seakanakan memperdengarkan diri hanya agar tawa penuh dengki lawan-lawannya jangan sampai dibungkam. Ia berkelakuan seperti seorang jenius yang tidak diakui, yang dipandang oleh seluruh dunia sebagai seorang yang bego. Tidak pernah ia menikmati hujatan semua kelas secara lebih sempurna daripada selama periode ini. Tidak pernah burjuasi memerintah lebih mutlak, tidak pernah ia memperagakan secara lebih berpura-pura lencana-lencana dominasi itu.
Aku tidak perlu menulis di sini sejarah mengenai kegiatan legislatifnya, yang diikhtisarkan selama periode ini dalam dua undang-undang: dalam undang-undang yang memberlakukan-kembali pajak anggur dan undang-undang pendidikan yang menghapus ketidak-percayaan. Jika minum anggur dibuat lebih sulit bagi orang Prancis, mereka disajikan secara lebih berlimpah-limpah dengan air kehidupan yang benar. Jika dalam undang-undang pajak anggur burjuasi menyatakan sistem perpajakan Prancis lama dan yang dibenci itu sebagai tidak dapat dilanggar, maka lewat undang-undang pendidikan ia berusaha menjamin di kalangan massa pikiran lama yang menerima sistem pajak itu. Orang diherankan melihat kaum Orleanis, borjuasi liberal, rasul-rasul tua dari Voltaireanisme dan filsafat eklektik, mempercayakan pada musuh turun-temurun mereka, kaum Jesuit, pengamat-amatan atas pikiran Prancis. Betapapun juga kaum Orleanis dan kaum Legitimis dapat berbeda pendapat mengenai para calon singgasana, mereka memahami bahwa mengamankan pemerintahan persatuan mereka mengharuskan dipersatukannya alat-alat represi dari dua kurun jaman, alat-alat penundukan dari Monarki Juli harus dilengkapi dan diperkuat dengan alat-alat penundukan Restorasi.
Kaum tani, yang dikecewakan dalam semua harapan mereka, dihancurkan lebih dari kapanpun oleh rendahnya tingkat harga gandum di satu pihak, dan oleh makin beratnya beban pajak dan utang hipotek di pihak lain, mulai bertindak di departemen-departemen. Mereka dijawab dengan suatu pengejaran terhadap para kepala/guru sekolah, yang ditundukkan pada kaum gereja, dengan suatu pengejaran terhadap para wali-kota, yang ditundukkan pada para kepala polisi, dan dengan suatu sistem mata-mata yang diberlakukan terhadap semua orang. Di Paris dan kota-kota besar reaksi itu sendiri mempunyai ilmu firasat kurun jamannya dan lebih banyak menantang daripada menghancurkan. Di pedesaan ia menjadi tumpul, membosankan, kasar, kerdil, dan menjengkelkan, singkat kata, gendarme itu. Orang memahami betapa tiga tahun rezim gendarme, yang ditahbiskan oleh para pendeta, tidak bisa- tidak mendemoralisasi massa-massa yang tidak dewasa/matang.
Berapa besarpun nafsu dan kecaman yang dapat digunakan oleh partai Ketertibanan terhadap minoritas mimbar Majelis Nasional, ucap-katanya tetap sama monosilabik (satu suku-kata)-nya seperti dari kaum, Kristiani, yang kata-katanya mesti: Yea, yea; nay, nay! (Ya, ya; tidak, tidak!). Sama monosilabiknya di atas mimbar seperti dalam pers. Datar bagaikan sebuah teka-teki yang jawabannya sudah diketahui di muka. Apakah itu mengenai hak mengajukan petisi atau pajak atas anggur, kebebasan pers atau perdagangan besar, piagam-piagam perkumpulan atau balai-kota, perlindungan kebebasan pribadi atau penetapan anggaran negara, semboyannya selalu berulang, temanya selalu tetap yang sama, putusannya selalu siap dan senantiasa berbunyi: Sosialisme! Bahkan liberalisme burjuis dinyatakan sosialistik, pencerahan borjuis sosialistik, reformasi keuangan burjuis sosialistik. Adalah sosialistik untuk membangun sebuah jalanan kereta-api di mana sebuah kanal sudah terdapat, dan adalah sosialistik untuk membela diri sendiri dengan sebuah tongkat apabila orang diserang dengan sebuah rapier (pedang tipis dan tajam).
Ini sama sekali bukan sekedar suatu kias kata, gaya atau taktik-taktik partai. Burjuasi mempunyai suatu wawasan yang mendalam mengenai fakta bahwa semua senjata yang telah ditempanya terhadap feodalisme telah membalikkan ujungnya pada dirinya sendiri, bahwa semua alat pendidikan yang telah dihasilkannya memberontak terhadap peradabannya sendiri, bahwa semua dewa yang telah diciptakannya telah menjauhi dirinya. Ia memahami bahwa semua yang disebut kebebasan-kebebasan borjuis dan organ-organ kemajuan telah menyerang dan mengancam kekuasaan kelasnya pada dasar sosialnya dan puncak politiknya secara serentak, dan bahwa oleh karenanya menjadi sosialistik. Dalam ancaman ini dan serangan ini ia secara tepat telah mengyingkap rahasia sosialisme, yang arti-penting dan kecenderungannya ia nilai secara lebih tepat daripada yang disebut sosialisme ketahui untuk menilai diri sendiri; yang tersebut belakangan dapat, karenanya, tidak memahami mengapa borjuasi tanpa berperasaan mengeraskan hatinya terhadapnya, apakah ia secara sentimental menangisi penderitaan-penderitaan umat-manusia, ataupun dalam semangat Kristiani menubuatkan milenium dan kasih persaudaraan universal, atau dalam gaya humanistik mengoceh tentang pikiran, pendidikan, dan kebebasan, atau dengan gaya doktriner menciptakan sebuah sistem bagi rekonsiliasi dan kesejahteraan semua kelas. Namun yang tidak dipahami burjuasi adalah kesimpulan logik bahwa rezim parlementernya sendiri, kekuasaan politiknya pada umumnya, kini tidak bisa tidak harus menerima keputusan hukuman karena dianggap sosialistik. Selama kekuasaan burjuasi tidak terorganisasi dengan sempurna, selama ia tidak mendapatkan ungkapan politiknya yang murni, antagonisme dari kelas-kelas lain secara serupa tidak akan tampil dalam bentuk murninya, dan di mana ia tampil seperti itu tidak dapat menerima perubahan berbahaya yang mentransformasi setiap perjuangan terhadap kekuasaan negara menjadi suatu perjuangan terhadap kapital. Jika dalam setiap geliatan kehidupan dalam masyarakat ia melihat ketenangan dibahayakan, bagaimana ia dapat berkeinginan untuk mempertahankan di pimpinan negara suatu rezim ketidak-tenteraman, rezimnya sendiri, rezim parlementer, rezim ini yang, menurut ungkapan salah seorang juru-bicaranya, hidup dalam perjuangan dan dengan perjuangan? Rezim parlementer hidup dengan diskusi, bagaimana aku mesti melarang diskusi? Setiap kepentingan, setiap lembaga sosial, di sini ditransformasi menjadi gagasan-gagasan umum, diperdebatkan sebagai ide-ide; bagaimana sesuatu kepentingan, sesuatu kelembagaan, mempertahankan dirinya di atas pikiran dan menanamkan dirinya sebagai suatu pasal kepercayaan? Perjuangan para orator di atas mimbar menimbulkan perjuangan pada penulis pers; kelompok debat dalam parlemen menyerahkan segala sesuatu pada keputusan mayoritas; bagaimana mayoritas besar di luar parlemen tidak berkehendak untuk menentukan? Manakala anda memainkan biola di puncak negara, apalagi yang mesti diharapkan kecuali bahwa yang di bawah sana menari?
Demikian dengan sekarang memberi stigma sosialistik pada yang sebelumnya dipuji-puji sebagai liberal, burjuasi mengaku bahwa kepentingan-kepentingannya sendiri mengimlahkan bahwa ia mesti dibebaskan dari bahaya kekuasaannya sendiri; bahwa untuk memulihkan ketenangan di dalam negeri maka parlemen burjuisnya mesti, pertamatama sekali, diberi obat penenangnya; bahwa untuk melestarikan keutuhan kekuasaan sosialnya maka kekuasaan politiknya mesti dipatahkan; bahwa masing-masing burjuis dapat terus mengeksploitasi kelas-kelas lain dan menikmati tanpa diganggu hak-milik/kekayaan, keluarga, agama, dan ketertiban hanya dengan syarat bahwa kelas mereka dikutuk bersama dengan kelas-kelas lain pada penghapusan (ke’zero’- an) politik yang sama; bahwa untuk menyelamatkan pundi-pundinya ia mesti mengingkari mahkota, dan pedang yang mestinya mengawal dirinya mesti pada waktu bersamaan digantung di atas kepalanya sendiri sebagai sebilah pedang Damocles.
Di wilayah kepentingan-kepentingan kewargaan umum, Majelis Nasional membuktikan dirinya sedemikian tidak-produktifnya sehingga, misalnya, diskusi mengenai jalanan kereta-api Paris- Avignon, yang dimulai pada musim dingin tahun 1850, masih belum matang bagi penyelesaiannya pada tanggal 2 Desember 1851. Manakala ia tidak menindas atau menjalankan suatu proses yang reaksioner ia dirundung kemandulan yang tidak dapat diobati.
Sementara pemerintahan Bonaparte untuk sebagian mengambil inisiatif dalam merancang undang-undang dalam semangat partai Ketertiban, dan sebagian lagi bahkan melampaui kekerasan partai itu dalam pelaksanaan dan administrasinya, ia, sebaliknya, berusaha dengan usulan-usulan kekanak-kanakan yang tidak lucu memenangkan ketenaran, menonjolkan oposisinya terhadap Majelis Nasional, dan mengisyaratkan suatu cadangan rahasia yang hanya untuk sementara waktu dicegah oleh kondisi-kondisi untuk membuat harta-harta tersembunyinya tersedia bagi rakyat Prancis. Seperti itulah usulan untuk mendekritkan suatu kenaikan upah sebesar empat sou sehari pada para bintara. Seperti itulah usulan suatu bank pinjaman berdasarkan sistem jasa untuk para pekerja. Uang sebagai pemberian dan uang sebagai pinjaman, adalah dengan prospek-prospek seperti ini ia mengharap memikat massa banyak. Donasi-donasi dan pinjaman-pinjaman – ilmu pengetahuan keuangan dari lumpen-proletariat, apakah berderajat tinggi atau rendah, dibatasi hingga ini saja. Seperti itulah pegas-pegas satu-satunya yang Bonaparte mengetahui cara menggerakkannya. Tiada pernah ada seorang penuntut yang berspekulasi secara lebih tolol atas ketololan massa banyak.
Majelis Nasional berulang-kali bertengkar sengit mengenai usaha-usaha yang jelas-jelas mengejar popularitas dengan mengorbankan Majelis itu, mengenai makin besarnya bahaya bahwa petualang ini, yang utangnya mendorong-dorong dan tiada reputasi yang terbukti menahannya, akan mengadu-untung dengan melakukan suatu kup karena putus-asa. Perselisihan antara partai Ketertiban dan Presiden telah mulai bersifat berbahaya ketika suatu peristiwa tidak terduga-duga melemparkannya dengan bertobat kembali ke pelukan partai itu. Yang kita maksudkan ialah pemilihan susulan tanggal 10 Maret 1850. Pemilihan ini dilangsungkan dengan maksud mengisi kursi-kursi perwakilan yang sesudah tanggal 13 Juni dianggap lowong karena pemenjaraan atau pembuangan. Paris hanya memilih calon-calon sosial-demokratik. Ia bahkan memusatkan kebanyakan dari suara itu pada seorang pemberontak bulan Juni 1848, pada De Flotte. Demikian burjuasi kecil Paris, dengan bersekutu dengan proletatriat, membalas dendamnya atas kekalahannya pada 13 Juni 1849. Ia tampaknya telah menghilang dari medan perang pada saat berbahaya hanya untuk muncul kembali di sana pada suatu kejadian yang lebih menguntungkan dengan kekuatan-kekuatan tempur yang lebih banyak dan dengan teriakan perang yang lebih berani. Satu situasi tampaknya meningkatkan bahaya kemenangan pemilihan ini. Tentara memberikan suaranya di Paris kepada pemberontakan Juni terhadap La Hitte, seorang menteri Bonaparte, dan di departemen-departemen sebagian terbesar untuk kaum Montagnard,[19] yang di sini juga, sekalipun memang tidak begitu menentukan seperti di Paris, mempertahankan kekuasaan atas lawan-lawan mereka.
Bonaparte mendapatlkan dirinya sendiri secara tiba-tiba sekali lagi berhadap-hadapan dengan revolusi. Seperti pada tanggal 29 Januari 1849, seperti pada tanggal 13 Juni 1849, demikian pada tanggal 10 Maret 1850, ia menghilang di balik partai Ketertiban. Ia menyatakan kepatuhan, ia dengan kecut-hati meminta ampun, ia menawarkan untuk mengangkat sesuatu pemerintahan yang disukai atas perintah mayoritas parlemen, ia bahkan memohon pada para pemimpin partai Orleanis dan Legitimis, para Thiers, para Berryer, para Broglie, para Mole, singkatnya, yang disebut para burgrave, agar memegang tampuk negara itu sendiri. Partai Ketertiban terbukti tidak mampu mengambil kesempatan yang tidak akan pernah kembali. Gantinya dengan berani mengambil kekuasaan yang ditawarkan, ia bahkan tidak memaksa Bonaparte untuk mendudukkan kembali pemerintahan yang dipecat pada 1 November; ia memuaskan dirinya dengan menghinanya dengan pengampunannya dan menggabungkan M. Baroche pada Pemerintahan Hautpoul. Sebagai jaksa penuntut umum Baroche ini telah menyerbu dan mengamuk didepan Pengadilan Tinggi di Bourges, yang pertama kali terhadap kaum revolusioner 15 Mei, yang kedua terhadap kaum dmokrat tangal 3 Juni, kedua-dua kali itu karena suatu percobaan atas nyawa Majelis Nasional. Tiada dari para menteri Bonaparte yang kemudian menyumbang lebih banyak pada penistaan Majelis Nasional, dan setelah 2 Desember 1851, kita sekali lagi bertemu dengannya sebagai wakil presiden dari Senat yang dilantik dengan nyaman dan dibayar tinggi. Ia telah meludahi sop kaum revolusioner agar Bonaparte memakannya hingga habis.
Partai sosial-demokratik, sendiri, tampaknya hanya mencari dalih-dalih untuk sekali lagi menyangsikan kemenangannya sendiri dan untuk menumpulkan ujungnya. Vidal, salah seorang dari para utusan Paris yang baru terpilih, telah dipilih secara serentak di Stasbourg. Ia telah dibujuk untuk menolak dipilih untuk Paris dan menerimanya untuk Strasbourg. Begitulah, gantinya memastikan kemenangannya di kotak suara dan dengan begitu memaksa partai Ketertiban berlawan dengannya sekali lagi di parlemen, gantinya dengan demikian memaksa lawan bertempur pada saat antusiasme rakyat dan suasana yang menguntungkan dalam tentara, partai demokratik mengesalkan Paris selama bulan-bulan Maret dan April dengan kampanye pemilihan baru, membiarkan nafsu-nafsu rakyat yang telah dibangkitkan itu meletihkan diri mereka dan meninggalkan permainan pemilihan sementara yang berulang-ulang ini, membiarkan enerji revolusioner mengenyangkan diri dengan keberhasilan-keberhasilan konstitusional, menghambur dirinya dalam intrik-intrik kerdil, pengingkaran-pengingkaran hampa, dan gerakangerakan palsu, membiarkan borjuasi berkumpul dan melakukan persiapan-persiapan, dan, akhirnhya, melemahkan arti-penting pemilihan-pemilihyan bulan Maret dengan sebuah komentar sentimental dalam pemilihan susulan bulan April, pemilihan Eugene Sue . Dalam satu kata, ia menjadikan suatu olok-olokan April dari 10 Maret itu.
Mayoritas parlementer memahami kelemahan antagonisnya. Ketujuh belas burgravenya – karena Bonaparte telah menyerahkan padanya pimpinan dan tanggung-jawab serangan itu– menyusun sebuah undang-undang pemilihan umum baru, yang introduksinya dipercayakan pada M. Faucher, yang melamar kehormatan itu untuk dirinya sendiri. Pada tanggal 8 Mei ia memperkenalkan undang-undang yang dengannya pemilihan umum mesti dihapuskan, suatu residensi (bertempat tinggal) tiga tahun dalam lokalitas pemilihan itu diberlakukan sebagai suatu persyaratan bagi para pemilih, dan yang terakhir, pembuktian tempat tinggal ini digantungkan dalam kasus kaum pekerja pada sebuah sertifikat dari para majikan mereka.
Tepat sebagaimana kaum demokrat telah, dengan gaya revolusionernya, mengamuk dan beragitasi selama berlangsungnya pemilihan konstitusional itu, maka kini, manakala dipersyaratkan untuk membuktikan sifat keseriusan dari kemenangan itu dengan senjata di tangan, maka dengan gaya konstitusional mereka mengkhotbahkan ketertiban, calme majestueux, aksi menurut hukum, yaitu, ketundukan membuta pada kehendak kontra-revolusi, yang memaksanakan dirinya sebagai hukum. Selama perdebatan Gunung telah mempermalukan peranan Ketertiban dengan menyatakan, berlawanan dengan nafsu revolusioner yang tersebut belakangan, sikap yang dingin dari si filistin yang bertahan diri di dalam undang-undang, dan dengan menebang partai itu hingga rubuh ke tanah dengan teguran mengerikan bahwa ia telah bertindak dengan suatu cara revolusioner. Bahkan para utusan yang baru terpilih itu berusaha mati-matian untuk membuktikan dengan tindakan pajangan dan bijaksana itu betapa sungguh keliru untuk menuduh mereka sebagai anarkis dan menafsirkan terpilihnya mereka sebagai suatu kemenangan untuk revolusi. Pada tanggal 31 Mei undang-undang pemilihan umum itu disahkan. Kaum Montagne memuaskan diri dengan menyelundupkan sebuah protes ke dalam kantong Presiden. Undang-undang pemilihan umum itu disusul dengan sebuah undang-undang pers baru, yang dengannya pers suratkabar revolusioner sepenuhnyua ditindas. Itu memang layak menjadi nasibnya. Nasional dan La Presse, dua organ burjuis, ditinggalkan setelah banjir itu sebagai pos-pos terdepan yang paling maju dari revolusi.
Kita telah melihat bagaimana selama Maret dan April para pemimpin demokratik melakukan segala sesuatu untuk melibatkan rakyat Paris dalam suatu perang-perangan pura-pura, bagaimana setelah 8 Mei mereka melakukan segala sesuatu untuk menahan mereka dari suatu pertempuran nyata. Sebagai tambahan pada ini, kita jangan lupa bahwa tahun 1850 merupakan salah satu tahun paling baik dari kemakmuran industri dan komersial, dan proletariat Paris karenanya sepenuhnya mempunyai pekerjaan. Tetapi undang-undang pemilihan tanggal 31 Mei 1850, mengeluarkannya dari sesuatu partisipasi dalam kekuasaan politik. Undang-undang itu memutuskan proletariat dari medan pertempuran itu sendiri. Undang-undang itu menghempaskan kembali kaum pekerja ke dalam posisi pariah yang mereka duduki sebelum Revolusi Pebruari. Dengan membiarkan diri mereka dipimpin oleh kaum demokrat dihadapan suatu peristiwa seperti itu dan melupakan kepentingtan-kepentingan revolusi dari kelas mereka untuk kasus dan kenyamanan sesaat, mereka menolak kehormatan menjadi suatu kekuatan yang menaklukkan, menyerah pada nasib mereka, membuktikan bahwa kekalahan bulan Juni 1848, telah mengeluarkan mereka dari perjuangan untuk bertahun-tahun lamanya dan bahwa proses sejarah itu untuk sementara akan kembali berlangsung tanpa mereka. Sedangkan demlokrasi burjuis-kecil yang pada tanggal 13 Juni telah berteriak: Tetapi jika sekali saja pemilihan umum diserang, maka kita akan memberi bukti pada mereka, kini menghibur diri sendiri dengan anggapan bahwa pukulan kontra-revolusioner yang mengenainya bukanlah suatu pukulan dan undang-undang tanggal 31 Mei bukanlah undang-undang. Pada Minggu kedua bulan Mei 1852, setiap orang Prancis akan muncul di tempat pemilihan (tempat pemberian suara) dengan kartu suara di satu tangan dan pedang di tangan lainnya. Dengan ramalan ini ia merasa puas. Akhirnya, tentara didisiplin oleh para perwira atasannya untuk pemilihan-pemilihan bulan Maret dan April 1850, tepat sebagaimana tentara itu telah didisiplin untuk pemilihan-pemilihan tanggal 28 Mei 1849. Kali ini, namun, ia mengatakan dengan tegas: “Revolusi tidak akan memperdaya kita untuk ketiga kalinya.”
Undang-undang 31 Mei 1850 adalah kudeta dari burjuasi. Semua penaklukannya atas revolusi hingga sekarang hanya mempunyai suatu sifat peralihan dan dibahayakan segera setelah Majelis Nasional yang ada mundur dari pentas. Mereka bergantung pada resiko-resiko suatu pemilihan umum baru, dan sejarah pemilihan-pemilihan sejak 1848 tanpa dapat disangkal membuktikan bahwa kekuasaan moral burjuasi atas massa rakyat telah hilang secara setara dengan berkembangnya dominasi mereka yang sesungguhnya. Pada 10 Maret pemilihan umum menyatakan dirinya secara langsung terhadap dominasi burjuasi; burjuasi menjadi dengan melarang pemilihan umum. Undang-undang 31 Mei oleh karenanya merupakan salah-satu keniscayaan perjuangan kelas. Di lain pihak, konstitusi mensyaratkan suatu minimum dari dua juta suara untuk menjadikan pemilihan Presiden Republik sahih. Jika tiada dari para calon untuk kepresidenan menerima minimum ini, maka Majelis Nasional harus memilih Presiden dari antara tiga calon yang kepadanya jumlah terbesar dari suara diberikan. Pada waktu ketika Majelis Konstituante membubarkan undang-undang ini, sepuluh juta pemilih telah didaftar dalam daftar pemilih. Dalam pandangannya, oleh karenanya, sepperlima dari 45 rakyat yang berhak memberikan suara sudah cukup untuk menjadikan pemilihan presiden itu sahih. Undang-undang 31 Mei mencoret sedikitnya tigta juta dari daftar pemilih itu, menurunkan jumlah rakyat yang berhak memberikan suaranya menjadi tujuh juta, dan sekalipun begitu mempertahankan minimum dua juta menurut hukum untuk pemilihan presiden. Karenanya ia telah menaikkan minimum menurut hukum dari seperlima menjadi hampir sepertiga suara yang efektif; yaitu, ia melakukan segala sesuatu untuk menyelundupkan pemilihan Presiden itu keluar dari tangan rakyat dan kedalam tangan Majelis Nasional. Dengan demikian melalui undang-undang pemilihan umum 31 Mei partai Ketertiban tampaknya telah menjadikan kekuasaannya dua kali lipat aman, dengan menyerahkan pemilihan Majelis Nasional dan pemilihan Presiden Republik kepada seksi masyarakat yang tidak bergerak.

[19] Montagne – Montagnard = gunung – yang menghuni daerah pegunungan.



BAB V MAJELIS KONSTITUANTE LAWAN BONAPARTE


Segera setelah krisis revolusioner dilalui dan hak pilih umum dihapuskan, perang antara Majelis Nasional dan Bonaparte pecah kembali.
Konstitusi telah menetapkan gajih Bonaparte sebesar 600.000 franc. Baru enam bulan setelah pelantikannya Bonaparte berhasil menaikkan jumlah ini dengan dua kali lipat, karena Odilon telah memeras dari Majelis Konstituante Nasional suatu upah tambahan sebesar 600.000 franc setahun untuk yang disebut uang representasi. Setelah 13 Juni Bonaparte telah membuat permintaan-permintaan serupa diputuskan lewat pengambilan suara, kali ini tanpa mendapatkan sambutan/jawaban dari Barrot. Kini, setelah 31 Mei, ia seketika memanfaatkan saat yang menguntungkan bagi dirinya dan menyuruh para menterinya mengajukan sebuah Daftar Sivil sebesar tiga juta franc dalam Majelis Nasional. Suatu masa hidup perantauan penuh petualangan yang panjang telah memberikan pada dirinya suatu antene perasaan yang paling berkembang untuk meraba-raba saat-saat lemah di mana ia dapat memeras uang dari borjuasinya. Ia menjalankan chantage [pemerasan] secara teratur. Majelis Nasional telah melanggar kedaulatan rakyat dengan bantuannya dan sepengetahuannya. Ia mengancam akan melaporkan kejahatannya pada pengadilan rakyat kecuali Majelis itu melonggarkan tali-tali dompetnya dan membeli kebungkamannya dengan tiga juta franc setahun. Majelis telah merampok tiga juta orang Prancis dari haknya. Ia menuntut, bagi setiap orang Prancis yang di luar peredaran, satu franc dalam peredaran, tepat tiga juta franc semuanya. Ia, yang terpilih dari enam juta, mengklaim kerugian-kerugian atas suara-suara yang ia katakan telah dicuri dari dirinya. Komisi Majelis Nasional menolak orang yang terus mendesak-desak itu. Pers Bonaparte mengancam. Dapatkah Majelis Nasional putus dengan Presiden Republik pada suatu saat manakala pada azasnya ia telah secara definitif putus dengan nasion itu? Majelis menolak Daftar Sivil tahunan itu, memang benar, tetapi Majelis telah memberikan, untuk sekali ini, suatu tambahan uang sebesar 2.160.000 franc. Majelis itu dengan demikian bersalah akan dua kelemahan karena memberikan uang dan pada waktu bersamaan memperlihatkan dengan kekesalannya bahwa ia memberikan itu dengan sangat-sangat berenggan. Kita akan melihat kemudian untuk maksud apa Bonaparte memerlukan uang itu. Setelah akibat kekesalan ini, yang menyusul segera setelah penghapusan hak pilih umum dan di mana Bonaparte mengubah sikapnya yang rendah-hati selama krisis Maret dan April dengan tantangan yang lancang pada parlemen yang merampas kekuasaan, Majelis Nasional menangguhkan persidangan selama tiga bulan, dari 11 Agustus hingga 11 November. Sebagai gantinya ia mengangkat sebuah Komisi Permanen yang terdiri atas duapuluhdelapan anggota, yang tidak menyertakan seorangpun Bonapartis tetapi beranggotakan beberapa orang republiken moderat. Komisi Permanen tahun 1849 hanya memasukkan orang-orang partai Ketertiban dan kaum Bonapartis. Tetapi pada waktu itu partai Ketertiban menyatakan dirinya secara permanen terhadap revolusi. Kali ini republik parlementer menyatakan dirinya secara permanen melawan Presiden. Setelah undang-undang 31 Mei, ini adalah satu-satunya saingan yang masih dihadapi partai Ketertiban.
Ketika Majelis Nasional bersidang lagi pada bulan November 1850, tampak bahwa, gantinya bentrokan-bentrokan kecil dengan Presiden, suatu perjuangan besar dan kejam, suatu perjuangan hidup dan mati di antara dua kekuatan itu, telah menjadi tidak terelakkan.
Seperti pada tahun 1849 begitulah selama reses parlementer tahun ini partai Ketertiban telah pecah menjadi berbagai faksi, masing-masing sibuk dengan intrik-intrik restorasinya sendiri, yang telah mendapatkan bahan makanan segar melalui kematian Louis Philippe. Raja Legitimis, Henry V, bahkan telah mengangkat suatu pemerintahan resmi yang berkedudukan di Paris dan di mana para anggota Komisi Permanen memegang jabatan-jabatan. Bonaparte, pada gilirannya, oleh karenanya berhak melakukan perjalanan-perjalanan ke departemen-departemen Prancis, dan menurut disposisi kota yang ia senangkan dengan kehadirannya, sebentar secara kurang-lebih secara tersembunyi, sebentar lagi kurang-lebih secara terbuka, menuruti rencana-rencana restorasinya sendiri dan meneliti suara-suara untuk dirinya sendiri. Pada prosesi-prosesi ini, yang Moniteur resmi yang besar dan Moniteur-moniteur swasta yang kecil dari Bonaparte dengan sendirinya harus dirayakan sebagai prosesi-prosesi kemenangan, ia selalu didampingi oleh tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan Perhimpunan 10 Desember. Perhimpunan ini berasal dari tahun 1849. Dengan dalih mendirikan sebuah perhimpunan penuh kebaikan, lumpen-proletariat Paris telah di organisasi menjadi seksi-seksi rahasia, masing-masing seksi dipimpin oleh agen-agen Bonaparte, dengan seorang jendral Bonapartis sebagai kepala seluruhnya. Di samping roués (bandot) yang rusak/busuk dengan cara hidup yang meragukan dan asal-usul yang meragukan, bersamasama anak keturunan burjuasi yang bangkrut dan petualang, adalah para gelandangan, serdadu-serdadu yang dipecat, penipu, maling-maling yang telah dilepas, budak-budak kapal yang melarikan diri, dukun keliling, lazaroni, tukang copet, penipu, tukang judi, maquereaux (mucikari), juragan bordil, , penipu, tukang angkut, literati, pemulung, pengemis, tukang pateri, tukang giling – singkat kata, seluruh massa yang tidak menentu, yang berantakan, yang terlempar ke sana dan ke sini, yang orang Prancis sebut la bohème (sembarang orang); dari unsur sejenis inilah Bonaparte membentuk inti dari Perhimpunan 10 Desember itu. Sebuah masyarakat yang baik hati –sejauh, seperti Bonaparte, semua anggotanya merasakan keperluan menguntungkan diri mereka sendiri dengan mengorbankan selurh nasion yang bekerja. Bonaparte ini, yang menjadikan dirinya sendiri pemimpin lumpen-proletariat, yang di sini saja menemukan kembali dalam bentuk massa kepentingan-kepentingan yang dikejarnya/dilakukannya secara pribadi, yang mengakui dalam sampah masyarakat ini, kotoran, buangan dari semua kelas satu-satunya kelas yang padanya ia dapat menyandarkan dirinya secara tanpa syarat, adalah Bonaparte yang sesungguhnya, Bonaparte sans phrase. Seorang bandot tua yang licik, ia memahami kehidupan historik nasion-nasion dan kinerja kenegaraan mereka sebagai sebuah komedi dalam pengertian yang paling vulgar, sebagai suatu pesta bertopeng di mana busana-busana, kata-kata dan sikap-sikap agung cuma berfungsi untuk menutup-nutupi kebangsatan paling kerdil. Demikian ekspedisinya ke Strasbourg, dimana burung hering Swiss yang terlatih itu memainkan peran burung elang Napoleonik. Untuk serbuan masuknya ke Boulogne dengan paksa ia menggunakan beberapa pesuruh/antek London dalam seragam Prancis. Mereka mewakili tentara. Dalam Perhimpunan 10 Desembernya, ia mengumpulkan sepuluh ribu bajingan yang mesti memainkan peran rakyat seperti Nick Bolton [Seorang pelaku dalam Midsummer Night’s Dream Shakespeare] sebagai singa. Pada suatu saat ketika burjuasi sendiri memainkan komedi yang paling sempurna, tetapi dalam gaya dunia yang paling serius, tanpa melanggar suatupun kondisi-kondisi pedantic (penonjolan keilmuan) dari etiket/tata-cara dramatik Perancis, dan sendiri setengah terkecoh, setengah diyakinkan kekhidmatan kinerja kenegaraannya sendiri, si petualang, yang menanggap komedi sebagai komedi sepolosnya, tidak bisa tidak mesti menang. Hanya setelah ia menyingkirkan lawannya yang khidmat, kini setelah ia sendiri memandang serius peran kekaisarannya dan di balik topeng Napoleonik membayangkan dirinya adalah Napoleon yang sesungguhnya, menjadilah ia korban dari konsepsinya sendiri mengenai dunia, si badut serius yang tidak lagi menganggap sejarah dunia sebagai suatu komedi tetapi komedinya sendiri sebagai sejarah dunia. Sebagaimana adanya ateliers nasional bagi para pekerja sosialis, sebagaimana adanya Guards mobile bagi kaum republiken burjuis, demikian adanya Perhimpunan 10 Desember bagi Bonaparte, kekuatan perjuangan partai yang khas bagi dirinya. Dalam perjalanan-perjalanannya detasemen-detasemen perhimpunan ini yang memenuhi jalan-jalan kereta mesti mengimprovisasikan publik sebagai panggung antusiasme rakyat, yang berteriak-teriak Vive l’Empereur

, menghina dan menghajar kaum republiken, dengan perlindungan polisi, tentu saja..... Dalam perjalanannya kembali ke Paris mereka mesti membentuk garda pendahulu, mencegah atau membubarkan demonstrasi-demonstrasi kontra. Perhimpunan 10 Desember adalah kepunyaannya, perhimpunan itu adalah karya gagasannya sendiri. Apapun lainnya yang ia hak-miliki diletakkan dalam tangannya oleh kekuatan keadaan; apapun lainnya yang ia lakukan, keadaan-keadaan itu melakukannya untuk dirinya atau ia puas menyalin dari perbuatan-perbuatan orang-orang lain. Tetapi Bonaparte dengan ungkapan-ungkapan resmi tentang ketertiban, agama, keluarga, dan hak-milik secara terbuka, di depan para warga, dan dengan perhimpunan rahasia dari kaum Schufterle dan Spiegelberg, perhimpunan kekacauan, prostitusi, dan pencurian, di belakang dirinya – itulah Bonaparte sendiri sebagai pencipta asli, dan sejarah Perhimpunan 10 Desember adalah sejarah dirinya sendiri.
Kini telah terjadi lewat pengecualian bahwa para wakil rakyat yang termasuk pada partai Ketertiban jatuh di bawah gada kaum Desembris. Lebih dari itu. Yon, komisaris polisi yang diangkat untuk Majelis Nasional dan ditugaskan mengawasi keamanannya, bertindak atas perintah seorang tertentu bernama Allais, memberi-tahukan pada Komisi Permanen bahwa suatu seksi dari kaum Desembris telah memutuskan untuk membunuh Jendral Changarnier dan Dupin, Presiden Majelis Nasional, dan sudah menunjuk individu-individu yang mesti melakukan perbuatan itu. Orang dapat memahami teror M. Dupin Sebuah pemeriksaan parlementer terhadap Perhimpunan 10 Desember – yaitu, pencemaran dunia rahasia Bonapartis – tampaknya tidak terelakkan. Tepat sebelum rapat Majelis Nasional Bonaparte secara bertepatan membubarkan perhimpunannya itu, sudah dengan sendirinya hanya di atas kertas, karena dalam sebuah memoar terperinci pada akhir tahun 1851 Kepala Polisi Carlier dengan sia-sia masih berusaha agar Bonaparte dengan sungguh-sungguh membubarkan kaum Desembris.
Perhimpunan 10 Desember tetap menjadi tentara preman Bonaparte hingga ia berhasil mentransformasi tentara publik menjadi sebuah Perhimpunan 10 Desember. Bonaparte melakukan usaha pertama dalam hal ini setelah penangguhan sidang Majelis Nasional, dan bertepatan dengan uang yang baru direbut dari Majelis itu. Sebagai seorang fatalis, ia hidup dalam keyakinan bahwa terdapat kekuasaan-kekuasaan lebih tinggi tertentu yang tidak dapat dilawan manusia, dan si prajurit khususnya. Di antara kekuasaan-kekuasaan ini ia masukkan, pertama-tama dan terutama, cerutu dan sampanye, unggas dingin dan sosis bawang-putih. Karenanya, sebagai awalnya, ia menjamu para perwira dan bintara di apartemennya di Elysee dengan cerutu dan sampanye, daging unggas dingin dan sosis bawang-putih. Pada tanggal 3 Oktober ia mengulangi manuver ini dalam sekala yang lebih besar pada parade tentara Satory. Sang paman teringat pada kampanye-kampanye Alexander di Asia, sang kemenakan teringat pada parade-parade kemenangan Bacchus di negeri yang sama. Alexander adalah seorang setengah-dewa, sudah pasti. Tetapi Bacchus adalah seorang dewa dan lagipula dewa pengajar dari Perhimnpunan 10 Desember.
Setelah peninjauan tanggal 3 Oktober, Komisi Permanen memanggil Menteri Peperangan Hautpoul. Hautpoul berjanji bahwa pelanggaran-pelanggaran disiplin ini tidak akan terulang. Kita mengetahui bagaimana pada tanggal 10 Oktober Bonaparte telah menepati janji Hautpoul. Sebagai komandan tertinggi dari tentara Paris, Changarnier memegang komando pada kedua peninjauan itu. Seketika seorang anggota Komisi Permanen, kepala Garda Nasional, penyelamat 29 Januari dan 13 Juni, benteng masyarakat, calon partai Ketertiban untuk kehormatankehormatan presidensial, paderi yang dicurigai dari dua monarki, ia hingga kini tidak pernah mengakui dirinyqa sendiri sebagai bawahan Menteri Peperangan, telah selalu secara terbuka mengejek konstitusi republiken, dan telah mengejar Bonaparte dengan suatu perlindungan agung yang mendua-arti. Kini ia dibakar oleh fanatisme akan disiplin terhadap Menteri Peperangan dan akan konstitusi terhadap Bonaparte. Sedangkan pada tanggal 10 Oktober satu seksi dari kavaleri berseru: Vive Napoléon

! Vivent les saucissons

! Changarnier mengatur agar sekurang-kurangnya infantri yang berbaris di bawah komando temannya, Neumayer, akan mempertahankan suatu kebungkaman dingin. Sebagai hukuman, Menteri Peperangan membebaskan Jendral Neumayer dari tugasnya di Paris atas suruhan Bonaparte, dengan dalih mengangkatnya menjadi jendral yang memegang komando atas divisi-divisi ke- Empatbelas dan ke-Limabelas. Neumayer menolak pergantian tugas ini dan dipaksa mengundurkan diri. Changarnier, sendiri, mengumumkan sebuah perintah harian pada tanggal 2 November yang dengannya ia melarang pasukan-pasukan melakukan teriakan-teriakan atau demonstrasi-demonstrasi jenis apapun selama bertugas. Surat-surat kabar Elysee menyerang Changarnier, surat-surat kabar partai Ketertiban menyerang Bonaparte; Komisi Permanen berulang-ulang mengadakan rapat-rapat rahasia di mana berulang-kali diusulkan untuk menyatakan negeri berada dalam bahaya; tentara seakan-akan terbagi menjadi dua kubu yang bermusuhan, dengan dua staf-umum yang bermusuhan, satu di Elysee, di mana Bonaparte tinggal, yang lainnya di Tuileries, markas Changarnier. Tampaknya hanya diperlukan rapat Majelis Nasional untuk memberi sinyal perang itu. Publik Prancis menilai perselisihan antara Bonaparte dan Changarnier ini seperti yang dikarakterisasi oleh wartawan Inggris dengan kata-kata berikut ini:
Para pembantu-rumah politik Perancis sedang menyapu bersih lahar membara dari revolusi dengan sapu-sapu tua dan bertengkar satu sama lain sambil melakukan pekerjaan mereka.
Sementara itu Bonaparte bergegas menyingkirkan Menteri Peperangan Hautpoul, cepat-cepat mengirimnya ke Algier, dan mengangkat Jendral Schramm menggantikan Hautpoul sebagai Menteri Peperangan. Pada tanggal 12 November ia mengirimkan sebuah pesan pada Majelis Nasional dengan gaya Amerika yang bertele-tele, yang perincian melewati batas, penuh ‘bau’ perintah, keras menghasratkan perujukan, diam-diam memberi persetujuan konstitusional, membahas segalagalanya, tetapi yang bukan masalah-masalah brulantes (masalah-masalah hangat) pada saat itu. Seakan-akan sambil lalu, ia membuat pernyataan bahwa menurut ketentuan-ketentuan khusus konstitusi hanya Presiden saja yang dapat mengatur tentara. Pesan itu ditutup dengan kata-kata yang sangat khidmat sebagai berikut:
Di atas segala-galanya, Prancis memerlukan ketenangan ... Tetapi terikat oleh sebua sumpah, aku akan bertahan di dalam batas-batas sempit yang ditetapkan bagi diriku ... Sejauh yang berkenaan dengan diriku, yangdipilih oleh rakyat dan berhutang kekuatanku hanya kepadanya,, aku akanselalu tunduk pada kehendaknya yang dinyatakan sesuai hukum.Seandainyua anda memutuskan pada sidang ini mengenai suatu revisiatas konstitusi, sebuah Majelis Konstituante akan mengatur kedudukankekuasaan eksekutif. Jika tidak, maka rakyat akan dengan khidmat mengumumkan keputusannya dalam tahun 1852. Tetapi apapun penyelesaian masa depan adanya, marilah kita mencapai suatu pemahaman, sehingga nafsu, keterkejutan, atau kekerasan itu tidak akan pernah menentukan nasib suatu nasion besar ... Yang menjadi perhatianku, di atas segala-galanya, bukan siapa yang akan memerintah Perancis pada tahun 1852, tetapi bagaimana menggunakan waktu yang tersisa padaku sehingga periode selangan itu dapat berlalu tanpa agitasi dan gangguan. Aku telah membuka hatiku pada kalian dengan ketulusan; kalian akan menjawab keterbukaanku dengan kepercayaan kalian, usaha-usahaku yang bersungguh-sungguh dengan kerjasama kalian, dan Tuhan akan melakukan yang selebihnya.
Bahasa burjuasi yang boleh dikata biasa-biasa saja, yang sedang-sedang kemunafikannya, yang terhormat itu mengungkapkan maknanya yang paling dalam di mulut otokrat Perhimpunan 10 Desember dan pahlawan piknik dari St.Maur dan Satory.
Para burgrave partai Ketertiban tidak untuk sesaatpun menipu diri mereka mengenai kepercayaan yang layak diberikan pada pembukaan hati ini. Di antara mereka yang telah lama bosan dengan ikrar-ikrar terdapatlah para veteran dan para ahli sumpah palsu. Mereka juga tidak gagal mendengar pasase mengenai tentara itu. Mereka memperhatikan dengan kecemasan bahwa dalam penyebutan satu-per-satu undang-undang yang akhir-akhir itu disahkan, pesan itu melewatkan undang-undang yang terpenting, undang-undang pemilihan umum, dengan kebungkaman yang terencana, dan lagi-pula, dalam peristiwa tidak adanya revisi atas konstitusi itu, menyerakan pemilihan Presiden dalam tahun 1852 pada rakyat. Undang-undang pemilihan umum adalah bola timah yang dirantaikan pada kaki partai Ketertiban, yang mencegahnya untuk berjalan dan apa lagi menyerbu maju! Lagi pula, dengan pembubaran Perhimpunan 10 Desember dan pemecatan Menteri Peperangan Hautpoul, Bonaparte telah dengan tangannya sendiri mengorbankan para kambing-hitam di atas altar negeri itu. Bonaparte telah menumpulkan pinggiran benturan yang diperkirakan akan terjadi. Akhirnya, partai Ketertiban sendiri dengan cemas berusaha menghindari, meredakan, menyembunyikan setiap konflik yang menentukan dengan kekuasaan eksekutif. Karena takut kehilangan penaklukan mereka atas revolusi, mereka membiarkan pesaing mereka merampas hasil-hasil revolusi itu. Di atas segala-galana, Perancis memerlukan ketenangan. Bonaparte melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan merebut kekuasaan, tetapi partai Ketertiban menimbulkan kegelisahan jika membuat huru-hara mengenai tindakan-tindakan ini dan menafsirkan mereka secara cemas-berlebihan. Sosis-sosis Satory sediam tikus manakala tidak ada orang berbicara tentang mereka. Di atas segala-galanya, Prancis memerlukan ketenangan. Oleh karenanya Bonaparte menuntut agar dirinya tidak diganggu, membiarkan dirinya berbuat sesuka hatinya dan partai parlementer dilumpuhkan oleh suatu ketakutan rangkap, ketakutan akan kembali menimbulkan kegelisahan revolusoner dan ketakutan dirinya sendiri tampil sebagai penghasut kegelisahan itu di mata klasnya sendiri, di mata kaum borjuis. Sebagai konsekuensinya, karena Prancis menuntut ketenangan di atas segala-galanya, partai Ketertiban tidak berani menjawab perang setelah Bonaparte berbicara tentang perdamaian di dalam pesannya. Publik itu, yang telah mengantisipasi adegan-adegan kehebohan besar pada pembukaan Majelis Nasional, diperdaya mengenai harapan-harapannya. Para utusan oposisi, yang menuntut Komisi Permanen mengajukan laporan mengenai peristiwa-peristiwa Oktober, dikalahkan oleh suara mayoritas. Pada dasarnya, semua perdebatan yang mungkin menimbulkan kegoncangan dihindari. Yang dilakukan Majelis Nasional selama November dan Desember 1850, sangat tidak menarik.
Pada akhirnya, menjelang akhir bulan Desember, peperangan gerilya telah dimulai mengenai sejumlah hak-hak prerogatif dari parlemen. Gerakan itu menjadi macet dalam pertengkaran-pertengkaran kerdil mengenai hak-hak prerogatif dari kedua kekuatan itu, karena burjuasi telah meniadakan perjuangan kelas untuk saat itu dengan menghapuskan hak pilih universal.
Suatu penilaian mengenai utang telah didapatkan dari pengadilan terhadap Mauguin, salah seorang dari para wakil rakyat. Menjawab sebuah penyelidikan ketua pengadilan, Menteri Kehakiman, Rouher, menyatakan bahwa sebuah capias (surat penahanan) mesti dikeluarkan terhadap pengutang tanpa banyak kesulitan. Mauguin dengan demikian dilempar ke dalam penjara pengutang. Majelis Nasional marah ketika mengetahui tentang serangan itu. Tidak saja Majelis memerintahkan agar Mauguin segera dibebaskan, tetapi bahkan memerintahkan agar ia dijemput dengan kekerasan dari Clichy petang itu juga, oleh pegawainya. Namun, untuk menguatkan kepercayaannya akan hak suci hak-milik perseorangan dan dengan gagasan di belakang kepalanya untuk membuka, dalam keadaan perlu, suatu tempat aman bagi kaum Montagnard (para penghuni pegunungan – kaum Jacobin) yang telah menjadi merepotkan, Majelis menyatakan penahanan wakil-wakil rakyat karena utang dibenarkan manakala persetujuannya telah diperoleh sebelumnya. Majelis lupa mendikritkan bahwa Presiden juga dapat dipenjara karena utang. Majelis menghilangkan kekebalan terakhir yang melindungi para anggotanya sendiri.
Mestinya masih diingat bahwa, bertindak berdasarkan informasi yang diberikan oleh seseorang tertentu bernama Allais, Komisaris Polisi Yon telah melaporkan satu seksi kaum Desembris karena merencanakan pembunuhan-pembunuhan Dupin dan Changarnier. Mengacu pada hal ini, pada sidang yang paling awal para quaestor (juru bayar) mengajukan saran agar parlemen membentuk sebuah angkatan kepolisian sendiri, yang dibayar dari anggaran privat Majelis Nasional dan secara mutlak tidak bergantung dari kepala kepolisian. Menteri Dalam Negeri, Baroche, memrotes terhadap invasi wilayahnya ini. Sebuah kompromi yang buruk sekali mengenai masalah ini dibuat, yang menentukan, memang benar, bahwa komisaris polisi dari Majelis mesti dibayar dari anggaran Majelis sendiri dan mesti diangkat dan diberhentikan oleh para juru-bayarnya, tetapi hanya sesudah mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri. Sementara pemerintah telah memulai pengadilan pidana terhadap Alais, dan di sini mudah menyajikan informnasinya sebagai suatu olok-olokan dan melalui mulut jaksa penuntut umum mengejek Dupin, Changarnier, Yon, dan seluruh Majelis Nasional. Karenanya, pada tanggal 29 Desember, Menteri Baroche menulis sepucuk surat pada Dupin, yang di dalamnya ia menuntut pemecatan Yon. Biro Majelis, dikejutkan oleh pelanggarannya dalam perkara Mauguin dan terbiasa setiap kali ia berusaha memukul kekuasaan eksekutif menerima dua pukulan balasan darinya, tidak membenarkan keputusan ini. Ia memecat Yon sebagai suatu ganjaran atas semangat resminya dan melucuti diri sendiri dari suatu hak istimewa parlementer yang tidak-bisa-tidak ada terhadap seseorang yang tidak memutuskan di malam hari agar melaksanakannya di siang hari, tetapi memutuskan di siang hari dan melaksanakannya di malam hari.
Kita kini telah mengetahui betapa pada kejadian-kejadian besar dan mencolok selama bulan-bulan November dan Desember, Majelis Nasional menghindari atau membatalkan pertempuran dengan kekuasaan eksekutif. Kini kita mengetahui bahwa Majelis itu terpaksa melakukan perjuangan pada kejadian-kejadian yang sekecil-kecilnya. Dalam perkara Mauguin Majelis menguatkan/mengkonfirmasi azas kesejahteraan wakil-wakil rakyat karena utang, tetapi mencadangkan hak untuk memberlakukannya hanya pada para wakil yang menjengkelkan dirinya dan bertengkar mengenai hak istimewa yang buruk ini dengan Menteri Kehakiman. Bukannya sendiri memanfaatkan yang dianggap sebagai komnplotan pembunuhan itu untuk mendikritkan suatu pemeriksaan terhadap Perhimpunan 10 Desember dan secara habis-habisan –di depan Prancis dan Eropa– membongkar kedok watak yang sebenarnya dari Bonaparte sebagai kepala lumpen-proletariat Paris, Majelis itu membiarkan konflik itu diturunkan derajatnya hingga satu titik di mana isu satu-satunya antara dirinya dan Menteri Dalam Negeri adalah siapa dari mereka mempunyai otoritas untuk mengangkat dan memberhentikan komisaris polisi. Demikian selama seluruh periode ini kita melihat partai Ketertiban dipaksa oleh kedudukannya yang samar-samar untuk menghamburkan dan mendisingtegrasikan perjuangannya dengan kekuasaan eksekutif dalam/menjadi pertengkaranpertengkaran yuridiksi, pokrol-pokrolan, penelitian legalistik yang berlebih-lebihan, dan perselisihan-perselisihan yang tak-mengenal batas, dan menjadikan masalah-masalah bentuk yang paling menertawakan dasar kegiatannya. Ia tidak berani mengangkat konflik itu pada saat manakala ini mempunyai arti-penting/makna dari sudutpandang azasi, manakala kekuasaan eksekutif sungguh-sungguh telah mengekspos dirinya dan perjuangan Majelis Nasional akan menjadi perjuangan nasion itu. Dengan berbuat begitu ia akan memberikan kepada nasion itu perintah-perintah untuk bergerak, dan ia tidak akan lebih takut pada apapun daripada bergeraknya nasion itu. Karenanya pada kejadian-kejadian seperti itu ia menolak gerakan-gerakan golongan Montagne dan bertindak sesuai keadaan saat itu. Masalah yang menjadi isu setelah dijatuhkan/dilepaskan seperti ini dalam aspek-aspek besarnya, kekuasaan eksekutif dengan tenang-tenang menunggu saatnya manakala ia dapat mengangkat masalah yang sama pada kesempatan-kesempatan remeh dan tak-penting, manakala ini, boleh dikata, hanya merupakan kepentingan parlementer secara lokal. Kemudian amarah yang ditekan dari partai Ketertiban itu meledak, kemudian ia merobek-robek tirai dari ruang di antara sayap-sayap gedung, kemudian ia mencela Presiden, kemudian ia menyatakan republik berada dalam bahaya, tetapi kemudian, juga, nafsunya tampak absurd dan kesempatan untuk perjuangan itu tampak sebagai suatu dalih munafik atau sama sekali tidak layak untuk diperjuangkan. Badai parlementer menjadi sebuah badai dalam sebuah cangkir teh, perjuangan itu menjadi sebuah intrik, konflik itu menjadi sebuah skandal. Sementara kelas-kelas revolusioner melihat dengan kesenangan keji penghinaan terhadap Majelis Nasional itu, karena mereka tepat sama antusiasnya mengenai hak-hak istimewa parlementer dari Majelis ini seperti yang tersebut belakangan ini antusiastik mengenai kebebasan-kebebasan publik, burjuasi di luar parlemen tidak mengerti bagaimana burjuasi di dalam parlemen dapat membuang-buang waktu dengan pertengkaran-pertengkaran kerdil seperti itu dan membahayakan ketenangan dengan persaingan-persaingan menertawakan seperti itu dengan Presiden. Ia dibingungkan oleh suatu strategi yang membuat perdamaian pada saat manakala seluruh dunia mengharapkan peperangan, dan serangan- pada saat ketika seluruh dunia percaya bahwa perdamaian telah dicapai.
Pada tanggal 30 Dsember Pascal Duprat menginterpelasi Menteri Dalam Negeri mengenai Lotere Batang-batang Emas. Lotere ini merupakan suatu anak perempuan Elysium. Bonaparte dengan para pengikutnya yang setia telah melahirkannya dan Kepala Polisi Carlier telah menempatkannya di bawah perlindungan resminya, sekalipun undangundang Prancis melarang semua lotere kecuali undian-undian untuk tujuan-tujuan amal. Tujuh juta lembar lotere seharga satu franc per lembar, keuntungan-keuntungannya menurut keterangan diabdikan untuk mengangkut para gelandangan Paris ke California. Di satu pihak, impian-impian keemas-emasan untuk menggantikan impian-impian sosialis proletariat Paris, harapan hadiah pertama yang menggiurkan menggantikan hak dalam teori untuk bekerja. Sudah dengan sendirinya para pekerja Paris tidak mengenali dalam gemerlap batang-batang emas California itu franc yang tidak menarik perhatian yang dipancing keluar dari kantong-kantong mereka. Namun, pada dasarnya, masalahnya tidak lain dan tidak bukan merupakan suatu penipuan terang-terangan. Para gelandangan yang ingin membuka tambang-tambang emas California tanpa susah-susah meninggalkan Paris adalah Bonaparte sendiri dan Meja Bundarnya yang dirundung utang. Tiga juta yang disahkan oleh Majelis Nasional telah dihambur-hamburkan dengan hidup secara liar takterkendali; dengan satu atau lain jalan pundi-pundi itu mesti diisi kembali. Dengan sia-sia Bonaparte telah membuka obligasi nasional untuk pembangunan yang dinamakan cites ouvrieres,[20] dan sendiri mengepalai daftar itu dengan suatu jumlah yang besar. Burjuasi yang berhati-keras dengan penuh kecurigaan menanti Bonaparte membayar bagiannya, dan karena ini sudah dengan sendirinya tidak terjadi, spekulasi dalam puri-puri sosialis di awang-awang itu seketika ambruk ke atas tanah. Batang-batang emas itu terbukti suatu spekulasi yang lebih baik. Bonaparte & Co. tidak puas dengan mengantongi sebagaian dari kelebihan tujuh juta melampaui batang-batang yang dijatahkan dalam hadiah-hadiah; mereka memuat lembaran-lembaran lotere palsu; mereka menerbitkan sepuluh, limabelas, dan bahkan dua puluh lembar dengan nomor yang sama – sebuah operasi finansial dalam semangat Perhimpunan 10 Desember! Di sini Majelis Nasional dihadapkan tidak dengan Presiden Republik yang dikarang-karang, tetapi dengan Bonaparte yang senyata-nyatanya. Di sini ia dapat memergokinya dalam perbuatannya, dalam konflik tidak dengan konstitusi tetapi dengan Codepenal.[21] Jika sesudah interpelasi Duprat ia melanjutkan sesuai aturan yang berlaku, hal ini tidak terjadi semata-mata karena usulan Girardin bahwa Majelis mesti menyatakan dirinya puas memperingatkan partai Ketertiban akan korupsinya sendiri yang secara sistematik itu. Burjuasi, di atas segala-galanya burjuasi yang digelembungkan menjadi seorang negarawan, melengkapi kejahatan prakteknya dengan keroyalan teori. Sebagai seorang negarawan ia menjadi, seperti kekuasaan negara yang menghadapinya, suatu makhluk lebih tinggi yang dapat dilawan hanya dengan suatu cara lebih tinggi, dengan gaya yang disucikan.
Bonaparte, yang justru karena dirinya seorang bohemian, seorang lumpen-proletar bangsawan, mempunyai kelebihan atas seorang bajingan borjuis dalam hal bahwa dirinya dapat melakukan perjuangan itu dengan licik, kini melihat, setelah Majelis dengan tangan sendiri memandu dirinya melalui tanah yang licin dari pesta-pesta militer, tinjauan-tinjauan, Perhimpunan 10 Desember, dan akhirnya Kitab Hukum Pidana, bahwa saatnya telah tiba manakala ia dapat beralih dari yang seakan-akan suatu defensif pada ofensif. Kekalahan-kekalahan kecil sementara itu didukung oleh Menteri Kehakiman, Menteri Peperangan, Menteri Angkatan Laut, dan Menteri Keuangan, yang melaluinya Majelis Nasional menunjukkan ketidak-senangannya, tidak terlalu dihiraukannya. Ia tidak saja mencegah para menteri mengundurkan diri dan dengan demikian mengakui kedaulatan parlemen atas kekuasaan eksekutif, tetapi kini dapat menggenapi yang telah dimulainya selama reses Majelis Nasional: dipisahkannya kekuasaan militer dari parlemen, penyingkiran Changarnier.
Sebuah surat-kabar Elysee mengumumkan sebuah perintah harian yang dianggap ditujukan kepada Divisi Tentara Pertama selama bulan Mei, dan karenanya dimulai dari Changarnier, di mana para perwira didesak, dalam kejadian suatu pemberontakan, agar tidak memberi ruang pada para pengkhianat dalam barisan mereka sendiri, melainkan agar seketika menembak para pengkhianat itu, dan menolak pasukan-pasukan bagi Majelis Nasional jika Majelis itu memerlukannya. Pada tanggal 31 Januari 1851, kabinet diinterpelasi mengenai perintah harian ini. Untuk menyelidiki masalah ini kabinet meminta waktu bernafas, mula-mula selama tiga bulan, kemudian seminggu, dan akhirnya hanya dua puluh empat jam. Majelis berkeras meminta suatu penjelasan seketika. Changarnier bangkit dan menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu perintah harian seperti itu. Changarnier menambahkan bahwa dirinya akan selalu segera menyesuaikan diri/memenuhi dengan tuntutan-tuntutan Majelis Nasional dan bahwa dalam kasus suatu benturan Majelis dapat mengandalkan pada dirinya. Majelis menerima pernyataannya dengan tepuk-tangan yang tidak tergambarkan dan mengesahkan suatu mosi kepercayaan pada diri Changarnier. Majelis melepaskan kekuasaan, mendikritkan impotensinya sendiri dan kemaha-kuasaan tentara dengan menempatkan dirinya sendiri di bawah perlindungan pribadi seorang jendral; tetapi jendral itu menipu dirinya sendiri ketika ia meletakkan dalam komandonya suatu kekuasaan yang hanya dipegangnya sebagai suatu pinjaman dari Bonaparte yang sama itu untuk melawan Bonaparte, dan ketika, pada gilirannya, ia berharap akan dilindungi oleh parlemen ini, anak-didiknya sendiri memerlukan perlindungan. Changarnier, namun, percaya akan kekuasaan misterius yang telah diberikan burjuasi pada dirinya sejak tanggal 29 Januari 1849. Changarnier memandang dirinya sendiri sebagai kekuasaan ketiga, yang berada berdamping-dampingan dengan kedua kekuasaan negara lainnya. Ia berbagi nasib dengan selebihnya pahlawan kurun jaman ini, atau lebih tepatnya para santo kurun jaman ini, yang kebesarannya justru terdiri atas penghargaan tinggi yang berprasangka terhadap mereka bahwa partai mereka menciptakan untuk kepentingannya sendiri dan yang mengkeret pada tokoh-tokoh sehari-hari segera setelah keadaan-keadaan meminta pada mereka untuk melakukan mukjijat-mukjijat. Ketidak-percayaan adalah, pada umumnya, musuh bebuyutan dari para yang dianggap pahlawan ini yang sebenarnya adalah santo-santo. Dari situlah kejengkelan moral maha-agtung mereka terhadap kekurangan antusiasme yang diperagakan oleh para badut dan pengejek.
Pada petang yang sama para menteri dipanggil ke Elysee. Bonaparte berkeras atas pemecatan Changarnier; lima menteri menolak memberikan tandatangannya; Moniteur mengumumkan sebuah krisis pemerintahan, dan pers partai Ketertiban mengancam akan membentuk sebuah tentara parlementer di bawah komando Changarnier. Partai Ketertiban memiliki kewenangan konstitusional untuk bertindak seperti itu. Ia semata-mata mesti menunjuk Changarnier sebagai presiden Majelis Nasional dan mengerahkan sesuatu jumlah pasukan yang dikehendakinya bagi perlindungannya. Majelis dapat melakukan hal itu dengan lebih aman karena Changarnier masih secara sungguh-sungguh memimpin tentara dan Garda Nasional Paris dan hanya menunggu untuk dikerahkan bersama dengan tentara. Pers Bonapartis bahkan masih belum berani mempertanyakan hak Majelis Nasional untuk mengerahkan pasukan-pasukan secara langtung, suatu kebijakan hukum yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak sangat menjanjikan. Bahwa tentara akan mematuhi perintah Majelis Nasional adalah mungkin apabila orang memperhatikan bahwa Bonaparte harus menggeledah seluruh Paris selama delapan hari untuk, pada akhirnya, menemukan dua jendral – Baraguay d’Hilliers dan Saint-Jean d’Angely– yang menyatakan diri mereka siap untuk menanda-tangani pemecatan Changarnier. Namun, bahwa partai Ketertiban dalam barisannya sendiri dan dalam parlemen dapat mengumpulkan jumlah suara yang diperlukan untuk suatu resolusi seperti itu adalah lebih daripada meragukan, manakala orang mengingat bahwa delapan hari kemudian dua ratus dan delapan puluh enam suara melepaskan diri dari partai Ketertiban dan bahwa dalam bulan Desember 1851, pada saat terakhir, kaum Montagne masih menolak sebuah usulan serupa. Sekalipun begitu, para burgrave barangkali, masih dapat berhasil memacu massa partai mereka pada suatu heroisme yang terdiri atas perasaan aman diri mereka sendiri di balik hutan bayonet dan menerima jasa-jasa sebuah tentara yang telah meninggalkan kubunya. Gantinya ini, pada petang tanggal 6 Januari, para tuan Burgrave memaksa diri mereka ke Elysee untuk membuat Bonaparte melepaskan kehendaknya memecat Changarnier dengan menggunakan ungkapan-ungkapan serba negarawan dan mendesakkan pertimbangan-pertimbangan negara. Siapa saja berusaha membujuk, ia diakui sebagai yang menguasai keadaan., Pada tanggal 12 Januari Bonaparte, yang terjamin dengan langkah ini, menunjuk sebuah pemerintahan baru di mana para pemimpin pemerintahan lama, Fould dan Baroche, tetap bertahan. Saint-Jean D’Angely menjadi Menteri Peperangan, Moniteur mengumumkan dekrit pemecatan Changarnier, dan komandonya dibagi antara Baraguay d’Hilliers, yang menerima Divisi Tentara Pertama, dan Perrot, yang menerima Garda Nasional. Benteng masyurakat telah dipecat, dan sementara hal ini tidak menimbulkan sesuatu genteng jatuh dari atapatap, angka-angka di Bursa, sebaliknya, menjulang naik.
Dengan menolak tentara, yang menempatkan diri dalam pribadi Changarnier bersedia untuk dikerahkan, dan dengan demikian menyerahkan tentara tanpa bisa ditarik kembali pada Presiden, maka partai Ketertiban menyatakan bahwa burjuasi telah kehilangan panggilannya untuk berkuasa. Sebuah pemerintahan parlementer sudah tidak ada. Setelah kini kehilangan cenkeramannya atas tentara dan Garda Nasional, sisa kekuatan apakah yang masih ada padanya yang dengannya ia sekaligus dapat mempertahankan kewenangan parlemen yang telah direnggut (darinya) atas rakyat dan kewenangan konstitusionalnya terhadap Presiden? Tidak ada yang tersisa. Hanya himbauan pada azas-azas impoten kini masih tersisa padanya, azas-azas yang ia sendiri selalu telah menafsirkannya sebagai ketentuan-ketentuan umum semata-mata, yang orang tentukan bagi orang-orang lain untuk dapat digerakkan sendiri secara lebih bebas. Pemecatan Changarnier dan jatuhnya kekuasaan militer ke dalam tangan Bonaparte menutup bagian pertama periode yang kita bahas itu, periode perjuangan antara partai Ketertiban dan kekuasaan eksekutif. Peperangan antara kedua kekuasaan itu kini telah diyatakan secara terbuka, dilakukan secara terbuka pula, tetapi hanya setelah partai Ketertiban telah kehilangan kedua-duanya: senjata maupun prajurit. Tanpa pemerintahan itu, tanpa tentara itu, tanpa rakyat itu, tanpa pendapat umum, setelah undang-undang pemilihan umumnya tanggal 31 Mei tidak lagi wakil dari nasion yang berdaulat, tanpa mata, tanpa telinga, tanpa gigi, tanpa apapun, maka Majelis Nasional telah menjalani suatu transformasi berangsur-angsur menjadi sebuah parlemen Prancis kuno yang harus menyerahkan aksi pada pemerintah dan memuaskan diri dengan geraman keluhan-keluhan post festum (terlambat).
Partai Ketertiban menerima pemerintahan baru itu dengan kejengkelan yang membadai. Jendral Bedeau teringat akan kelunakan Komisi Permanen selama reses itu, dan pertimbangan yang berlebih-lebihan yang ditunjukkannya dengan membebaskan pengumuman laporan-laporan komisi itu. Menteri Dalam-negeri sendiri kini berkeras atas diumumkannya laporan-laporan itu, yang pada waktu ini dengan sendirinya telah menjadi sama pudarnya seperti air selokan, tidak mengungkapkan kenyataan-kenyataan baru, dan tidak mempunyai sedikitpun pengaruh atas publik yang telah bosan. Atas usulan Remusat Majelis Nasional menjauhkan diri dari tugasnya dan mengangkat sebuah Komisi untuk Langkah-langkah Luar-biasa. Paris meninggalkan yang kurang penting dari kebiasaan rutin biasanya sehari-hari karena pada saat ini perdagangan sedang makmur-makmurnya, pabrik-pabrik sibuk, harga-harga gandum rendah, bahan-bahan makanan melimpah-ruah, dan bank-bank simpanan menerima deposit-deposit segara setiap harinya. Langkah-langkah Luar-biasa yang telah diumumkan parlemen dengan begitu banyak pukulan genderang melempem pada tanggal 18 Januari menjadi sebuah mosi ketidak-percayaan terhadap pemerintahan tanpa Jendral Changarnier disebut-sebut satu kalipun. Partai Ketertiban dipaksa menyusun mosinya dengan cara ini untuk mengamankan suara-suara kaum republiken, karena dari semua tindakan pemerintah, pemecatan Changarnier adalah justru satu-satunya tindakan yang disetujui kaum republiken, sedangkan partai Ketertiban dalam kenyataan tidak berada dalam suatu posisi untuk mengecam tindakan-tindakan pemerintah lainnya yang telah diimlahkannya sendiri.
Mosi ketidak-percayaan tanggal 18 Januari disetujui oleh empat ratus lima belas suara lawan dua ratus delapan puluh enam suara. Demikian, ia disokong hanya oleh suatu koalisi dari kaum Legitimis dan Orleanis ekstrem dengan kaum republiken murni dan kaum Montagne. Demikian telah dibuktikan bahwa partai Ketertiban telah kalah dalam konflik-konflik dengan Bonaparte tidak saja pemerintahan, tidak saja tentara, tapi juga mayoritas parlementernya yang independen; bahwa suatu skuadron wakil-wakil telah meninggalkan kubunya, karena fanatisme akan konsiliasi, karena takut akan perjuangan, karena kelemahan, karena perhatian keluarga akan gajih-gajih negara yang begitu dekat dan disayang oleh mereka, karena spekulasi mengenai pos-pos pemerintahan yang menjadi lowong (Odilon Barrot), karena egoisme semata, yang membuat burjuasi biasa selalu bercondong untuk mengorbankan kepentingan umum dari kelasnya untuk motif perseorangan yang ini atau yang itu... Dari awal, para wakil Bonapartis menempel partai Ketertiban hanya dalam perjuangan melawan revolusi. Pemimpin partai Katholik, Montalembert, pada waktu itu sudah mengerahkan pengaruhnya ke dalam skala Bonapartis, karena ia berputus-asa mengenai prospek-prospek hidupnya partai parlementer. Yang terakhir, para pemimpin partai ini, Thiers dan Berryer, si Orleanis dan si Legitimis secara terbuka dipaksa untuk memproklamasikan diri mereka republiken, mengaku bahwa hati mereka adalah royalis tetapi kepala mereka republiken, bahwa republik parlementer adalah satu-satunya bentuk yang mungkin bagi kekuasaan burjuasi sebagai suatu keseluruhan. Demikian mereka dipaksa, di depan mata kelas burjuis itu sendiri, untuk mencap rencana-rencana restorasi yang mereka terus secara tiada henti-hentinya jalankan di belakang punggung parlemen, sebagai suatu intrik yang sama berbahaya sebagaimana intrik itu tak ber-otak.
Mosi ketidak-percayaan tanggal 18 Januari memukul para menteri dan tidak mengenai Presiden. Tetapi bukan pemerintahan, melainkan Presiden yang telah memecat Changarnier. Mestikah partai Ketertiban mendakwa (impeach = memanggil untuk mempertanggung-jawabkan) Bonaparte sendiri? Karena hasrat-hasrat restorasinya? Yang tersebut terakhir hanya menambahkan dirinya sendiri. Karena komplotannya dalam hubungan dengan tinjauan-tinjauan militer dan Perhimpunan 10 Desember? Mereka telah mengubur tema-tema ini sejak lama dengan perintah-perintah harian rutin. Karena pemecatan pahlawan 20 Januari dan 13 Juni, orang yang pada bulan Mei 1850 telah mengancam membakar empat penjuru Paris jika terjadi suatu pemerontakan? Sekutu-sekutu mereka kaum Montagne dan Cavaignac bahkan tidak memperkenankan mereka untuk mengangkat bentuk masyarakat yang jatuh dengan jalan suatu pernyataan simpati secara resmi. Mereka sendiri tidak dapat menolak kewenangan konstitusional Presiden untuk memecat seorang jendral. Mereka marah hanya karena presiden telah melakukan suatu penggunaan hak konstitusionalnya secara tidak-parlementer. Tidakkah mereka selalu menggunakan hak-istimewa parlementer mereka secara tidak konstitusional, khususnya sehubungan dengan penghapusan hak pilih universal? Oleh karenanya mereka telah direduksi untuk bergerak di dalam batas-batas yang sepenuhnya parlementer. Dan diperlukan penyakit khas yang sejak tahun 1848 telah melanda seluruh benua (Eropa), kretinisme ( kekerdilan) parlementer, yang memancangkan yang telah dijangkitinya dalam sebuah dunia imajiner dan merampas mereka dari segala akal, segala ingatan, segala pemahaman akan dunia eksternal yang kasar – diperlukan kekerdilan parlementer ini bagi mereka yang telah menghancurkan semua kondisi kekuasaan parlementer dengan tangan mereka sendiri, dan tidak bisa tidak menghancurkan mereka dalam perjuangan mereka dengan kelas-kelas lain, untuk tetap memandang kemenangan-kemenangan parlementer mereka sebagai kemenangan-kemenangan dan percaya bahwa mereka telah mengenai Presiden dengan menyerang para menterinya. Mereka semata-mata memberikan kepadanya kesempatan untuk menghina lagi Majelis Nasional di mata nasion. Pada tanggal 20 Januari Moniteur mengumumkan bahwa pengunduran diri seluruh pemerintahan telah diterima. Dengan dalih bahwa tiada partai parlementer yang masih mempunyai suatu mayoritas –sebagaimana dibuktikan oleh pemberian suara pada tanggal 18 Januari, buah koalisi antara kaum Montagne dan kaum Royalis, – dan penangguhan pembentukan suatu pemerintahan baru, yang darinya tiada seorang anggota pun adalah seorang wakil Majelis, karena semuanya secara mutlak adalah individu-individu yang tidak dikenal dan tidak penting; sebuah pemerintahan dari para pengawai dan penyalin belaka. Partai Ketertiban kini dapat bekerja secara habis-habisan memainkan boneka-boneka ini; kekuasaan eksekutif tidak memandangnya layak untuk secara serius diwakili dalam Majelis Nasional. Semakin para menterinya ini merupakan boneka-boneka semata, semakin jelas pula Bonaparte memusatkan seluruh kekuasaan eksekutif pada dirinya sendiri dan semakin banyak bidang yang harus dieksploitasinya untuk kepentingankepentingan dirinya sendiri.
Dalam koalisi dengan kaum Montagne, partai Ketertiban membalas dendamnya dengan menolak memberikan 1.800.000 franc pada Presiden yang pemimpin Perhimpunan 10 Desember telah memaksa pengawai-pegawai pemerintahannya usulkan. Kali ini suatu mayoritas dari hanya seratus dua suara yang menentukan urusan itu; dengan demikian dua puluh tujuh suara telah berkurang sejak 18 Januari; pembubaran partai Ketertiban sedang berlangsung. Pada waktu bersamaan, agar tiada sesaatpun adanya kesalahan mengenai makna koalisinya dengan kaum Montagne, ia bahkan mencemooh mempertimbangkan sebuah usulan yang ditanda-tangani oleh seratus-delapan puluh sembilan anggota Montagne yang menyerukan suatu amnesti umum bagi pelanggar-pelanggar politik. Cukup bagi Menteri Dalam-negeri, seseorang tertentu bernama Vaisse, untuk menyatakan bahwa ketenangan hanya tampak di luarnya saja, bahwa secara diam-diam bersimerajalela agitasi besar, bahwa secara diam-diam perhimpunan-perhimpunan sedang diorganisasi di mana-mana, surat-surat kabar demokratik sedang bersiap-siap untuk terbit lagi, laporan-laporan dari departemen-departemen tidak menguntungkan, para pengungsi Jenewa sedang memimpin sebuah konspirasi meluas lewat Lyon ke seluruh bagian Selatan Prancis, Prancis berada di tepi suatu krisis industri dan komersial, para pengusaha Roubaix telah mengurangi jam-jam kerja, para tahanan Belle Isle sedang memberontak – bahkan cukup bagi seorang Vaisse untuk membangkitkan hantu merah dan partai Ketertiban menolak tanpa diskusi sebuah mosi yang pasti akan memberikan pada Majelis Nasional ketenaran luar biasa dan melempar kembali Bonaparte ke dalam pelukannya. Daripada membiarkan dirinya sendiri diintimidasi oleh kekuasaan eksekutif dengan prospek gangguan-gangguan baru, ia mestinya lebih memungkinkan perjuangan kelas sedikit ruang gerak, agar kekuasaan eksekutif bergantung padanya. Tetapi ia tidak merasa dirinya cukup mampu untuk bermain dengan api.
Sementara itu yang disebut pemerintahan peralihan terus hidup hingga pertengahan bulan April. Bonaparte mengesalkan dan mengakali Majelis Nasional dengan kombinasi-kombinasi pemerintahan selalu berganti-ganti. Sebentar tampak diinginkannya mem-bentuk sebuah pemerintahan republiken dengan Lamartine dan Billault, sebentar kemudian ia menginginkan sebuah pemerintahan parlementer dengan Odilon Barrot yang tidak terelakkan itu, yang namanya tidak pernah tidak hadir manakala diperlukan seorang penipu, kemudian lagi sebuah pemerintahan Legitimis dengan Vatimesnil dan Benoit d’Azy, lalu sebuah pemerintahan Orleanis dengan Maleville. Sementara dengan demikian Bonaparte mempertahankan berbagai faksi dari partai Ketertiban berada dalam ketegangan yang satu terhadap yang lainnya, dan mengancam mereka secara keseluruhan dengan prospek suatu pemerintahan republiken dan restorasi hak pilih universal sebagai akibat yang tidak terelakkan, Bonaparte pada waktu bersamaan menimbulkan keyakinan burjuasi bahwa usaha-usahanya yang jujur untuk membentuk sebuah pemerintah parlementer sedang dihalang-halangi oleh faksifaksi royalis yang tak dapat didamaikan itu. Namun, burjasi itu semakin lantang menyerukan suatu pemerintahan yang kuat: borjuasi menganggapnya semakin tidak dapat dimaafkan untuk membiarkan Prancis tanpa suatu pemerintahan, semakin pula suatu krisis umum komersial kini sedang mengancam, dan memenangkan rekrut-rekrut untuk sosialisme di kota-kota, tepat sebagaimana dilakukan harga gandum yang murahnya sungguh menghancurkan di daerah pedesaan. Setiap hari perdagangan menjadi semakin sepi, jumlah pengangguran nyata meningkat; sepuluhribu pekerja, sekurang-kurangnya, tidak makan di Paris, tak-terhitung jumlah parik-pabrik yang menganggur di Rouen, Mulhouse, Lyon, Roubaix, Tourcoing, St. Ettienne, Elbeuf, dsb. Dalam situasi ini Bonaparte dapat berusaha, pada tanggal 11 April, memulihkan pemerintahqan tanggal 18 Januari: Tuan-tuan Rouler, Fould, Baroche, dsb. dengan diperkuat oleh M. Leon Faucher, yang oleh Majelis Konstituante selama hari-hari terakhirnya telah, dengan pengecualian suara dari lima orang menteri, dengan suara bulat dicap oleh sebuah mosi tidak-percaya karena telah mengirimkan telegram-telegram palsu. Majelis Nasional oleh karenanya telah mendapatkan kemenangan atas pemerintahan tanggal 18 Januari, telah bergulat dengan Bonaparte selama tiga bulan, hanya untuk mendapatkan Fould dan Baroche pada tanggal 11 April mengakui si puritan Faucher sebagai suatu pihak ketiga ke dalam persekutuan pemerintahan mereka.
Pada bulan November 1849 Bonaparte telah memuaskan dirinya sendiri dengan sebuah pemerintahan non-parlementer, pada bulan Januari 1851, dengan sebuah pemerintahan ekstra-parlementer, dan pada 11 April ia merasa dirinya cukup kuat untuk membentuk sebuah pemerintahan anti parlementer, yang secara serasi memadukan pada dirinya suara-suara tidak percaya dari kedua Majelis, Majelis Konstituante dan Majelis Legislatif, suara republiken dan suara royalis. Penggradasian pemerintahan-pemerintahan ini merupakan termometer yang dengannya parlemen dapat mengukur turunnya kehangatan vitalnya sendiri. Menjelang akhir bulan April yang tersebut terakhir telah jatuh sedemikian rendahnya sehingga Persigny, dalam sebuah wawancara pribadi, dapat mendorong Changarnier untuk menyeberang ke kubu Presiden. Bonaparte, demikian ia memastikan pada Changarnier, memandang pengaruh Majelis Nasional telah sepenuhnya hancur, dan proklamasi sudah dipersiapkan bahwa akan diumumkan setelah kudeta itu, yang senantiasa diperhatikan tetapi secara kebetulan ditunda. Changarnier memberi-tahukan kepada para pemimpin partai Ketertiban mengenai pemberitaan kematian itu, tetapi siapakah yang percaya bahwa gigitan kutu mematikan? Dan parlemen, terpukul, tercerai-berai, dan bertandakan-kematian sebagaimana adanya, tidak dapat membujuk dirinya sendiri agar melihat dalam duelnya dengan ketua Perhimpunan 10 Desember yang mengerikan itu hanya sebuah duel dengan seekor kutu-ranjang. Tetapi Bonaparte menjawab partai Ketertiban sebagai Agesilaus menjawab Raja Agis: “Aku tampak bagi anda seperti seekor semut, tetapi suatu hari kelak aku akan menjadi seekor singa.” [22]

[20] kota-kota kaum pekerja.
[21] Kitab Undang-undang Pidana.
[22] Parafrase dari sebuah kisah oleh pengarang Yunani Athenaeus (kira-kira abad kedua Sebelum Masehi) dalam bukunya, Deipnosophistae.—Ed. ]


BAB VI KEMENANGAN BONAPARTE


Koalisi dengan golongan Montagne dan golongan republiken murni, yang dengannya partai Ketertiban memandang dirinya terhukum dalam usaha-usahanya yang sia-sia untuk menguasai militer dan merebut kembali kekuasaan tertinggi eksekutif, terbukti secara tidak dapat diubah lagi bahwa ia telah kehilangan mayoritas parlementernya yang independen. Pada tanggal 28 Mei semata-mata kekuatan kalender, kekuatan jam, memberikan sinyal bagi disintegrasinya secara menyeluruh. Dengan 28 Mei, tahun terakhir hidup Majelis Nasional dimulai. Ia kini mesti memutuskan untuk melanjutkan konstitusi tanpa perubahan apapun atau merevisinya. Tetapi merevisi konstitusi –itu tidak hanya berarti kekuasaan burjuasi atau partai demokrasi burjuis-kecil, demokrasi atau anarki proletar, republik parlementer atau Bonaparte, itu berarti sekaligus Orlean atau Bourbon! Demikian di tengah-tengah parlemen itu jatuh buah apel pertengkaran yang tidak-bisa-tidak secara terbuka membakar konflik kepentingan-kepentingan yang memecah partai Ketertiban menjadi faksi-faksi yang bermusuhan. Partai Ketertiban merupakan suatu kombinasi dari substansi-substansi sosial yang heterogen. Masalah revisi menimbulkan suatu suhu politik yang dengannya produk itu kembali pecah ke dalam komponen-komponen aslinya.
Kepentingan kaum Bonapartis akan suatu revisi sederhana sekali. Bagi mereka itu di atas segala-galanya merupakan suatu persoalan penghapusan Pasal 45, yang melarang pemilihan-kembali Bonaparte dan perpanjangan otoritasnya. Tidak lebih pelik tampak posisi kaum republiken. Mereka tanpa syarat menolak setiap revisi; mereka memandang itu suatu komplotan universal terhadap republik. Karena mereka menguasai lebih dari se-per-empat suara dalam Majelis Nasional, dan menurut konstitusi tiga-per-empat dari suara diperlukan untuk keabsahan sebuah resolusi dilakukannya revisi dan bagi bersidangnya suatu Majelis untuk melakukan revisi itu, mereka tidak hanya perlu menghitung suara mereka untuk memastikan suatu kemenangan. Dan mereka yakin akan kemenangan itu.
Sedangkan terhadap posisi-posisi yang jelas, partai Ketertiban mendapatkan dirinya tidak mungkin lepas dari jerat kontradiksi-kontradiksi. Jika ia mesti menolak revisi, ia akan membahayakan status quo, karena itu akan memberikan pada Bonaparte hanya satu jalan keluar, yaitu jalan kekerasan; dan karena pada hari Minggu kedua dalam bulan Mei 1852, pada saat yang menentukan itu, itu akan menyerahkan Prancis pada anarki revolusioner, dengan seorang Presiden yang telah kehilangan otoritasnya, dengan sebuah parlemen yang telah lama tidak memiliki otoritas, dan dengan suaru rakyat yang bermaksud untuk merebutnya kembali. Jika ia memberi suara bagi revisi konstitusional, ia mengetahui bahwa ia memberi suara secara sia-sia dan akan tidak-bisa-tidak gagal secara konstitusional karena veto kaum republiken. Jika ia secara tidak konstitusional menyatakan suara mayoritas sederhana akan mengikat, maka ia dapat berharap mendominasi revolusi hanya jika ia menundukkan dirinya sendiri tanpa syarat pada kedaulatan kekuasaan eksekutif; maka itu akan menjadikan Bonaparte kuasa konstitusi, kuasa atas revisinya, dan atas partai itu sendiri. Suatu revisi parsial, yang akan memperpanjang otoritas Presiden, akan melicinkan jalan bagi perebutan kekuasaan kekaisaran. Suatu revisi umum, yang akan memperpendek keberadaan republik, akan menghantar klaim-klaim dinasti itu ke dalam konflik yang tidak terelakkan, karena kondisi-kondisi bagi suatu restorasi Bourbon dan suatu restorasi Orleanis tidak saja berbeda, keduanya itu secara timbal-balik saling meniadakan.
Republik parlementer adalah lebih daripada wilayah netral di mana kedua faksi dari burjuasi Prancis, kaum Legitimis dan kaum Orleanis, pemilikan tanah besar dan industri, dapat hidup berdampingan dengan kesetaraan hak-hak. Adalah kondisi yang tidak terelakkan dari kekuasaan bersama mereka, satu-satunya bentuk negara di mana kepentingan umum kelas mereka menundukkan pada dirinya sekaligus klaim-klaim khusus faksi-faksi mereka dan semua kelas masyarakat yang selebihnya. Sebagai kaum royalis mereka terjengkang kembali ke dalam antagonisme lama mereka, ke dalam perjuangan untuk supremasi kepemilikan atas tanah atau uang, dan pernyataan tertinggi dari antagonisme ini, personifikasinya, adalah raja-raja mereka sendiri, dinasti-dinasti mereka. Dari situlah perlawanan partai Ketertiban terhadap penarikan kembali golongan Bourbon.
Wakil rakyat dan Orleanis Creton dalam tahun 1849, 1850 dan 1851 secara berkala telah mengajukan sebuah mosi bagi pembatalan dekrit yang membuang keluarga-keluarga raja. Secara sama teraturanya parlemen telah menyajikan tontotan mengenai suatu Majelis kaum royalis yang secara keras-kepala telah memblokir pintu-pintu gerbang lewat mana raja-raja mereka yang dibuang itu mungkin pulang kembali. Richard III membunuh Henry IV, dengan menyatakan dirinya terlalu baik bagi dunia ini dan bahwa tempatnya yang tepat adalah di surga. Kaum royalis menyatakan Prancis terlalu buruk untuk memiliki raja-rajanya lagi. Terkekang oleh kekuatan situasi, mereka telah menjadi republiken dan berulang-ulang telah mengesahkan keputusan rakyat yang membuang raja-raja mereka dari Prancis.
Suatu revisi atas konstitusi –dan situasi telah memaksa agar hal itu dipertimbangkan– mempersoalkan, bersama dengan republik itu, kekuasaan bersama dari kedua faksi borjuis, dan meninjau, dengan kemungkinan sebuah monarki, persaingan kepentingan-kepentingan yang telah diwakili secara dominan oleh monarki secara bergiliran, perjuangan supremasi faksi yang satu atas faksi yang lainnya. Para diplomat partai Ketertiban yakin bahwa mereka dapat menyelsaikan perjuangan itu dengan suatu penyatuan/peleburan kedua dinasti itu, dengan yang disebut peleburan partai-partai royalis dan keluargakeluarga kerajaan mereka. Penyatuan sesungguhnya dari Restorasi dan Monarki Juli adalah republik parlementer, di mana warna-warna Orleanis dan Legitimis dilenyapkan dan berbagai species burjuasi menghilang ke dalam burjuasi yang sesungguhnya, genus burjuis. Namun, kini Orleanis mesti menjadi Legitimis dan Legitimis menjadi Orleanis. Keluarga kerajaan, di mana antagonisme mereka dipersonifikasikan, mesti mewujudkan persatuan mereka, pernyataan dari kepentingan-kepentingan khusus faksi mereka mesti menjadi pernyataan dari kepentingan bersama kelas mereka, monarki itu mesti melakukan yang hanya penghapusan kedua monarki itu, republik itu, dapat dan telah dilakukan. Ini adalah sasaran tertinggi alkemi (philosophers’ stone

), yang untuk memproduksinya para doktor partai Ketertiban telah memeras otak mereka. Seakan-akan monarki Legitimis akan pernah menjadi monarki burjuasi industri atau monarki burjuis akan pernah menjadi monarki aristokrasi bertanah turun-menurun. Seakan-akan kepemilikan atas tanah dan industri dapat bergaul secara bersahabat di bawah satu mahkota, manakala mahkota itu dapat diturunkan pada hanya satu kepala, kepala dari saudara lebih tua atau saudara lebih muda. Seakan akan industri dapat berdamai dengan kepemilikan tanah, selama kepemilikan tanah itu sendiri tidak memutuskan untuk menjadi industri. Jika Henry V esok hari meninggal, Count Paris

tidak akan karena itu menjadi raja kaum Legitimis kecuali ia berhenti sebagai raja kaum Orleanis. Para filsuf persatuan, namun, yang menjadi lebih riuh sebanding dengan mengemukanya masalah revisi, yang telah melengkapi diri mereka sendiri dengan sebuah organ harian resmi di Majelis Nasional, dan yang kembali bekerja bahkan pada justru saat ini (Pebruari 1852), memandang seluruh kesukaran itu disebabkan oleh oposisi dan persaingan dari kedua dinasti itu. Usaha-usaha untuk merujukkan kembali keluarga Orleans dengan Henry V, yang dimulai sejak meninggalnya Louis Philippe, tetapi, seperti intrik-intrik dinastik pada umumnya, dimainkan hanya selagi Majelis Nasional sedang reses, selama antar adegan-adegan itu, di balik layar –kegenitan sentimental dengan ketakhayulan lama lebih daripada bisnis yang bersungguh-sungguh– kini menjadi kinerja agung negara, yang dimainkan oleh partai Ketertiban di atas pentas publik, gantinya di dalam teater-teater amatir seperti sebelumnya. Para kurir bergegas dari Paris ke Venesia, dari Venesia ke Claremont, dari Claremont ke Paris. Count Chambord mengeluarkan sebuah manifesto di mana dengan bantuan semua anggota keluarga ini ia tidak mengumumkan restorasi dirinya, tetapi restorasi nasional. Savandy yang Orleanis menghempaskan dirinya di kaki Henry V. Para pemimpin Legitimis, Berryer, Benoit d’Azy, Saint-Priest, melakukan perjalanan ke Claremont untuk membujuk kaum Orleans, tetapi sia-sia belaka. Kaum penyatuan/peleburan (fusionists) terlampau lambat memahami bahwa kepentingan-kepentingan kedua faksi borjuis tidak kehilangan kekhususan maupun memenangkan keliatan manakala mereka menjadi diaksentuasikan dalam bentuk kepentingan-kepentingan keluarga, kepentingan-kepentingan kedua keluarga kerajaan. Jika Henry V mesti mengakui Count Paris sebagai pewarisnya – satu-satunya keberhasilan yang paling-paling dapat dicapai fusi– Keluarga Kerajaan Orleans tidak akan memenangkan sesuatu klaim yang belum dipastikan baginya dengan ketiadaan-anak Henry V, tetapi ia akan kehilangan semua klaim yang dimenangkannya melalui Revolusi Juli. Ia akan melepaskan semua klaim aslinya, semua gelar yang telah direbutnya dari cabang keluarga Bourbon yang lebih tua selama hampir seratus tahun perjuangan; ia akan membarterkan hak-istimewa historiknya, hak-istimewa dari kerajaan modern, untuk hak-istimewa dari silsilahnya/pohon geneloginya. Penyatuan/peleburan itu, oleh karenanya akan bukan sesuatu apapun kecuali suatu turun-takhta sukarela dari Keluarga Kerajaan Orleans, pengunduran dirinya pada Legitimasi, penarikan diri dengan bertobat dari gereja negara Protestan menjadi Katolik. Lagi pula, suatu pengunduran diri yang bahkan tidak akan membawanya pada takhta yang telah hilang, melainkan ke tangga singgasana di mana dirinya telah dilahirkan. Para menteri Orleanis tua, Guizot, Duchatel, dsb. Yang secara serupa telah bergegas ke Claremont untuk menganjurkan penyatuan/peleburan itu, dalam kenyataan hanya mewakili Katzenjammer atas Revolusi Juli, keputus-asaan mengenai kerajaan burjuis dan gaya-keraja-rajaan burjuasi, kepercayaan takhayul pada Legitimasi sebagai jimat terakhir terhadap anarki. Membayangkan diri mereksa sebagai penengah antara keluarga Orleans dan keluarga Bourbon, mereka dalam kenyataan hanyalah pembelot-pembelot Orleanis, dan Pangeran Joinville menerima mereka sebagaimana mereka adanya. Sebaliknya, seksi kaum Orleanis yang aktif, yang suka berkelahi, Thiers, Baze, dsb. dengan jauh lebih muda meyakinkan keluarga Louis Philippe bahwa jika sesuatu restorasi monarki secara langsung mensyaratkan peleburan kedua dinasti itu, dan jika sesuatu peleburan seperti itu memisalkan turun-takhtanya Keluarga Kerajaan Orleans, maka itu adalah, sebaliknya, sepenuhnya sesuai dengan tradisi para leluhur mereka untuk mengakui republik itu untuk saat itu dan menunggu hingga peristiwa-peristiwa memungkinkan pengubahan kursi kepresidenan itu menjadi sebuah singgasana. Desas-desus mengenai pencalonan Joinville diedarkan, keingintahuan publik dibiarkan dalam kebimbangan, dan beberapa bulan kemudian, pada bulan September, setelah penolakan revisi, pencalonan Joinville diproklamasikan secara umum.
Usaha suatu peleburan keluarga kerajaan dari kaum Orleanis dan Legitimis dengan demikian tidak saja gagal; ia telah menghancurkan peleburan parlementer mereka, bentuk republiken mereka bersama, dan telah membongkar partai Ketertiban menjadi bagian-bagian komponen aslinya; tetapi semakin besar kerenggangan antara Claremont dan Venesia bertumbuh, semakin pula penyelesaian mereka runtuh dan semakin berkembang agitasi Joinville, dan semakin lebih bergairah dan lebih bersungguh-sungguh jadinya perundingan-perundingan antara menteri Bonaparte Faucher dan kaum Legitimis.
Disintegrasi partai Ketertiban tidak berhenti pada unsur-unsur aslinya. Masing-masing dari kedua faksi besar itu, pada gilirannya, lagi-lagi bercerai kembali. Seakan-akan semua aliran lama yang semula saling bergulat dan satu sama lain saling berdesak-desakan di dalam kedua lingkaran itu, entah yang Legitimis ataupun yang Orleanis, telah mencair kembali seperti Infusoria kering jika berkontak dengan air, seakan-akan mereka mendapatkan enerji hidup baru secukupnya untuk membentuk kelompok-kelompok mereka sendiri dan antagonisme-antagonisme independen. Kaum Legitimis mengimpikan diri mereka kembali diantara kontroversi-kontroversi antara Tuileries dan Pavilon Marsdam, antara Vdillele dan Polignac. Kaum Orleanis menghidupkan kembali masa kejayaan turnamen antara Guizot, Mole, Broglie, Thiers dan Odilon Barrot.
Seksi partai Ketertiban yang sangat merindukan revisi, tetapi terpecah kembali mengenai batas-batas revisi-revisi itu –suatu seksi yang terdiri atas kaum Legitimis yang dipimpin oleh Berryer dan Falloux, di satu pihak, dan dipimpin oleh La Rochejaquelein, di pihak lain, dan dari kaum Orleanis yang jemu-konflik yang dipimpin oleh Mole, Broglie, Montalembert dan Odilon Barrot setuju dengan para wakil Bonapartis mengenai mosi tidak menentu dan dirancang secara luas berikut ini: “Dengan sasaran sepenuhnya merestorasi pelaksanaan kedaulatan nasion, para wakil yang bertanda-tangan di bawah ini mengusulkan agar konstitusi direvisi.”
Namun, pada waktu bersamaan mereka secara bulat menyatakan melalui reporter mereka Tocqueville bahwa Majelis Nasional tidak berhasil mengusulkan penghapusan republik, bahwa hak ini semata-mata ada pada Dewan Revisi. Untuk yang selebihnya, konstitusi dapat direvisi hanya secara legal, karenanya hanya bila tiga-perempat dari jumlah suara sebagaimana ditentukan oleh konstitusi menyetujui revisi itu. Pada tanggal 19 Juli, setelah enam hari perdebatan sengit, revisi itu ditolak, sebagaimana memang sudah dapat diantisipasikan. Empat ratus empat puluh enam suara mendukung revisi itu, tetapi duaratus tujuhpuluh delapan suara menentangnya. Kaum Orleanis ekstrem, Thiers, Changarnier, dsb. memberikan suara bersama kaum republiken dan kaum Montagne.
Demikian mayoritas parlemen menyatakan menentang konstitusi, tetapi konstitusi ini sendiri menyatakan berpihak pada minoritas dan bahwa keputusan itu mengikat. Tetapi, tidakkah partai Ketertiban telah menundukkan konstitusi itu pada mayoritas parlementer pada tanggal 31 Mei 1850, dan pada 13 Juni 1849? Hingga kini, tidakkah seluruh kebijakannya didasarkan pada penundukan paragraf-paragraf konsitusi pada keputusan-keputusan mayoritas parlementer? Tidakkah ia telah menyisakan pada kaum demokrat kepercayaan takhayul purba pada huruf undang-undang itu, dan menghukum kaum demokrat karenanya? Namun, pada saat sekarang, revisi konstitusi tidak berarti apapun kecuali penerusan otoritas kepresidenan, tepat sebagaimana penerusan konstitusi tidak berarti apapun kecuali penurunan Bonaparte dari takhta. Parlemen telah memihak padanya, tetapi konstitusi telah menyatakan menentang parlemen. Ia oleh karenanya bertindak dalam kesadaran parlemen ketika ia merobek-robek konstitusi dan bertindak dalam kesadaran konstitusi ketika ia menangguhkan/mereseskan parlemen.
Parlemen telah mendeklarasikan konstitusi itu dan, dengan yang tersebut terakhir, kekuasaannya sendiri sebagai di luar/melampaui mayoritas; dengan suaranya ia telah menghapuskan konstitusi dan memperpanjang batas kekuasaan presidensial, sambil pada waktu bersamaan mendeklarasikan bahwa tiada yang satu dapat mati atau yang lainnya hidup selama Majelis itu sendiri tetap eksis/berada. Mereka yang semestinya menguburnya sedang berdiri di depan pintu. Sementara ia memperdebatkan revisi, Bonaparte memecat Jendral Baraguay d’Hilliers, yang terbukti ragu-ragu, dari komando Divisi Tentara Pertama dan mengangkat Jendral Magnan –pemenang Lyon, pahlawan hari-hari Desember–, sebagai gantinya. Jendral Magnan, salah seorang dari anak-buahnya, yang di bawah Louis Philippe sudah sedikit atau banyak mengkompromikan dirinya sendiri untuk disukai pada saat ekspedisi Boulogne.
Partai Ketertiban membuktikan dengan keputusannya mengenai revisi bahwa ia tidak mengetahui cara memerintah maupun bagaimana cara melayaninya; tidak mengetahui bagaimana mesti hidup maupun bagaimana mesti mati; tidak mengetahui bagaimana menahan republik maupun bagaimana menumbangkannya; tidak mengetahui bagaimana menjunjung konstitusi maupun bagaimana membuangnya; tidak mengetahui bagaimana bekerja sama dengan Presiden maupun bagaimana putus dengannya. Lalu, kepada siapakah ia berpaling untuk memecahkan semua kontradiksi itu? Kepada kalender, kepada jalannya peristiwa-peristiwa. Ia berhenti untuk terus mempengaruhi-nya. Oleh karenanya ia menantang peristiwa-peristiwa untuk bisa mempengaruhinya, dan dengan begitu menantang kekuasaan yang kepadanya, di dalam perjuangan melawan rakyat, ia telah menyerahkan atribut demi atribut sampai ia berdiri impoten di depan kekuasaan ini. Agar supaya kepala kekuasaan eksekutif dapat secara lebih tidak terganggu menyusun rencana kampanye terhadapnya, memperkuat alat-alat serangannya, memilih perkakas-perkakasnya, dan memperkuat posisi-posisinya, ia justru memutuskan pada saat kritikal ini untuk mengundurkan diri/beristirahat dari pentas dan reses selama tiga bulan, dari tanggal 10 Agustus hingga 4 November.
Partai parlementer tidak saja dipecah menjadi kedua faksi besarnya, masing-masing dari faksi-faksi ini tidak saja terpecah di dalamnya sendiri, melainkan partai Ketertiban di parlemen telah keluar dari partai Ketertiban di luar parlemen. Para jurubicara dan para penulis borjuasi, mimbar dan persnya –singkat kata, para ahli ideologi borjuasi dan borjuasi itu sendiri, para wakil dan yang diwakili– saling berhadap satu-sama-lain dalam kerenggangan dan tidak lagi saling memahami satu-sama-lain.
Kaum Legitimis di provinsi-provinsi, dengan kaki-langit mereka yang terbatas dan antusiasme mereka yang tidak terbatas, mendakwa para pemimpin mereka di parlemen, Berryer dan Falloux, telah membelot ke kubu Bonapartis dan telah meninggalkan Henry V. Pikiran mereka yang berlambang kerajaan percaya akan kejatuhan manusia, tetapi tidak pada diplomasi.
Jauh lebih penting dan menentukan adalah perpecahan borjuasi komersial dengan para politisinya. Borjuasi itu mencela para politisi itu tidak sebagaimana kaum Legitimis mengecam para politisinya, karena telah melepaskan azas-azas mereka, tetapi sebaliknya, karena bergayut pada azas-azas yang telah menjadi tidak berguna.
Aku telah mengindikasikan di atas bahwa sejak masuknya Fould ke dalam pemerintahan, bagian dari burjuasi komersial yang telah memegang bagian terbesar kekuasaan di bawah Louis Philippe, yaitu, aristokrasi keuangan, telah menjadi Bonapartis. Fould tidak hanya mewakili kepentingan-kepentingan Bonaparte dalam Bursa, ia pada waktu bersamaan mewakili kepentingan-kepentingan Bursa sebelum Bonaparte. Posisi dari aristokrasi keuangan secara paling mencolok dilukiskan dalam sebuah pasase dari organ Eropanya, The London Economist. Dalam terbitan tanggal 1 Pebruari 1851, korespondennya di Paris menulis:
Kini kita mendapatkannya dinyatakan dari berbagai kalangan bahwa di atas segala-galanya Prancis menuntut ketenangan. Presiden menyatakan hal itu di dalam amanatnya pada Majelis Legislatif; ia didengungkan dari tribun; ia ditegaskan di dalam jurnal-jurnal; ia diumumkan dari mimbar, ia didemonstrasikan oleh kepekaan dana publik pada prospek gangguan yang sekecil-kecilnya, dan keteguhan mereka seketika itu dibuat nyata dengan pihak eksekutif yang menang.
Dalam terbitannya tanggal 29 November 1851, The Economist menyatakan atas namanya sendiri:
Presiden adalah pengawal ketertiban, dan kini diakui di semua bursa saham di Eropa.
Oleh karenanya Aristokrasi keuangan mengutuk pergulatan parlementer partai Ketertiban dengan kekuasaan eksekutif sebagai suatu gangguan ketertiban, dan merayakan setiap kemenangan Presiden atas para wakilnya yang keras-kepala sebagai suatu kemenangan ketertiban. Dengan aristokrasi keuangan di sini mesti diartikan tidak hanya para promotor pinjaman besar dan kaum spekulan dalam dana-dana publik, yang berkenaan dengannya seketika menjadi jelas bahwa kepentingankepentingan mereka itu bertepatan dengan kepentingan-kepentingan kekuasaan negara. Semua keuangan modern, seluruh bisnis perbankan, terjalin erat sekali dengan kredit publik. Sebagian dari kapital bisnis mereka tidak-bisa-tidak diinvestasikan dan dikeluarkan dengan bunga dalam dana-dana publik yang dapat dikonversi dengan cepat. Deposito-deposito mereka, kapital yang ditempatkan untuk mereka pakai dan didistribusikan oleh mereka di antara para saudagar dan industrialis, sebagian berasal dari dividen-dividen pemegang surat-surat berharga pemerintah. Jika dalam setiap kurun jaman stabilitas kekuasaan Negara berarti Musa dan para nabi bagi seluruh pasar uang dan pada para pendeta pasar uang ini, mengapa tidak lebih-lebih lagi seperti itu dewasa ini, manakala setiap banjir besar mengancam akan menyapu bersih negara-negara lama, dan utang-utang negara lama bersama mereka?
Burjuasi industri juga, dalam fanatismenya akan ketertiban, dibikin marah oleh pertengkaran-pertengkaran partai parlementer Ketertiban dengan kekuasaan eksekutif. Sesudah pemberian suara mereka tanggal 18 Januari mengenai peristiwa pemecatan Changarnier, Thiers, Angles, Sainte-Beuve, dsb. menerima dari konstituen mereka, justru di distrikdistrik industri, kecaman publik di mana koalisi mereka dengan kaum Montagne secara khusus dicerca sebagai pengkhianatan terhadap ketertiban. Jika, sebagaimana telah kita ketahui, celaan-celaan sombong itu, intrik-intrik kerdil yang menandai pergulatan partai Ketertiban dengan Presiden tidak mendapatkan sambutan yang lebih baik, maka di pihak lain partai burjuis ini, yang menuntut para wakilnya agar memperkenankan kekuasaan militer untuk beralih dari parlemennya sendiri pada seorang penuntut (kerajaan, kekuasaan) petualang tanpa sedikitpun perlawanan, bahkan tidak patut dengan intrik-intrik yang disebar-luaskan untuk kepentingan-kepentingannya. Terbukti bahwa pergulatan untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan umumnya, kepentingan-kepentingan kelasnya sendiri, kekuasaan politiknya, hanya mencemaskan dan mengacaukannya, karena itu mengganggu bisnis swasta.
Dengan nyaris sebuah pengecualian para pembesar burjuis dari kotakota departemen, para pejabat balai kota, para hakim pengadilan komersial, dsb. di mana-mana menerima Bonaparte dalam perjalanannya dengan cara yang paling menghamba, bahkan ketika, seperti di Dijon, Bonaparte melakukan suatu serangan tak terkendali atas Majelis Nasional, dan teristimewa terhadap partai Ketertiban.
Ketika perdagangan sedang baik-baiknya, sebagaimana itu masih demikian adanya pada awal tahun 1851, burjuasi komersial gusar terhadap setiap perjuangan parlementer, kalau-kalau perdagangan menjadi marah. Ketika perdagangan sedang buruk-buruknya, sebagaimana ia terus-menerus adanya dari akhir Pebruari 1851, burjuasi komersial menuduh pergulatan-pergulatan parlementer itu menjadi sebab kemacetan dan berseru agar mereka berhenti sehingga perdagangan dapat bangkit kembali. Perdebatan-perdebatan revisi justru muncul dalam periode buruk ini. Karena persoalannya di sini adalah mesti atau tidak dipertahankannya bentuk negara yang ada, borjuasi semakin merasa dibenarkan dalam tuntutannya terhadap para wakilnya agar menghentikan pengelolaan sementara yang menyeng-sarakan ini dan pada waktu bersamaan menuntut dipertahankannya status quo. Tidak terdapat kontradiksi dalam hal ini. Menjelang akhir pengaturan sementara itu ia justru memahami kelanjutannya, penundaan ke suatu masa depan yang jauh dari saat ketika sebuah keputusan mesti dicapai. Status quo hanya dapat dipertahankan dalam dua cara: perpanjangan otoritas Bonaparte atau pengunduran dirinya secara konstitusional dan pemilian Cavaignac. Suatu seksi dari burjuasi menginginkan pemecahan yang tersebut terakhir itu dan tidak tahu bagaimana memberi nasehat yang lebih baik pada para wakilnya daripada membungkam dan membiarkan masalah hangat itu disinggung-singgung. Mereka berpendapat jika para wakil mereka tidak berbicara, maka Bonaparte tidak akan bertindak. Mereka menginginkan sebuah parlemen burung onta yang akan menyembunyikan kepalanya agar tetap tidak terlihat. Suatu seksi lain dari burjuasi menginginkan, karena Bonaparte sudah dalam kursi kepresidenan, dibiarkannya Bonaparte duduk di kursi itu, sehingga segala sesuatu dapat tetap berada dalam kubangan lama yang sama itu. Mereka jengkel karena parlemen mereka tidak secara terbuka melanggar konstitusi dan menyerah tanpa sesuatu upacara apapun.
Dewan-dewan Departemen, lembaga-lembaga perwakilan provinsi dari borjuasi besar itu bersidang sejak dari tanggal 25 Agustus selama masa reses Majelis Nasional, hampir secara bulat menyatakan setuju revisi, dan dengan demikian melawan parlemen dan demi keuntungan Bonaparte.
Masih lebih tegas lagi daripada dalam perselisihannya dengan para wakil parlementernya, burjuasi memperagakan kegusarannya terhadap para wakil literernya, persnya sendiri. Hukuman-hukuman denda yang membangkrutkan dan lama pemenjaraan yang tidak tahu malu, hukuman para juri burjuis, untuk setiap serangan para wartawan burjuis atas hasrat-hasrat perebutan kekuasaan Bonaparte, untuk setiap percobaan pers membela hak-hak politik burjuasi terhadap kekuasaan eksekutif, tidak hanya mencengangkan Prancis, tetapi seluruh Eropa.
Sementara partai parlementer dari Ketertiban, dengan teriakan-teriakannya akan ketenangan, seperti telah kutunjukkkan, melibatkan dirinya dalam kebungkaman, sambil menyatakan kekuasaan politik borjuasi tidaklah sesuai dengan keselamatan dan keberadaan borjuasi itu –dengan tangannya sendiri menghancurkan, dalam perjuangan terhadap kelas-kelas lain dalam masyarakat, semua kondisi untuk rezimnya sendiri, rezim parlementer– massa ekstra-parlementer dari borjuasi, sebaliknya, dengan serba-menghambanya pada Presiden, dengan mencaci-maki parlemen, dengan perlakuan brutalnya terhadap persnya sendiri, mengundang Bonaparte agar menindas dan melenyapkan seksinya yang berbicara dan menulis, para politisi dan literatinya, mimbar dan persnya, sehingga ia kemudian dapat melakukan urusan-urusan pribadinya dengan penuh kepercayaan akan perlindungan dari suatu pemerintahan yang kuat dan tidak dibatasi. Ia menyatakan secara tegas bahwa ia menghasratkan lenyapnya kekuasaan politiknya sendiri untuk menyingkirkan kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya dalam memerintah.
Dan burjuasi ekstra-parlementer ini, yang sudah memberontak terhadap perjuangan yang sepenuhnya parlementer dan harfiah bagi berkuasanya kelasnya sendiri, dan telah mengkhianati para pemimpin dari perjuangan ini, kini setelah peristiwa itu berani mengecam proletariat yang tidak bangkit dalam suatu perjuangan berdarah, suatu perjuangan hidup-danmati untuk kepentingannya sendiri! Burjuasi ini, yang setiap saat mengorbankan kepentingan-kepentingan umum kelasnya, yaitu, kepentingan-kepentingan politiknya, hingga kepentingan-kepentingan yang paling sempit dan paling kotor, dan menuntut suatu pengorbanan serupa dari para wakilnya, kini mengerang bahwa proletariat telah mengorbankan kepentingan-kepentingan politik idealnya kepada kepentingan-kepentingan materialnya. Ia mengedepankan sebagai suatu makhluk cantik yang telah disalah-mengterti dan ditinggalkan pada saat yang menentukan oleh proletariat, disesatkan oleh kaum sosialis. Dan ia mendapatkan suatu gema umum dalam dunia borjuis. Sudah dengan sendirinya, aku tidak berbicara di sini mengenai kaum politisi pokrolbambu Jerman dan kaum urakan dari aliran yang sama.
Aku merujuk, misalnya, pada The Economist yang sudah disebut, yang selambat 29 November 1851, yaitu, empat hari sebelum kudeta itu, menyatakan Bonaparte sebagai pengawal ketertiban tetapi Thiers dan Berryer sebagai kaum anarkis, dan pada 27 Desember 1851, setelah Bonaparte membungkam para anarkis itu, sudah beriuh-rendah mengenai pengkhianatan pada keahlian, pengetahuan, disiplin, wawasan spiritual, sumber-sumber intelektual, dan bobot moral dari barisan-barisan menengah dan atas yang dilakukan oleh massa-massa kaum proletar yang terbelakang, tidak terlatih, dan bodoh. Massa vulgar yang bodoh, yang terbelakang itu tidak lain dan tidak bukan adalah massa burjuis itu sendiri.
Pada tahun 1851, Prancis, jelas telah melalui sejenis krisis perdagangan. Akhir bulan Pebruari telah menunjukkan suatu kemerosotan dalam ekspor dibanding dengan tahun 1850; dalam bulan Maret perdagangan menderita dan pabrik-pabrik tutup; dalam bulan April posisi departemen-departemen industri tampak sama putus-asa seperti sesudah hari-hari bulan Pebruari; dalam bulan Mei bisnis belum juga bangkit kembali; hingga selambat tanggal 28 Juni tanggungan-tanggungan Bank Prancis menunjukkan, dengan luar-biasa tumbuhnya deposito dan penurunan yang sama besarnya dalam hal persekot atas tagihan, bahwa produksi berada dalam kemacetan, dan baru sesudah pertengahan Oktober suatu perbaikan progresif dalam bisnis telah dimulai. Burjuasi Prancis menjulukkan kemacetan bisnis ini pada sebab-sebab yang semurninya politik, pada pergulatan antara parlemen dan kekuasaan eksekutif, pada kegentingan suatu bentuk negara yang semata-mata sementara, pada prospek yang mengerikan dari hari Minggu kedua dalam bulan Mei 1852. Aku tidak akan mengingkari bahwa semua keadaan ini mempunyai sutu pengaruh yang buruk atas beberapa cabang industri di Paris dan departemen-departemen. Tetapi, bagaimanapun pengaruh kondisi-kondisi politik hanyalah bersifat lokal dan tidak besar. Apakah ini memerlukan bukti lebih jauh daripada kenyataan bahwa perbaikan perdagangan telah dimulai menjelang pertengahan bulan Oktober, justru pada saat manakala situasi politik bertumbuh buruk, kaki-langit politik menyuram, dan halilintar dari Elysian setiap saat dinantikan? Untuk selebihnya, burjuasi Prancis, yang keahlian, pengetahuan, wawasan spiritual, dan sumber-sumber intelektual-nya tidak mencapai yan lebih jauh daripada hidungnya, selama seluruh periode Pameran Industri di London mendapatkan sebab dari kesengsaraan komersialnya itu tepat di bawah hidungnya. Sementara pabrik-pabrik di Prancis ditutup, di Inggris kebangkrutan-kebangkrutan komersial terjadi. Sementara pada bulan April dan Mei kepanikan industri mencapai suatu klimaks di Prancis, dalam bulan April dan Mei panik komersial itu mencapai suatu klimaks di Inggris. Seperti industri wol Prancis, industri wol Inggris menderita, dan seperti manufaktur sutera Prancis, demikian juga manufaktur sutera Inggris. Memang, pabrik-pabrik katun Inggris terus bekerja, tetapi tidak lagi dengan laba-laba sama seperti di tahun 1849 dan 1850. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa krisis di Prancis adalah industrial, di Inggris komersial; sedangkan di Prancis pabrik-pabrik menganggur, di Inggris mereka memperluas operasi-operasi, tetapi dalam kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan daripada pada tahun-tahun terdahulu; bahwa di Prancis yang paling terpukul adalah ekspor, di Inggris yang paling terpukul adalah impor. Sebab umumnya, yang sudah dengan sendirinya tidak mesti dicari di dalam batas-batas kaki-langit politik Prancis, sudah jelas. Tahun-tahun 1849 dan 1850 merupakan tahun-tahun kemakmuran material terbesar dan dari suatu kelebihan-produksi yang muncul seperti itu dalam tahun 1851. Pada awal tahun ini ia telah diberi suatu dorongan istimewa lebih lanjut oleh prospek Pameran Industri itu. Sebagai tambahan terdapatlah situasi-situasi istimewa berikut: pertama, kegagalan parsial dari panen kapas dalam tahun 1850 dan 1851, kemudian kepastian dari suatu panenan kapas yang lebih besar daripada yang telah diharapkan; lebih dulu kenaikan itu, kemudian jatuhnya secara tiba-tiba –singkatnya, fluktuasi dalam harga kapas. Panenan sutera kasar, di Prancis setidak-tidaknya, ternyata bahkan di bawah hasil rata-rata. Manufaktur wol, akhirnya, telah sedemikian meluasnya sejak tahun 1848 sehingga produksi wol tidak dapat mengimbanginya dan harga wol kasar naik melampaui segala perbandingan dengan harga manufaktur wol. Maka, di sini, dalam bahan mentah tiga industri untuk pasaran dunia, kita sudah mendapatkan tiga-kali-lipat material untuk suatu kemacetan dalam perdagangan. Kecuali keadaan-keadaan istimewa ini, munculnya krisis tahun 1851 tidak lain dan tidak bukan adalah penghentian yang selalu dibuat oleh kelebihan-produksi dan berlebihnya-spekulasi dalam melengkapkan siklus industri, sebelum mereka mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk bergesa-gesa mendorong melalui fase terakhir dari daur ini dan sekali lagi sampai pada titik-pangkal mereka, krisis umum perdagangan itu. Selama selang-selang waktu seperti itu di dalam sejarah perdagangan kebangkrutan-kebangkrutan komersial terjadi di Inggris, sementara di Prancis industri itu sendiri direduksi menjadi pengangguran, sebagian dipaksa mundur oleh persaingan, yang pada waktu itu menjadi tidak tertanggungkan, dari pihak Inggris di semua pasar, dan sebagian dikhususkan untuk diserang sebagai suatu industri kemewahan dengan setiap kemacetan bisnis. Demikian, di samping krisis umum Prancis melalui suatu krisis perdagangan nasionalnya sendiri, yang bagaimanapun ditentukan dan dikondisikan jauh lebih banyak oleh keadaan umum pasaran dunia daripada oleh pengaruh-pengaruh local Prancis. Akan menarik sekali untuk membandingkan penilaian burjuasi Inggris dengan prasangka burjuasi Prancis. Dalam laporan tahunannya untuk 1851, salah sebuah perusahaan terbesar Liverpool menulis:
Beberapa tahun secara lebih menyeluruh telah mengingkari harapanharapan yang terbentuk pada permulaan tahun yang baru saja berakhir; gantinya kemakmuran berlimpah yang diharapkan oleh hampir semua orang telah terbukti menjadi yang paling mengecewakan yang pernah disaksikan selama seperempat abad terakhir –ini, sudah tentu, merujuk pada kelas saudagar, tidak pada kelas manufaktur. Namun begitu, jelas terdapat dasar untuk mengharapkan yang sebaliknya pada permulaan tahun itu – persediaan produk lumayan, uang berlimpahan, dan makanan murah, suatu panenan yang bagus dipastikan, perdamaian yang tiada putusmnya di Benua (Eropa), dan tiada gangguan politik atau fiskal di dalam negeri; sebenarnyalah, sayap-sayap perdagangan tidak pernah lebih bebas... Lalu pada sebab apakah akibat yang merupakan bencana ini mesti dijulukkan? Kita percaya bahwa berlebihnya perdagangan dalam impor maupun ekspor yang menjadi sebabnya. Kecuali para saudagar kita secara lebih ketat membatasi kebebasan aksi mereka, tiada apapun kecuali suatu kepanikan tiga-tahunan yang dapat mengendalikan kita.
Kini bayangkan pada diri anda sendiri burjuis Prancis itu, bagaimana otaknya yang gila-dagang itu tersiksa, dipusingkan habis-habisan dalam royan kepanikan bisnis ini, dan ditulikan oleh rumor-rumor mengenai kudeta-kudeta dan restorasi hak-pilih universal, oleh pergulatan antara parlemen dan kekuasaan eksekutif, oleh perang Fronde antara kaum Orleanis dan kaum Legitimis, oleh persekongkolan-persekongkolan komunis di bagian selatan Prancis, oleh yang dianggap sebagai Jacqueriedi departemen-departemen Nievre dan Cher, oleh iklan-iklan mengenai berbagai calon untuk kepresidenan, oleh pemecahan-pemecahan murahan yang ditawarkan oleh jurnal-jurnal, oleh ancaman-ancaman kaum republiken untuk menjunjung tinggi konstitusi dan hakpilih universal dengan kekerasan senjata, oleh para pahlawan imigran yang mengkhotbahkan AlKitab in paribus, yang mengumumkan bahwa dunia akan berakhir pada hari Minggu kedua bulan Mei, 1852 – pikirkanlah semua ini dan anda akan memahami mengapa dalam kekacau-balauan penyatuan, revisi, prorogasi, konstitusi, konspirasi, koalisi, emigrasi, perebutan kekuasaan, dan revolusi yang tiada terbayangkan ini, yang menulikan ini, burjuasi dengan gila mendengus pada republik parlementernya:
“Lebih baik suatu akhiran dengan teror daripada teror yang tanpa akhir!”
Bonaparte memahami teriakan ini! Daya pemahamannya dipertajam oleh pergolakan yang makin besar dari para kreditor, yang dengan setiap terbenamnya matahari yang lebih mendekatkan hari perhitungan (kiamat), hari Minggu kedua dalam bulan Mei 1852, melihat suatu gerakan dari bintang-bintang memprotes tagihan-tagihan mereka yang duniawi. Mereka telah menjadi ahli-ahli perbintangan yang sungguhsungguh. Majelis Nasional telah merusak harapan-harapan Bonaparte akan suatu perpanjangan otoritasnya secara konstitusional; pencalonan Pangeran Joinville melarang kebimbangan lebih jauh.
Kalau pernah suatu peristiwa melemparkan, jauh sebelum kejadiannya, bayang-bayangnya, maka itu adalah kudeta Bonaparte. Sudah sedini 29 Januari 1849, nyaris sebulan setelah pemilihan dirinya, Bonaparte telah mengajukan sebuah usulan mengenai itu pada Changarnier. Dalam musim panas tahun 1849 Perdana Menterinya sendiri, Odilon Barrot, telah secara diam-diam mengecam politik kudeta; dalam musim dingin 1850 Thiers telah secara terang-terangan berbuat seperti itu. Pada bulan Mei 1851, Persigny telah sekali lagi berusaha membujuk Changarnier untuk kup itu; Mesager de l’Assemblee

telah mengumumkqan sebuah laporan mengenai perundingan-perundingan ini. Selama setiap badai parlementer jurnal-jurnal Bonapartis mengancam dengan suatu kudeta, dan semakin dekat krisis itu, semakin lantang nada mereka jadinya. Di dalam pesta-pesta pora yang diadakan setiap malam oleh Boinaparte dengan para pria dan waniyta dari gerombolan yang membengkak, segera setelah jam tengah-malam mendekat dan banyaknya minuman melonggarkan lidah-lidah dan membakar imajinasi-imajinasi, kudeta itu ditetapkan untuk pagi berikutnya. Pedang-pedang dihunus, gelasgelas didentingkan, para wakil dilempar keluar jendela, jubah imperial jatuh ke atas bahu Bonaparte, hingga pagi berikutnya mengusir hantu itu sekali lagi dan Paris yang tercengang mengetahui, dari altar-altar sikap berdiam-diri dan dari ksatria-ksatria yang tidak bijaksana, mengenai bahaya yang sekali lagi dirinya telah terhindar darinya. Selama bulan-bulan September dan Oktober desas-desus mengenai sebuah kudeta bersusul-susulan dengan cepatnya. Serentak bayangan itu menjadi berwarna, bagaikan sebuah foto proses awal yang beranekawarna. Perhatikan terbitan-terbitan bulan September dan Oktober dari organ-organ surat-kabar harian Eropa dan anda akan menemukan, kata demi kata, tiruan-tiruan seperti yang berikut ini:
Paris penuh desas-desus sebuah kudeta. Ibu-kota itu akan dipenuhi dengan pasukan-pasukan selama malam itu, dan esok paginya akan dikeluarkan dikrit-dikrit yang akan membuarkan Majelis Nasional, menyatakan Departemen Seine dalam keadaan darurat, memulihkan hak pilih universal, dan menghimbau rakyat. Bonaparte menurut berita sedang mencari menteri-menteri untuk pelaksanaan dikrit-dikrit tidak sah ini

.”
Kiriman-kiriman yang membawa berita-berita ini selalu berakhir dengan kata yang amat penting ditunda. Kudeta itu memang merupakan gagasan terpancang Bonaparte. Dengan gagasan ini ia kembali menginjakkan kaki di atas bumi Prancis. Ia terobsesi oleh gagasan itu sehingga ia selalu menyingkapkannya dan menyeletukkannya. Bonaparte sedemikian lemahnya sehingga, selalu seperti sebelumnya, ia melepaskannya kembali. Bayangan kudeta telah menjadi sedemikian biasanya bagi orang Paris sebagai sebuah hantu yang mereka tidak bersedia mempercayainya ketika ia akhirnya muncul dalam kenyataan. Yang membuat kudeta itu berhasil oleh karenanya bukanlah sikap diamdiam bercadang dari pemimpin Perhimpunan 10 Desember maupun kenyataan bahwa Majelis Nasional telah kepergok tanpa menyadarinya. Jika kudeta itu berhasil, ia berhasil sekalipun ketidak-bijaksanaannya dan dengan pengetahuan sebelumnya, suatu akibat yang tidak-bisa-tidak, suatu akibat tak terelakkan dari perkembangan-perkembangan sebelumnya.
Pada tanggal 10 Oktober Bonaparta mengumumkan pada para menterinya keputusan dirinya untuk memulihkn hak-pilih universal; pada tanggal 16 mereka menyerahkan pengunduran diri mereka; pada tanggal 26 Paris mengetahui mengenai pembentukan Pemerintahan Thorigny. Kepala Kepolisian Carlier serentak digantikan oleh Maupas; kepada Divisi Militer Pertama, Magnan, memusatkan resimen-resimen yang paling dapat diandalkan di ibu-kota. Pada tanggal 4 November Majelis Nasional melanjutkan sidang-sidangnya. Tidak ada pekerjaan yang lebih penting daripada merekapitulasi dalam bentuk singkat dan ringkas proses yang telah dijalaninya dan untuk membuktikan bahwa ia telah dikubur hanya setelah ia mati.
Pos pertama yang dikorbankannya dalam pergulatan dengan kekuasaan eksekutif adalah pemerintahan. Ia telah dengan khidmat mengakui kehilangan ini dengan menerima sepenuhnya Pemerintahan Thorigny, sebuah kabinet bayangan belaka. Komisi Permanen telah menerima M. Giraud dengan tawa ketika Giraud mengajukan dirinya sendiri atas nama beberapa menteri. Suatu pemerintahan yang begitu lemah bagi tindakan-tindakan sekeras seperti pemulihan hak-pilih universal itu! Namun begitu obyek yang sesungguhnya adalah tidak membuat apapun berhasil dalam parlemen, tetapi segala sesuatu melawan parlemen.
Pada hari pertama pembukaannya itu juga, Majelis Nasional menerima amanat dari Bonaparte yang dengannya ia menuntut pemulihan hakpilih universal dan penghapusan undang-undang 31 Mei 1850. Hari itu juga para menterinya mengajukan sebuah dikrit untuk maksud itu. Majelis Nasional seketika menolak mosi darurat pemerintah itu dan menolak undang-undang itu sendiri pada tanggal 13 November dengan tiga ratus lima puluh lima suara lawan tiga ratus empat puluh delapan suara. Demikian, ia sekali lagi merobek-robek mandatnya; ia sekali lagi menguatkan kenyataan bahwa ia telah mentransformasi dirinya dari para wakil rakyat yang dipilih secara bebas menjadi parlemen pengambilalihan suatu kelas; ia sekali lagi mengakui bahwa ia telah memotong dirinya sendiri menjadi dua otot yang menghubungkan kepala parlementer dengan tubuh bangsa itu.
Jika dengan mosinya untuk memulihkan hak-pilih universal kekuasaan ekskutif menghimbau dari Majelis Nasional kepada rakyat, maka kekuasaan legislatif mengimbau dengan Undang-undang Jurubayar dari rakyat kepada tentara. Undang-undang Jurubayar ini adalah untuk menegakkan haknya untuk mengerahkan pasukan-pasukan secara langsung, untuk pembentukan suatu tentara parlementer. Selagi ia dengan demikian mengangkat tentara sebagai penengah antara dirinya dan rakyat, antara dirinya sendiri dan Bonaparte, selagi ia mengakui tentara sebagai kekuatan negara yang menentukan, ia sebaliknya mesti menguatkan kenyataan bahwa ia sudah lama telah melepaskan klaimnya untuk mendominasi kekuatan ini. Dengan memnperdebatkan haknya untuk mengerahkan pasukan-pasukan, gantinya mengerahkannya seketika, ia menyingkapkan keraguan-keraguannya mengenai kekuasaannya sendiri. Dengan menolak Undang-undang Jurubayar, ia mengumumkan pengakuan mengenai impotensi dirinya. Undang-undang ini dikalahkan/ ditolak, para pengusulnya kekurangan seratus delapan suara untuk menjadi mayoritas. Kaum Montagne dengan demikian menentukan isu itu. Ia mendapatkan dirinya sendiri dalam kedudukan keledai Buridan –memang bukan, antara dua ikatan jerami dengan persoalan menentukan siapa yang lebih menarik, antara dua hujan pukulan dengan persoalan untuk menentukan yang mana dari kedua itu yang lebih keras. Di satu pihak, terdapat ketakutan akan Changarnier; di pihak lain, ketakutan akan Bonaparte. Mesti diakui bahwa posisi itu bukanlah sebuah posisi yang heroik. Pada tanggal 18 November sebuah amandemen diajukan pada undang-undang mengenai pemilihan-pemilihan kotapraja yang dikemukakan oleh partai Ketertiban, dengan tujuan bahwa gantinya tiga tahun, satu tahun domisili sudah cukup bagi para pemilih kotapraja. Amandemen itu dikalahkan oleh suara tunggal, tetapi satu suara ini langsung terbukti merupakan sebuah kesalahan. Dengan memecah diri menjadi faksifaksi yang bermusuhan, partai Ketertiban telah lama sebelumnya melepaskan mayoritas parlementernya yang independen. Ia kini membuktikan bahwa tiada lagi sesuatu mayoritas di dalam parlemen. Majelis Nasional telah menjadi tidak mampu untuk melakukan bisnis. Para konstituennya yang atomik tidak lagi dipersatukan oleh sesuatu daya kohesi; ia telah menarik nafasnya yang terakhir; ia sudah mati.
Akhirnya, beberapa hari sebelumn malapetaka itu, massa burjuasi yang ekstra-parlementer dengan khidmat sekali menguatkan putusnya dengan burjuasi dalam parlemen. Thiers, sebagai seorang pahlawan parlementer, menjangkiti lebih daripada yang selebihnya dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan: kretinisme parlementer, telah, setelah kematian parlemen, menetaskan, bersama dengan Dewan Negara, sebuah intrik parlementer baru, sebuah Undang-undang Pertanggungan-jawab yang dengannya Presiden mesti dijaga dengan ketat di dalam batas-batas konstitusi. Tepat sebagaimana, ketika meletakkan batu fondasi dari ruangan-ruangan pasar baru di Paris pada 15 September, Bonaparte, bagai seorang Masaniello kedua, telah menyihir para dames des balles

, para perempuan penjual ikan –untuk jelasnya, seorang perempuan penjual ikan melampaui bobot tujubelas kali burgrave dalam kekuasaan nyata– tepat sebagaimana setelah diajukannya Undang-undang Jurubayar Bonaparte menyihir para letnan yang telah dihiburnya di Elysee, maka kini, pada tanggal 15 November, ia mempesona burjuasi industri, yang telah berkumpul di sirkus itu untuk menerima dari tangannya medali-medali penghargaan untuk Pameran Industri London.
Aku akan memberikan bagian penting pidatonya sebagaimana itu dilaporkan dalam Journal des Debats

:
Dengan keberhasilan-keberhasilan yang tidak diharapkan seperti itu, aku dibenarkan dalam mengulangi pernyataan betapa besarnya Republik Prancis akan menjadi jika ia diijinkan untuk mengejar kepentingankepentingannya yang sesungguhnya dan mereformasi lembaga-lembaganya, dan tidak selalui diganggu oleh para demagog, di satu pihqak, dan oleh halusinasi-halusinasi monarki, di lain pihak

.” (Tepuk-tangan riuhrendah dan berulang-ulang dari semua sudut amfiteater itu.) “Halusinasi-halusinasi monarki menghalangi semua kemajuan dan semua cabang industri penting. Gantinya kemajuan tiada apapun kecuali pergulatan. Orang melihat orang-orang yang sebelumnya adalah pendukung-pendukung paling fanatik dari otoritas dan hak-istimewa kerajaan menjadi peserta-peserta suatu Konvensi sekedar untuk melemahkan otoritas yang telah lahir dari hak-pilih universal

.” (Tepuk tangan riuh dan berulang-ulang.) “Kita melihat orang-orang yang telah paling menderita karena Revolusi, dan telah paling menyesalkannya, memancing susatu revolusi baru, dan semata-mata untuk membelenggu kehendak bangsa..... Aku menjanjikan pada kalian ketenangan untuk masa depan. dst., dst

.” (Bravo, bravo, teriakan bravo membadai.)
Demikian burjuasi industri bertepuk-tangan dengan seruan-seruan bravo yang menghamba kudeta tanggal 2 Desember, pelenyapan parlemen, tumbangnya kekuasaannya sendiri, kediktatoran Bonaparte. Guruh tepuk-tangan tanggal 25 November telah mendapatkan jawabannya dalam gelegar meriam pada tanggal 4 Desember, dan adalah pada keluarga/rumah Monsieur Sallandrouze, yang telah bertepuk-tangan paling, mereka itu paling menyambar bom-bom itu.
Cromwell, ketika membubarkan Parlemen Long, berjalan sendiri ke tengah-tengahnya, mengeluarkan arlojinya untuk memastikan bahwa parlemen itu tedak melanjutkan keberadaannya semenit pun setelah batas waktu yang telah ditetapkannya, dan mengusir setiap anggota Parlemen itu dengan ejekan-ejekan humor yang kocak. Napoleon, lebih kecil daripada prototipnya, setidak-tidaknya membawa dirinya pada Brumaire kedelapan belas ke lembaga legislatif dan membacakan kepada lembaga itu, sekalipun suara yang terputus-putus, hukuman matinya. Bonaparte kedua, yang, lagipula, mendapatkan dirinya sendiri memiliki suatu kekuasaan eksekutif yang sangat berbeda daripada yang dimiliki Cromwell ataupun Napoleon, tidak mencari modelnya dalam tarikh sejarah dunia tetapi dalam tarikh Perhimpunan 10 Desember, dalam tarikh pengadilan-pengadilan pidana. Ia merampok dua puluh lima juta franc dari Bank Prancis, membeli Jendral Magnan dengan sejuta franc, para serdadu dengan limabelas franc seorang dan minuman keras,
berkumpul dengan kaki-tangannya secara diam-diam seperti seorang maling di malam hari, menyuruh mendobrak rumah-rumah dari para pemimpin parlementer yang paling berbahaya, dan menyeret Cavaigne, Lamoriciere, Le Flo, Changarnier, Charras, Thiers, Baze dsb. dari tempat tidur mereka dan dimasukkan ke dalam penjara, lapangan-lapangan utama kota Paris dan gedung parlemen diduduki oleh pasukan-pasukan, dan memasang/menempelkan plakat-plakat murahan pada dini hari di atas tembok-tembok, yang mengumumkan pembubaran Majelis Nasional dan Dewan Negara, pemulihan kembali hak pilih universal, dan penempatan Departemen Seine dalam keadaan darurat. Dengan cara yang sama ia tak lama kemudian menyisipkan dalam Moniteur sebuah dokumen palsu yang menegaskan bahwa para anggota parleme yang berpengaruh telah berkelompok diri di sekiling dirinya dan telah membentuk sebuah konsultan negara.
Sidang parlemen, yang berkumpul di gedung walikota Arrondisemen Kesepuluh dan terutama terdiri atas kaum Legitimis dan kaum Orleanis, mengesahkan penurunan Bonaparte dari takhta di tengah-tengah teriakan Hidup Republik! Tidak henti-hentinya mengganggu kerumunan orang banyak di depan gedung itu dengan ternganga-nganga, dan yang akhirnya dibawa pergi di bawah penjagaan para penembak jitu Afrika, lebih dulu ke barak-barak d’Orsay, dan kemudian dimasukkan ke dalam kendaraan-kendaraan penjara dan diangkut ke penjara-penjara Mazas, Ham, dan Vincennes. Demikianlah berakhir partai Ketertiban itu, Majelis Legislatif, dan Revolusi Februari.
Sebelum buru-buru mengakhiri, mari kita dengan singkat mengikhtisarkan sejarah yang tersebut terakhir itu:
Periode pertama. Dari 24 Februari hingga 4 Mei. Periode Februari. Prolog. Penipuan persaudaraan Universal.
Periode kedua. Periode penyusunan republik dan Majelis Konstituante Nasional
4 Mei hingga 25 Juni 1848. Perjuangan semua kelas terhadap proletariat. Kekalahan proletariat pada hari-hari bulan Juni
25 Juni hingga 10 Desember 1848. Kediktatoran kaum republiken murni. Perancangan konstitusi. Proklamasi suatu keadaan darurat di Paris. Kediktatoran burjuis dipinggirkan pada 10 Desember oleh pemilihan Bonaparte sebagai Presiden.
20 Desember hingga 28 Mei 1849. Pergulatan Majelis Konstituante dengan Bonaparte dan dengan partai Ketertiban yang bersekutu dengannya. Berakhirnya Majelsi Konstituante. Jatuhnya burjuasi republiken.
Periode ketiga. Periode republik konstitusional dan Majelis Legislatif Nasional.
28 Mei 1849 hingga 13 Juni 1849. Pergulatan burjuasi kecil dengan burjuasi dan dengan Bonaparte. Kekalahan demokrasi burjuis-kecil.
13 Juni 1849 hingga 31 Mei 1850. Kediktatoran parlementer dari partai Ketertiban. Ia menyempurnakan kekuasaannya dengan menghapus hak-pilih universal, tetapi kehilangan pemerintahan parlementer.
31 Mei 1850 hingga 2 Desember 1851. Pergulatan antara burjuasi parlementer dan Bonaparte.


(1) 31 Mei 1850 hingga 12 Januari 1851. Majelis kehilangan komando tertinggi atas tentara.
(2) 12 Januari hingga 11 April 1851. Diperburuk dalam usahausahanya untuk memperoleh kembali kekuasaan administratif. Partai Ketertiban kehilangan mayoritas
parlementernya yang independen. Ia membentuk sebuah koalisi dengan kaum republiken dan kaum Montagne.
(3) 11 April 1851 hingga 19 Oktober 1851. Usaha-usaha untuk merevisi, menyatukan/melebur, prorogasi. Partai Ketertiban pecah menjadi konstituen tersendiri-sendiri. Perpecahan antara parlemen burjuis dan pers dan massa burjuasi menjadi kenyataan.
(4) 9 Oktober hingga 2 Desember 1851. Perpecahan terbuka antara parlemen dan kekuasaan eksekutif. Majelis melakukan tindakan sekaratnya dan menyerah kalah, ditinggalkan mentah-mentah oleh kelasnya sendiri, oleh tentara, dan oleh semua kelas selebihnya. Berakhirnya rezim parlementer dan kekuasaan burjuis. Kemenangan Bonaparte. Parodi restorasi kekaisaran.


BAB VII IKHTISAR


Di ambang Revolusi Pebruari, republik sosial muncul sebagai sebuah ungkapan, sebagai sebuah ramalan. Pada hari-hari Juni tahun 1848, ia tenggelam dalam darah proletariat Paris, tetapi ia menghantui adegan-adegan berikutnya dari drama itu bagaikan suatu hantu. Republik demokratik itu mengumumkan permunculan dirinya. Ia menghilang pada 13 Juni 1849, bersama dengan burjuis kecilnya yang meninggalkan dirinya, tetapi di dalam pelariannya itu ia melipat-gandakan kesombongannya. Republik parlementer bersama dengan burjuasi mengambil kekuasaan atas seluruh negara; ia menikmati keberadaannya sepenuh-penuhnya, tetapi pada tanggal 2 Desember 1851 menguburnya dengan disertai teriakan derita dari kaum royalis yang telah bersatu: Hidup Republik!
Borjuasi Prancis menolak keras dominasi proletariat pekerja; ia telah menghantar lumpen proletariat pada dominasi, dengan Ketua Perhimpunan 10 Desember di bagian depan. Burjuasi menahan Prancis dalam ketakutan terengah-engah akan teror anarki merah di masa depan – Bonaparte tidak memperhitungkan masa depan untuknya ketika, pada tanggal 4 Desember, ia menyuruh menembak mati burjuis terkemuka dari Boulevard Montmartre

dan Boulevard des Italiens di jendela-jendela mereka oleh tentara hukum dan ketertiban yang mabok. Burjuasi telah mendewa-dewakan pedang; pedang menguasai dirinya. Ia telah menghancurkan pers revolusioner; persnya sendiri telah dihancurkan. Ia menempatkan rapat-rapat rakyat di bawah pengintaian polisi; salonsalonnya ditempatkan di bawah pengawasan polisi. Ia telah membubarkan Garda Nasional yang demokratik, Garda Nasionalnya sendiri telah dibubarkan. Ia memaksakan suatu keadaan darurat; suatu keadaan darurat diberlakukan padanya. Ia menggantikan para juri dengan komisi-komisi militer; para jurinya telah digantikan oleh komisi-komisi militer. Ia menundukkan pendidikan umum pada pengaruh para pendeta; para pendeta menundukkannya pada pendidikan mereka sendiri. Ia memenjarakan orang tanpa pengadilan, ia dipenjarakan tanpa pengadilan... Ia menindas setiap geliatan dalam masyarakat dengan alat kekuasaan negara; setiap geliatan dalam masyarakat ditindak dengan alat kekuasaan negara. Karena antusiasme akan kantong-kantong uangnya ia memberontak terhadap para politisi dan orang-orang literernya sendiri; para politisi dan orang-orang literer disapu ke samping, tetapi kantong uangnya dirampok setelah mulutnya disumbat dan penanya dipatahkan. Borjuasi tidak pernah lelah meneriakkan pada revolusi yang diteriakkan St. Arsenius pada orang-orang Kristiani: Fuge, tace, quiesce! [23] Bonaparte berseru pada burjuasi: Fuge, tace, quiesce

!
Borjuasi Prancis telah lama menemukan pemecahan bagi dilema Napoleon: Dalam limapuliuh tahun Eropa akan menjadi republiken atau Cossack. Ia telah menyelesaikannya dalam republik Cossack. Tiada Circe yang menggunakan magi hitam telah mendistorsi karya seni itu, republik borjuis, menjadi sebuah bentuk yang mengerikan. Republik itu tidak kehilangan apapun kecuali kemiripan akan kemuliaan. Prancis dewasa ini sudah terkandung di dalam republik parlementer itu. Ia hanya memerlukan suatu tusukan bayonet agar gelembung itu pecah dan raksasa itu melompat di depan mata kita. Mengapa proletariat Paris tidak bangkit memberontak setelah 2 Desember?
Penumbangan borjuasi baru saja didikritkan; dikrit itu tidak dilaksanakan. Sesuatu pemberontakan serius dari proletariat akan langsung memberi hidup baru pada burjuasi, mendamaikannya dengan tentara, dan menjamin suatu kekalahan Juni kedua bagi kaum pekerja.
Pada tanggal 4 Desember proletariat telah dihasut oleh burjuasi dan pemilik toko (épicier) untuk berjuang. Pada petang hari itu sejumlah legiun Garda Nasional berjanji akan muncul, bersenjata dan berseragam, di medan pertempuran. Karena borjuis dan pemilik toko telah mengetahui bahwa dalam salah-satu dikritnya tanggal 2 Desember, Bonaparte telah menghapuskan surat-suara rahasia dan telah memerintahkan mereka untuk memberikan suatu ya atau tidak di belakang nama-nama mereka di atas daftar-daftar resmi. Perlawanan 4 Desember telah mengintimidasi Bonaparte. Selama malam itu ia telah menyuruh pemasangan plakat-plakat di semua sudut jalan Paris yang mengumumkan restorasi dari surat-suara rahasia itu. Burjuasi dan pemilik toko percaya bahwa mereka telah mencapai sasaran mereka. Mereka yang gagal muncul pagi berikutnya adalah burjuasi dan pemilik toko itu.
Dengan suatu coup de main malam tanggal 1-2 Desember Bonaparte telah merampok proletariat Paris dari para pemimpinnya, para komandan berikade. Sebuah tentara tanpa perwira, menolak untuk bertempur di bawah panji kaum Montagnard karena ingatan-ingatan akan Juni 1848 dan 1849, dan Mei 1850, ia menyerahkannya pada pelopornya, perkumpulan-perkumpulan rahasia, tugas menyelamatkan kehormatkan Paris yang tidak memberontak, yang telah diserahkan borjuasi kepada pihak militer secara begitu tanpa perlawanan sehingga, berikutnya, Bonaparte dapat melucuti Garda Nasional dengan motif ketakutan yang bersungguh-sungguh bahwa senjata-senjata itu akan dibalikkan terhadap dirinya oleh kaum anarkis!
C’est le triomphe complet et définitif du Socialisme

! [24] Demikian Guizot mengkarakterisasi 2 Desember. Namun, jika penumbangan republik parlementer mengandung dalam dirinya sendiri benih dari kemenangan revolusi proletar, maka hasil langsung dan yang jelas adalah kemenangan Bonaparte atas parlemen, dari kekuasaan eksekutif atas kekuasaan legislatif, dari kekuatan tanpa ungkapan atas kekuatan ungkapan. Didalam parlemen nasion itu telah menjadikan hukum kehendak umumnya, yaitu, ia menjadikan hukum kelas yang berkuasa menjadi kehendak umumnya. Ia menolak semua kehendaknya sendiri di depan kekuasaan eksekutif dan menundukkan dirinya sendiri pada komando tertinggi sesuatu yang asing, komando tertinggi otoritas. Kekuasaan eksekutif, berbeda dengan kekuasaan legislatif, menyatakan heteronomi dari sesuatu yang nasional secara berbeda dengan otonominya. Oleh karenanya Prancis tampaknya telah meloloskan diri dari despotisme suatu kelas hanya untuk jatuh kembali di bawah despotisme seseorang individu, dan lebih daripada itu, di bawah otoritas seseorang individu tanpa otoritas. Perjuangan tampaknya diselesaikan sedemikian rupa sehingga semua kelas, yang sama-sama tak-berdaya dan sama-sama membungkam, jatuh berlutut di hadapan moncong senapan.
Tetapi revolusi itu tuntas sekali. Ia masih melalui purgatori. Revolusi itu melakukan pekerjaannya secara metodik. Pada tanggal 2 Desember 1851, revolusi itu telah menyelesaikan separuh pekerjaannya, kini ia sedang menjelesaikan paruh lainnya. Ia terlebih dulu menyelesaikan kekuasaan parlemen agar dapat menumbang-kannya. Kini setelah hal itu tercapai, ia menyelesaikan kekuasaan eksekutif, mereduksinya pada pernyataannya yang paling murni, mengisolasinya, mengadunya dengan dirinya sendiri sebagai satu-satunya sasaran, agar mengonsentrasikan semua kekuatan penghancur terhadapnya. Dan manakala ia telah melaksanakan paruh kedua dari pekerjaan pendahuluannya ini, Eropa akan melompat dari tempat duduknya dan berseru: Telah kau cungkil/bongkar dengan baik, tikus tua

! [25]
Kekuasaan eksekutif dengan organisasinya yang luar-biasa birokratik dan militer, dengan mesin negaranya yang jauh-jangkauannya dan banyak-akal, dengan sejumlah besar pegawai berjumlah setengah juta orang, di samping suatu tentara yang besarnya setengah juta orang lagi–badan benalu yang mengerikan ini, yang melibatkan seluruh masyarakat Prancis dan mencekik semua pori-porinya, lahir pada waktu monarki mutlak, dengan pembusukan sistem feodal yang telah ia Bantu mempercepatnya. Hak-hak istimewa pertuanan dari para pemilik tanah dan kota-kota ditransformasi menjadi sekian banyak atribut kekuasaan negara, para pembesar feodal menjadi pejabat-pejabat bayaran, dan aneka-ragam pola kekuasaan paripurna abad-pertengahan yang saling berbenturan menjadi rencana teratur dari suatu otoritas negara yang pekerjaannya dibagi dan dipusatkan seperti dalam sebuah pabrik.
Revolusi Prancis pertama, dengan tugasnya untuk membongkar semua kekuasaan lokal, teritorial, perkotaan dan provinsi agar menciptakan kesatuan sivil bangsa itu, tidak-bisa-tidak mengembangkan yang telah dimulai oleh monarki, sentralisasi, tetapi pada waktu bersamaan batas-batas, atribut-atribut, dan para agen kekuasaan pemerintahan. Napoleon telah menyempurnakan mesin negara itu. Monarki Yang Absah (Legitimate) dan Monarki Juli tidak menambahkan apapun padanya kecuali suatu pembagian kerja lebih besar, meningkatkannya pada tingkat yang sama sebagaimana pembagian kerja di dalam masyarakat borjuis menciptakan kelompok-kelompok kepentingan baru, dan karenanya bahan baru bagi administrasi negara. Semua kepentingan bersama secara langsung direnggut dari masyarakat, dihadapkan dengan suatu kepentingan umum yang lebih tinggi, diserobot dari kegiatan-kegiatan para anggota masyarakat sendiri dan dijadikan suatu obyek kegiatan pemerintah –dari satu jembatan, sebuah gedung sekolahan, dan kepemilikan komunal suatu komunitas desa, hingga jalan-jalan kereta api, kekayaan nasional, dan Universitas Nasional Perancis. Akhirnya republik parlementer, di dalam pergulatannya terhadap revolusi, mendapatkan dirinya terpaksa memperkuat alat-alat dan sentralisasi kekuasaan pemerintahan dengan tindakan-tindakan represif. Semua revolusi menyempurnakan mesin ini dan bukannya menghan-curkannya. Partai-partai, yang secara bergantian memperebutkan dominasi, memandang pemilikan bangunan negara yang luar-biasa besarnya ini sebagai jarahan utama dari si pemenang.
Tetapi di bawah monarki mutlak, selama Revolusi pertama, dan di bawah Napoleon birokrasi itu hanyalah alat untuk mempersiapkan kekuasaan kelas borjuasi. Di bawah Restorasi, di bawah Louis Philippe, di bawah republik parlementer, ia merupakan perkakas kelas yang berkuasa, betapapun keras usahanya akan kekuasaan dirinya sendiri.
Hanya di bawah Bonaparte kedua negara itu tampaknya telah menjadikan dirinya independen secara sempurna. Mesin negara telah sedemikian rupa memperkuat dirinya sendiri vis-à-vis masyarakat sivil sehingga Pemimpin Perhimpunan 10 Desember mencukupi sebagai kepalanya – seorang petualang yang didatangkan dari luar-negeri, membuat diangkatnya bahu-bahu suatu keprajuritan yang mabok yang telah dibelinya dengan wiski dan sosis dan yang kepadanya ia mesti terus melempari lebih banyak sosis lagi. Karenanya keputus-asaan yang bermuram-durja itu, perasaan dari penghinaan mengerikan dan pemerosotan yang menindas dada Prancis dan membuatnya terengahengah. Ia merasa dirinya terhina.
Sekalipun begitu kekuasaan negara tidak digantung di awang-awang. Bonaparte mewakili suatu kelas, dan kelas yang paling besar jumlahnya dari masyarakat Prancis lagi pula, yaitu kaum pengusaha pertanian kecil.
Tepat sebagaimana kaum Bourbon adalah dinasti dari pemilikan tanah besar dan kaum Orlean dinasti uang, demikian para Bonapartis adalah dinasti kaum tani, yaitu, massa-massa Prancis. Yang terpilih dari kaum tani bukanlah Bonaparte yang tunduk pada parlemen burjuis, tetapi Bonaparte yang membubarkan parlemen burjuis. Selama tiga tahun kota-kota telah berhasil memalsu makna pemilihan 10 Desember dan dalam menipu kaum tani dari restorasi Kekaisaran. Pemilihan 10 Desember 1848 hanya telah menggenapkan coup d’état (kudeta) 2 Desember 1851.
Kaum pengusaha pertanian kecil merupakan suatu massa luar-biasa besarnya yang para anggotanya hidup dalam kondisi-kondisi serupa tetapi tanpa memasuki bermacam-macam saling-hubungan satu-sama-lain. Cara produksi mereka saling mengisolasikan mereka satu-sama-lain dan tidak menjadikan mereka saling bergaul satu-sama-lain. Isolasi itu diperkuat oleh alat-alat komunikasi Prancis yang buruk dan kemiskinan kaum tani. Bidang produksi mereka, usaha-usaha pertanian kecil, tidak memungkinkan pembagian kerja dalam pembudi-dayaannya, tidak memungkinkan penerapan ilmu-pengetahuan, dan karenanya tidak memungkinkan keserba-ragaman perkembangan, tiada keberagaman bakat, tiada kekayaan hubungan-hubungan sosial. Masing-masing keluarga petani hampir berswa-sembada, secara langsung memproduksi sebagian terbesar kebutuhan-kebutuhan konsumsinya, dan dengan demikian memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidupnya lebih banyak melalui pertukaran dengan alam daripada dalam pergaulan dengan masyarakat. Sebuah usaha pertanian kecil, petani dan keluarganya; di sampingya sebuah usaha pertanian kecil lain, petani lain dan keluarga lain. Sejumlah usaha-usaha pertanian kecil seperti itu merupakan sebuah desa, dan sejumlah desa-desa seperti itu merupakan sebuah departemen. Demikian massa besar nasion Prancis terdiri atas pertambahan sederhana dari besaran-besaran homologen, sangat menyerupai kentang dalam sebuah karung merupakan sekarung kentang. Sejauh berjuta keluarga hidup dalam kondisi kehidupan yang memisahkan cara hidup mereka, kepentingan-kepentingan mereka, dan budaya mereka dari yang dari kelas-kelas lain, dan menempatkan mereka dalam oposisi bermusuhan dengan yang tersebut terakhir, maka mereka itu merupakan sebuah kelas. Sejauh hanya terdapat suatu antar-hubungan lokal di antara para pengusaha pertanian kecil ini, dan identitas kepentingan-kepentingan mereka tidak membentuk komunitas, tidak membentuk suatu ikatan nasional, dan tidak membentuk organisasi politik di antara mereka, maka mereka tidak merupakan suatu kelas. Oleh karenanya mereka tidak dapat menyatakan kepentingan kelas mereka atas nama mereka sendiri, baik itu melalui suatu parlemen ataupun suatu konvensi. Mereka tidak dapat mewakili diri mereka sendiri, mereka mesti diwakili. Wakil mereka mesti sekaligus tampil sebagai tuan mereka, sebagai suatu otoritas atas diri mereka, suatu kekuasaan pemerintahan yang tidak terbatas yang melindungi mereka dari kelas-kelas lain dan mengirimkan kepada mereka hujan dan sinar matahari dari atas. Pengaruh politik dari kaum pengusaha pertanian kecil, oleh karenanya, mendapatkan pernyataan akhirnya dalam kekuasaan eksekutif yang menundukkan masyarakat pada dirinya sendiri.
Tradisi sejarah melahirkan pada kaum tani Prancis kepercayaan pada keajaiban seorang pria bernama Napoleon yang akan mengembalikan semua kejayaan pada mereka. Dan muncullah seorang individu yang mengklaim sebagai orang itu karena ia menyandang nama Napoleon, sebagai konsekuensi Kode Napoleon, yang mendikritkan: la recherché de la paternité est interdite

.[26] Setelah suatu pergelandangan dua-puluh tahun lamanya dan serangkaian petualangan mengerikan dongeng itu digenapkan, dan pria itu mjenjadi Kaisar orang Prancis. Kepastian ide mengenai kemenakannya telah diwujudkan karena ia bertepatan dengan kepastian ide mengenai kelas yang paling besar jumlahnya dari rakyat Prancis.
Tetapi, demikian orang dapat mengajukan keberatan, bagaimana mengenai pemberontakan-pemberontakan kaum tani di separuh Perancis, penyerbuan-penyerbuan tentara terhadap kaum tani, penahanan dan pemindahan massa kaum petani?
Sejak Louis XIV, Prancis tidak mengalami pengejaran serupa terhadap kaum tani berdasarkan praktek-prakteki demagogi.
Tetapi jangan kita salah mengerti. Dinasti Bonaparte tidak mewakili kaum tani revolusioner, melainkan kaum tani konservatif; bukan petani yang berusaha mengatasi kondisi kehidupan sosialnya, usaha pertanian kecil itu, tetapi adalah seseorang yang ingin mengonsolidasi usahanya; bukan rakyat pedesaan yang dalam persekutuan dengan kota-kota ingin menumbangkan tatanan lama melalui enerji-enerji mereka sendiri, tetapi sebaliknya, dalam kesendirian kokoh di dalam tatanan lama ini, yang ingin melihat diri mereka sendiri dan usaha kecil mereka diselamatkan dan diberkati oleh roh Kekaisaran. Ia tidak mewakili pencerahan tetapi ketakhayulan petani; bukan penilaiannya tetapi prasangkanya; bukan masa depannya melainkan masa-lalunya.; bukan Cevennes [27] modernnya, melainkan Vendee [28] modernnya.
Pemerintahan keras selama tiga tahun dari republik parlementer telah membebaskan sebagian dari kaum tani Prancis dari ilusi Napoleonik dan merevolusionerkan mereka, sekalipun cuma secara dangkal; tetapi borjuasi dengan kekerasan menolak mereka sesering mereka itu mulai bergerak. Di bawah republik parlementer kesadaran modern dan tradisional petani Perancis berebut keunggulan. Proses itu mengambil bentuk suatu perjuangan yang tiada henti-hantinya antara para kepala sekolah dan para pendeta. Borjuasi itu mengalahkan para kepala sekolah. Kaum tani untuk pertama kaliya berusaha untuk berkelakuan independen vis-à-vis

pemerintah. Ini ditunjukkan dalam konflik terus-menerus antara para wali-kota dan para pendeta. Borjuasi menggusur pada walikoa itu. Akhirnya, selama periode republik parlementer, kaum tani dari berbagai lokalitas bangkit terhadap anak mereka sendiri, tentara. Borjuasi menghukum kaum petani dengan pengepungan-pengepungan dan eksekusi-eksekusi. Dan burjuasi yang sama ini kini berteriak terhadap ketololan massa, orang banyak yang hina yang telah mengkhianatinya (borjuasi) pada Bonaparte. Burjuasi itu sendiri telah dengan kekerasan memperkuat imperialisme kelas petani; ia telah melestarikan kondisikondisi yang merupakan tempat-tempat lahir species religi petani ini. Borjuasi, sebenarnya, tidak-bisa-tidak takut akan ketololan massa selama mereka itu tetap konservatif, dan wawasan dari massa segera setelah mereka itu menjadi revolusioner.
Dalam pemberontakan-pemberontakan setelah kudeta itu, sebagian dari kaum tani Prancis memprotes, dengan senjata di tangan, terhadap suara mereka sendiri pada 10 Desember 1848. Pelajaran yang mereka dapatkan sejak tahun 1848 telah mempertajam akal mereka. Namun mereka telah mendaftarkan diri mereka di dalam dunia-gelap sejarah, sejarah mengikat diri mereka pada kata-kata mereka, dan mayoritasnya masih diimplikasikan sedemikian rupa hingga justru departemen-departemen paling merah dari penduduk petani memberikan suara secara terangterangan pada Bonaparte. Dalam pandangan mereka, Majelis Nasional telah menghalang-halangi kemajuan Bonaparte. Bonaparte kini telah mematahkan belenggu-belenggu yang telah dikenakan kota-kota pada kehendak daerah pedesaan. Dalam beberapa bagian kaum tani bahkan terpikat pada paham mengerikan akan suatu konvensi dengan Napoleon.
Setelah Revolusi pertama telah mentransformasi kaum tani setengah feodal menjadi pengusaha-pengusaha bebas, Napoleon menegaskan dan mengatur kondisi-kondisi yang dengannya mereka dapat mengeksploitasi secara tidak terganggu tanah Prancis yang telah baru saja mereka peroleh, dan dapat memenuhi dahaga mereka akan pemilikan. Tetapi yang kini menghancurkan kaum petani Prancis adalah usaha kecilnya itu sendiri, pembagian negeri itu dan tanahnya, bentuk pemilikan yang telah dikonsolidasikan Napoleon di Prancis. Dua generasi sudah cukup untuk memproduksi hasil yang tak terelakkan itu: semakin memburuknya pertanian dan semakin berhutangnya si pengusaha pertanian. Bentuk pemilikan Napoleonik yang pada awal abad ke sembilan belas merupakan kondisi emansipasi dan perkayaan rakyat pedesaan Perancis, telah berkembang dalam perjalanan abad ini menjadi hukum perbudakan dan pemiskinan mereka. Dan justru hukum ini merupakan yang pertama dari gagasan-gagasan Napoleonik yang mesti ditegakkan oleh Bonaparte kedua. Jika ia masih berbagi dengan kaum tani ilusi bahwa sebab dari kehancuran mereka jangan dicari pada usaha-usaha kecil mereka sendiri, melainkan di luar mereka dalam pengaruh situasi-situasi sekunder— maka pengalaman-pengalamannya akan memecahkan bagaikan gelembung-gelembung sabun ketika itu bersentuhan dengan hubungan-hubungan produksi.
Perkembangan perekonomian pemilikan kecil telah mengubah secara radikal hubungan-hubungan petani dengan kelas-kelas sosial lainnya. Di bawah Napoleon fragmentasi tanah di daerah pedesaan menambah persaingan bebas dan awal industri besar di kota-kota. Kelas petani merupakan protes yang ada di mana-mana terhadap penumbangan baru-baru ini dari aristokrasi bertanah. Akar-akar kepemilikan usaha kecil yang ditanamkan dalam bumi Prancis telah merenggut semua bahan makanan dari feodalisme Petanda-petanda kepemilikan ini merupakan perbentengan alamiah dari burjuasi terhadap sesuatu serangan dadakan oleh para penguasanya yang lama. Namun, dalam perjalanan abad ke sembilan belas tukang riba kota telah menggantikan tukang riba feodal, hipotek telah menggantikan kewajiban feodal, kapital borjuis menggantikan pemilikan tanah aristokratik. Usaha kecil petani kini hanya dalih yang memungkinkan si kapitalis mendapatkan laba, bunga dan sewa dari tanah, sambil meninggalkannya pada si ahli pertanian sendiri untuk menjaga bagaimana ia dapat menarik upah-upahnya. Hutang hipotek yang membebani tanah Prancis mengenakan pada kaum tani Prancis suatu jumlah bunga yang setara dengan bunga tahunan atas seluruh hutang nasional Inggris. Pemilikan usaha kecil, dalam perbudakan oleh kapital yang kepadanya perkembangannya mendorong secara tidak terelakkan, telah mentransformasi massa nasion Perancis menjadi penghuni gua zaman purba. Enam belas juta petani (termasuk wanita dan anak-anak) menghuni gua-gua, sejumlah besar gua-gua itu hanya mempunyai satu pintu, yang lain-lainnya hanya mempunyai dua lubang lewatan dan yang paling di’gemari’ memiliki tiga buah lubang pintu. Jendela-jendela bagi sebuah rumah adalah seperti lima panca indra bagi kepala. Tatanan borjuis, yang pada awal abad menetapkan negara untuk menjadi pengawal atas usaha-usaha kecil yang baru muncul itu dan memupukinya dengan rangkaian-rangkaian kemenangan, telah menjadi suatu vampir (penghisap darah) yang menghisap darah dari jantung dan benak dan melemparkannya ke dalam kancah kapital si alkemis. Code Napoléon kini tidak lain dan tidak bukan hanyalah kodeks retribusi dari penjualan-penjualan paksa dan pelelangan-pelelangan paksa. Bagi empat juta (termasuk anak-anak dsb.) pengemis, gelandangan, penjahat dan pelacur yang diakui secara resmi di Prancis mesti ditambahkan lima juta lagi yang mengambang di tepian kehidupan dan mempunyai wilayah kelayapannya di daerah pedesaan itu sendiri atau, dengan pakaian compang-camping dan anak-anak mereka, selalu meninggalkan daerah pedesaan untuk kota-kota dan kota-kota untuk daerah pedesaan. Karenanya, kepentingan kaum tani tidak lagi, seperti di bawah Napoleon, sesuai dengan, melainkan kini berlawanan dengan kepentingan-kepentingan burjuis, kepentingan kapital. Karenanya mereka mendapatkan sekutu alamiah mereka dan pemimpin mereka pada proletariat kota, yang tugasnya ialah menumbangkan tatanan borjuis itu. Tetapi pemerintahan yang kuat dan tidak terbatas dan ini adalah gagasan Napoleonik kedua yang mesti dijalankan oleh Napoleon kedua– terpanggil untuk membela tatanan material ini dengan kekerasan. Tatanan material ini juga berfungsi, dalam semua proklamasi Bonaparte, sebagai slogan terhadap kaum tani yang memberontak.
Sebagai tambahan pada hipotek yang dipaksakan oleh kapital kepadanya, usaha kecil dibebani pajak-pajak. Pajak-pajak merupakan sumber hidup dari birokrasi, tentara, para pendeta, dan istana –singkatnya, dari seluruh aparat kekuasaan eksekutif. Pemerintahan yang kuat dan pajak-pajak yang berat adalah identikal. Karena sifatnya sendiri, pemilikan usaha kecil merupakan suatu dasar bagi suatu birokrasi yang kuat-menyeluruh dan tak-terhitung jumlahnya. Ia menciptakan suatu tingkat hubungan personal dan ekonomi yang seragam yang meliputi seluruh negeri. Karenanya ia juga memungkinkan aksi seragam dari suatu pusat tertinggi pada semua titik dari massa yang seragam ini. Ia menghancurkan langkah-langkah perantaraan aristokratik antara massa rakyat dan kekuasaan negara. Di semua segi, karenanya, ia melahirkan penyusupan langsung dari kekuasaan negera ini dan penempatan langsung organ-organ. Akhirnya, ia memproduksi suatu kelebihan penduduk yang menganggur yang tidak dapat memperoleh tempat di atas tanah (pedesaan) maupun di kota-kota dan yang tidak-bisa-tidak menggapai posisi-posisi kenegaraan sebagai suatu jenis sedekah terhormat, dan memancing penciptaan posisi-posisi kenegaraan tambahan. Dengan pasar-pasar baru yang dibukanya dengan bayonet, dan dengan merampok Benua (Eropa), Napoleon membayar kembali pajak-pajak paksa itu dengan bunga. Pajak-pajak ini merupakan suatu dorongan pada industri (kerajinan) kaum tani, sedangkan kini mereka merampok industri ini dari sumber-sumber terakhirnya dan menyempurnakan ketidakberdayaannya terhadap kemiskinan/pauperisme.
Suatu birokrasi yang luar-biasa besarnya, yang berbusana baik dan makmur, merupakan gagasan Napoleonik yang paling menyenangkan bagi Bonaparte kedua. Bagaimana bisa tidak begitu, jika diingat bahwa bersama dengan kelas-kelas masyarakat yang sesungguhnya, ia terpaksa menciptakan suatu kasta buatan yang untuknya dipertahankannya rezimnya menjadi masalah hidup-dan-mati? Karena itulah salah satu dari operasi-operasinya yang paling pertama ialah menaikkan gaji-gaji para pegawai hingga tingkat lama dan penciptaan pekerjaan-pekerjaan ringan baru.
Suatu idée napoléonienne [29] lain adalah dominasi para pendeta sebagai sebuah perkakas pemerintah. Tetapi selagi pada waktu permunculan mereka para pemilik usaha kecil, di dalam kesepakatan mereka dengan masyarakat, dalam ketergantungan mereka pada kekuatan-kekuatan alam dan ketundukan mereka pada otoritas yang melindungi mereka dari atas, sudah dengan sendirinya mereka itu religius, kini setelah mereka itu dihancurkan oleh hutang-hutang, mereka berbenturan dengan masyarakat dan otoritas, dan didorong melampaui keterbatasan-keterbatasan mereka sendiri, mereka telah menjadi –dengan sendirinya– tidak-religius.
Surga merupakan suatu tambahan yang menyenangkan sekali pada bidang sempit tanah yang baru didapatkan/dimenangkan, teristimewa karena itu menciptakan cuacanya; ia menjadi sebuah penghinaan segera setelah ia mendesak maju sebagai suatu pengganti untuk usaha kecil. Sang pedeta kemudian muncul hanya sebagai anjing-jaga yang dibaptis dari polisi duniawi –sebuah idée napoléonienne lain. Ekspedisi terhadap Roma akan terjadi di Prancis sendiri di kali berikutnya, tetapi dalam satu arti yang berlawanan dari yang dari M. de Montalembert.
Akhirnya, idée napoléonienne

yang berkulminasi adalah naiknya tentara. Tentara merupakan point d’honneur

dari para petani kecil, adalah mereka sendiri yang ditransformasi menjadi pahlawan-pahlawan, yang membela milik-milik baru mereka terhadap dunia luar, berjaya dengan kebangsaan mereka yang baru dimenangkan, yang merampok dan merevolusionerkan dunia. Seragam itu adalah busana negara mereka sendiri, perang adalah persanjakan mereka; usaha kecil, yang dibesarkan dan dibulatkan dalam imajinasi, adalah tanah-air mereka, dan patriotisme bentuk ideal dari kesadaran akan kepemilikan itu. Tetapi para musuh yang terhadapnya petani Perancis kini mesti mempertahankan miliknya bukanlah kaum Cossack; mereka adalah huissiers [30] dan para penagih pajak. Usaha kecil itu tidak lagi terletak pada yang disebut tanah-air tetapi di dalam pendaftaran hipotek-hipotek. Tentara sendiri tidak lagi merupakan bunga pemuda tani; ia adalah bunga rawa dari lumpen-proletariat tani. Ia terutama terdiri atas penggantian-penggantian, pengganti-pengganti, tepat sebagaimana Bonaparte kedua sendiri hanyalah suatu penggantian, pengganti Napoleon. Ia kini melaksanakan perbuatan-perbuatan keberaniannya dengan mengejar-ngejar kaum tani dalam massa-massa bagaikan kijang berkulit halus, dengan melakukan tugas gendarmi; dan jika kontradiksi-kontradiksi alamiah dari sistemnya mengejar Ketua Perhimpunan 10 Desember hingga ke seberang perbatasan Prancis, tentaranya, setelah melakukan beberapa perampokan, akan menuai, bukan tanda-tanda kemenangan, melainkan cambukan-cambukan.
Jelas: Semua idée napoléonienne

adalah gagasan-gagasan usaha kecil yang terbelakang dalam kesegaran masa mudanya; mereka adalah suatu kontradiksi dengan usaha-usaha yang telah melampaui waktunya. Mereka hanyalah halusinasi-halusinasi pergulatannya dengan kematian, kata-kata ditransformasi menjadi kalimat-kalimat, roh-roh yang ditransformasi menjadi hantu-hantu. Tetapi parodi imperialisme diperlukan untuk membebaskan massa nasion Prancis dari beban tradisi dan untuk melaksanakan dalam bentuk murni oposisi antara kekuasaan negara dan masyarakat. Dengan tekad progresif dari pemilikan usaha kecil, struktur negara yang didirikan di atasnya roboh. Sentralisasi negara yang diperlukan masyarakat modern hanya bangun di atas puing-puing mesin pemerintahan militer-birokratik yang telah ditempa dalam oposisi terhadap feodalisme.
Kondisi kaum tani Prancis memberikan pada kita jawaban atas teka teki pemilihan umum 20 dan 21 Desemer, yang menaikkan Bonaparte kedua ke atas Gunung Sinai, tidak untuk menerima undang-undang, tetapi untuk memberikannya kepada mereka.
Jelas kiranya bahwa burjuasi kini tiada pilihan lain kecuali memilih Bonaparte. Ketika kaum Puritan dari Majelis Constance [1414-18] mengeluh tentang kehidupan yang kacau dari para paus dan merengekrengek tentang keharusan akan reformasi moral, Kardinal Pierre d’Ailly mengguntur pada mereka: “Hanya iblis sendiri yang masih dapat menyelamatkan Gereja Katholik, dan anda meminta malaikat-malaikat

.” Secara serupa, setelah kudeta burjuasi Prancis berseru: Hanya Ketua Perhimpunan 10 Desember yang masih dapat menyelamatkan masyarakat borjuis! Hanya pencurian masih dapat menyelamatkan kepemilikan; hanya sumpah-palsu, religi, keharam-jadahan, keluarga; kekacauan, ketertiban!
Sebagai otoritas eksekutif yang telah menjadikan dirinya sendiri independen, Bonaparte menganggap sebagai tugasnya untuk menjaga tatanan burjuis. Tetapi kekuatan tatanan burjuis ini terletak pada kelas menengah. Oleh karenanya ia memandang dirinya sendiri sebagai wakil dari kelas menengah dan mengeluarkan dikrit-dikrit dalam arti ini. Sekalipun begitu, dirinya adalah seseorang semata-mata karena dirinya telah mematahkan kekuasaan kelas menengah itu, dan terus mematahkannya dari hari ke hari. Karenanya, ia bertindak, sebagai lawan dari kekuasaan politik dan secara harfiah dari kelas menengah. Tetapi dengan melindungi kekuasaan materialnya ia menghidupkan kembali kekuasaan politiknya. Demikian sebab itu mesti dipertahankan, tetapi akibatnya, di mana itu menyatakan dirinya, mesti dienyahkan. Tetapi ini tidak bisa terjadi tanpa kekacauan-kekacauan kecil mengenai sebab dan akibat, karena di dalam interaksi mereka kedua-duanya kehilangan tanda-tanda yang membeda-bedakan mereka. Dikrit-dikrit baru menghilangkan garis perbatasan itu. Bonaparte mengetahui bagaimana bertindak sebagai Ketua Perhimpunan 10 Desember, sebagai wakil dari lumpen-proletariat yang kepadanya ia sendiri, para pengikutnya, pemerintahannya, dan tentaranya termasuk, dan yang obyek utamanya ialah menguntungkan dirinya sendiri dan menarik hadiah-hadiah lotere California dari perbendaharaan negara. Dan ia mengokohkan dirinya sendiri sebagai Ketua Perhimpunan 10 Desember dengan dikrit-dikrit, tanpa dikrit-dikrit, dan sekalipun dikrit-dikrit itu.
Tugas kontradiktif orang ini menjelaskan kontradiksi pemerin-tahannya, raba-raba yang kacau yang sebentar berusaha untuk menang, sebentar menghina, mula-mula satu kelas dan kemudian satu kelas lain, dan secara seragam membariskan kesemua mereka itu terhadap dirinya; yang ketidak-tentuannya dalam praktek merupakan suatu perbedaan yang sangat menertawakan dengan gaya kurang-ajar, gaya kategori dikrit-dikrit pemerintah, sebuah gaya yang secara membudak disalin dari sang paman...
Industri dan perdagangan, dari situ urusan-urusan bisnis dari kelas menengah, akan tumbuh subur dalam gaya rumah-kaca di bawah pemerintahan yang kuat: Hiba dari tak-terhitung banyaknya konsesi jalanan kereta-api. Tetapi lumpen proletariat Bonaparte mesti memperkaya diri mereka. Mereka yang mengetahui memainkan tripotate [31] di Bursa saham dengan konsesi-konsesi perkereta-apian. Namun tiada kapital yang muncul untuk jalan-jalan kereta api itu. Kewajiban Bank untuk mempersekoti (melakukan pengeluaran di muka) saham-saham jalanan kereta api. Tetapi pada waktu bersamaan Bank mesti dieksploitasi untuk keuntungan-keuntungan pribadi dan karenanya mesti dibujuk-bujuk. Bebaskan Bank dari kewajiban mengumumkan laporan mingguan. Persetujuan leonine [32] dari Bank dengan pemerintah. Rakyat mesti diberi pekerjaan. Dimulainya pekerjaan-pekerjaan umum. Tetapi pekerjaan-pekerjaan umum meningkatkan kewajiban pajak orang. Dari situ pengurangan pajak-pajak dengan suatu serangan terhadap kaum rentenir (pengusaha pembunga), dengan mengubah surat-surat obligasi 5% menjadi obligasi 4½%. Namun kelas menengah mesti kembali menerima suatu suap/pemanis (douceur). [33] Karenanya pelipatgandaan pajak anggur bagi rakyat, yang membeli anggur (en detail

) eceran, dan diparuhnya pajak anggur untuk kelas menengah, yang meminum anggur secara borongan (en gros

). Pembubaran serikat-serikat pekerja yang sesungguhnya, tetapi janji-janji serikat-serikat masa depan yang penuh mukjijat. Kaum tani mesti dibantu. Bank-bank hipotek yang mempercepat keberhutangan mereka dan mempercepat konsentrasi kepemilikan. Tetapi bank-bank ini mesti digunakan untuk menciptakan uang dari kekayaan-kekayaan Keluarga Kerajaan Orleans yang disita. Tiada kapitalis yang mau menyetujui kondisi yang tidak dimuat di dalam dikrit ini, dan bank hipotek tetap semata-mata sebuah dikrit , dsb.dsb.
Bonaparte ingin tampil sebagai dermawan patriarkal dari semua kelas. Tetapi ia tidak dapat memberikan pada sesuatu pihak tanpa mengambil dari pihak lain, tepat sebagaimana yang dikatakan mengenai Duke de Guise pada masa Fronde bahwa ia merupakan orang yang paling banyak menolong di Prancis karena ia telah mengubah seluruh kekayaannya menjadi, kewajiban-kewajiban feodal para pengikutnya pada dirinya, sehingga Bonaparte akan menjadi orang yang paling penolong di Prancis dan mengalihkan seluruh Prancis dan menjadikannya sebuah hadiah bagi Prancis, atau lebih tepatnya untuk membeli kembali Prancis dengan uang Prancis, karena sebagai Ketua Perhimpunan 10 Desemnber ia mesti membeli yang semestinya menjadi miliknya. Dan semua kelembagaan negara, Senat, Dewan Negara, Badan Legislatif, Legiun Kehormatan, medali-medali militer, binatu-binatu umum, pekerjaan-pekerjaan umum, jalan-jalan kereta-api, staf umum, para état major

[34] Garda Nasional dengan pengecualian prajurit biasa, dan kekayaan-kekayaan Keluarga Kerajaan Orleans yang disita–semuanya menjadi bagian lembaga pembelian. Setiap tempat dalam tentara dan dalam mesin pemerintahan menjadi suatu alat pembelian. Tetapi ciri terpenting dari proses ini, yang dengannya Prancis diambil untuk diberikan kepadanya, adalah prosentase-prosentase yang menemukan jalannya ke dalam kantong-kantong ketua dan para anggota Perhimpunan 10 Desember selama pengalihan itu. Akal yang dengannya Countess L., gundik M. de Morny, mengkarakterisasi penyitaan kekayaan-kekayaan Keluarga Kerajaan Orleans – C’est le premier vol [35] de l’aigle [36] ini dapat diberlakukan bagi setiap terbangnya elang ini, yang adalah lebih daripada seekor burung gagak. Elang itu sendiri dan pengikutnya, saling menyapa satu-sama-lain seperti si Carthusian Italia memanggil si pelit yang, dengan pameran sombong tiada henti-hentinya menghitung barang-barang yang dengannya ia tetap dapat hidup selama bertahun-tahun: Tu fai conto sopra 1 beni bisogna prima far il conto sopra gli anni

. [37] Agar tidak membuat kesalahan dalam hal tahun-tahun itu, mereka menghitung menit-menitnya. Segerombolan orang mendesakkan diri mereka ke pengadilan, ke dalam kementerian-kementerian, kepada kepala pemerintahan dan tentara, sekerumunan yang terbaik di antara mereka mesti dikatakan bahwa tiada seorang pun mengetahui dari mana datangnya, suatu bohemia yang banyak omong, yang bereputasi buruk, yang serakah yang merangkak ke dalam jubah-jubah berjumbai dengan martabat yang sama mengerikan seperti para pembesar tinggi dari Soulouque. Orang dapat membayangkan dengan jelas lapisan atas dari Perhimpunan 10 Desember itu jika orang mengingat bahwa Véron-Crevel [38] adalah pengkhotbah moralnya dan Granier de Cassagnac pemikirnya. Manakala Guizot, pada masa pemerintahannya, menggunakan Garnier ini dalam sebuah surat-kabar gurem terhadap oposisi dinasti, ia biasa menyombongkan tentang diri Garnier itu dengan celetukan: C’est le roi des droles

[39] Orang akan salah jika mengingat kembali Perwalian atau Louis XV dalam hubungan dengan istana dan klik Louis Bonaparte. Karena “sudah sering Prancis mengalami suatu pemerintahan para gundik, tetapi tidak pernah sebelumnya sebuah pemerintahan laki-laki piaraan

.” [40]
Didorong oleh tuntutan-tuntutan kontradiktif situasinya, dan karena pada waktu bersamaan, bagaikan seorang tukang-sulap, diharuskan menjaga agar pandangan publik terarah pada dirinya sendiri, sebagai penerus Napoleon, dengan selalu menimbulkan kejutan-kejutan –yaitu, setiap hari diharuskan mengatur sebuah coup d’état en miniature

(kudeta miniatur)– Bonaparte melemparkan seluruh ekonomi borjuis ke dalam kekacauan, melanggar segala sesuatu yang tampaknya tidak dapat dilangggar bagi Revolusi 1848, menjadikan beberapa pihak menenggangi revolusi dan menjadikan pihak-pihak lainnya bernafsu akan revolusi itu, dan menghasilkan anarki sungguh-sungguh atas nama ketertiban, sedangkan bersamaan waktu melucuti seluruh mesin negara dari kemuliaannya, mengotorinya dan sekaligus membuatnya menjijikkan dan menertawakan. Pemujaan (kultus) Jubah Suci dari Trier [41] disalinnya di Paris dalam kultus jubah kekaisaran Napoleonik. Namun tatkala jubah kekaisaran itu pada akhirnya jatuh ke atas bahu Louis Bonaparte, patung perunggu dari Napoleon akan jatuh hancur dari puncak Vendôme Column

.


[23] Larilah, diamlah, tenanglah!
[24] Ini adalah kemenangan sempurna dan terakhir dari Sosialisme!
[25] Dari karya Shakespeare Hamlet, Babak I, Adegan 5: Telah kau katakan dengan baik, tikus tua! –Ed.
[26] Penyelidikan mengenai asal-usul keluarga dilarang.
[27] Sebuah pemberontakan petani Protestan (yang disebut kaum Camisard) di pegunungan Cevennes pada tahun 1702-05.Semboyan mereka ialah Tolak Pajak! – Kebebasan Kesadaran! Para pemberontak itu merampas puri-puri feodal, bersembunyi di pegununga, melakukan perang gerilya selama hampir tiga tahun. –Ed.
[28] Sebuah pemberontakan yang didukung kaum tani terhadap Revolusi Prancis di provinsi Prancis Vendée, suatu tempat kontra-revolusi pada tahun 1793. Para kontra-revolusioner menggunakan petani Vendée yang secara politik terbelakang dan sangat dipengaruhi oleh para orang gereja Katholik. —Ed.
[29] Gagasan Napoleonik
[30] Petugas pengadilan
[31] Melakukan transaksi di bawah tangan.
[32] Dari dongeng Aesop tentang singa yang membuat sebuah kontrak yang dengannya seorang mitra mendapatkan semua laba dan mitra lainnya semua kerugian. –Ed.
[33] Douceur: suap.
[34] Etat major: Staf Umum
[35] Kata ini berarti terbang maupun pencurian (Catatan Marx)
[36] Penerbangan (pencurian) pertama sang elang. –Ed.
[37] “Anda menghitung-hitung barang anda, anda semestinya lebih dulu menghitung usia anda” (catatan Marx)
[38] Seorang filistin yang risau dalam novel Balzac Cousin Bette

. Filistin Paris di Grevel, seorang tokoh yang dilukiskannya menurut model Dr.Véron, pemilik dari Constitutionnel –(Catatan Marx.)
[39] Ia adalah rajanya para badut.
[40] Dikutip dari Mme. De Girardin. Hommes engtretenbus: Pira piaraan.
[41] Sebuah relik Katholik, yang dianggap diambil dari Kristus ketika dalam sekarat, dan dilestarikan dalam katedral kota kelahiran Marx. –Ed.


Impressum

Übersetzung: Oey Hay Djoen
Tag der Veröffentlichung: 15.02.2012

Alle Rechte vorbehalten

Nächste Seite
Seite 1 /