Dikisahkan di sebuah lembah antara dua gunung pada suatu waktu yang sangat lampau, darah bersimbah membasuh lembah dengan deru angin tak menentu mencoba mengeringkannya. Suku Putih Timur yang tinggal di gunung Kapur berperang habis-habisan melawan Suku Hijau Barat yang tinggal di gunung Subur. Kedua suku saling menumpas habis demi menguasai kekayaan alam yang ada di gunung.
Tidak ada masa damai setelah peperangan besar yang membawa korban sama banyaknya dikedua belah pihak. Teror demi teror berlangsung sampai 10 keturunan dan 5 kali pergantian kepala suku. Pada keturunan ke 7 terjadi perubahan ketika kedua suku mulai kelelahan. Dikisahkan kepala Suku Hijau Barat yang bernama Padi Kuning, turun ke lembah melakukan upacara suci menghormati korban peperangan dan menamakan hari saat perang tersebut dengan hari perkabungan dan menjadi hari suci bagi suku Hijau Barat.
Pada hari perkabungan suku Hijau Barat dilarang membunuh manusia atau dia akan diusir dari suku selama 8 tahun. Apa yang dilakukan Padi Kuning menggugah hati Sang Pualam, kepala suku Putih Timur. Dengan tulus dia menghormati keputusan Padi Kuning dan melakukan upacara untuk mensucikan lembah serta melarang suku Putih Timur menyerang suku Hijau Barat pada hari Perkabungan. Setelah itu lembah di antara dua gunung itu menjadi lembah suci bagi suku Putih Timur. Seluruh suku Putih Timur dilarang membunuh siapa saja atau apa saja yang ada di lembah suci.
Masa damai dimulai namun tidak lama. Ketika pergantian kepala suku Putih Timur, hal yang sangat mengejutkan terjadi, Batu Bintang, kepala Suku yang baru, mengklaim lembah suci sebagai wilayahnya. Padi Kuning yang memimpin upacara suci diusir dari lembah suci. Suku Putih Timur membangun benteng untuk mempertahankan lembah suci. Ulah Batu Bintang membuat Padi Kuning marah besar. namun karena hari itu hari perkabungan, Suku Hijau Barat terpaksa mundur. Setelah itu Padi Kuning mengumpulkan pasukannya dan memimpin penyerangan. Padi Kuning tidak menyerang lembah suci melainkan langsung menyerang ke gunung kapur yang ditinggalkan sebagian besar tentaranya. Pembantaian tak terelakan, Batu Bintang pun tewas dalam penyerbuan itu. Padi Kuning tidak langsung menguasai gunung kapur karena ia sadar, ia hanya menyisakan sedikit pasukan di Gunung Subur. Ia membagi pasukannya menjadi dua. Satu tetap berada di Gunung Kapur, yang kedua kembali ke Gunung Subur dipimpin langsung oleh Padi Kuning.
Rencana Padi Kuning berhasil membuat panglima perang Suku Putih Timur, Gamping Kecil kebingungan. Namun akhirnya Gamping Kecil memilih untuk meninggalkan lembah Suci untuk merebut kembali Gunung Kapur. Gamping Kecil berhasil mengusir pasukan Padi Kuning di Gunung Kapur tanpa satu pun korban jatuh. Strategi pengepungan yang dilakukan Gamping Kecil memaksa pasukan Suku Subur keluar karena tidak mampu bertahan di gunung Kapur tanpa makanan.
“Batu bintang adalah iblis yang diutus untuk menyulut dendam yang tiada akhir”
“Bukankah Padi Kuning yang telah membantai suku Putih Timur, pak de?”
“Klaim sepihak atas lembah suci merupakan tindakan yang sangat menyinggung Padi Kuning, selain itu Padi Kuning tidak membantai semuanya. Dia hanya menginginkan Batu Bintang mati. Sudahlah aku harus meneruskan perjalanan, berapa semuanya le?”
“Pak de nginep saja barang dua tiga hari, ceritanya belum selesai”
“Bukan aku yang harus menyelesaikan cerita ini, masih banyak pengembara lainnya.”
Karji si empunya warung tidak bisa lagi menahan sang pengembara untuk melanjutkan perjalanan. Karji sudah lima tahun mendirikan warung di perbatasan kota ini. Warung yang selalu sepi. Karji sudah bangkrut, satu hal yang membuatnya bertahan hanyalah kelanjutan cerita antara dua suku yang tinggal di gunung kapur dan gunung subur. Tiap pagi Karji menatap ke utara, melihat dua gunung indah satu berwarna biru dan satu berwarna putih. Terlihat damai namun penuh permusuhan. Sudah banyak orang yang datang ke dua gunung tersebut namun hilang tak ada kabarnya. Dua Gunung itu sampai sekarang masih di selimuti misteri. Banyak cerita yang kebanyakan hanyalah isapan jempol. Kedua gunung itu menyimpan cerita kepedihan. Karji hanyalah seorang yang penasaran dan mungkin merasakan seberapa pedih kejadian-kejadian yang pernah ada di dua gunung itu.
Dikisahkan, panglima perang Suku Putih Timur, Gamping Kecil, menolak untuk dijadikan Kepala Suku setelah tewasnya batu bintang. Penolakan ini menyebabkan Gamping Kecil terusir dari sukunya. Sebenarnya Gamping Kecil mau menjadi kepala suku namun ketika dibebani amanat untuk membalas pembantaian Padi Kuning, Gamping Kecil menolak dan meletakan jabatan menjadi kepala suku.
Setelah terusir dari sukunya Gamping Kecil mencari perlindungan kepada Padi Kuning. Padi Kuning tidak percaya akan cerita Gamping Kecil. Pengkhianatan atas lembah suci telah membuatnya menghilangkan rasa percaya pada suku Putih Timur. Ia kemudian memerintahkan untuk memenggal kepala Gamping Kecil. Namun Gamping Kecil berhasil lolos atas bantuan Putri Embun, putri satu-satunya Padi Kuning yang bersimpati kepadanya. Bantuan Putri Embun rupanya diketahui oleh wakil kepala suku, Janur Unggul. Akibat tindakan Putri Embun, Padi Kuning harus rela di usir dari sukunya. Padi Kuning tinggal di lembah suci bersama putri dan istrinya. 2 tahun kemudian, Putri Embun harus sendirian ketika Padi Kuning dan Istrinya melakukan bunuh diri. Padi Kuning dan Istrinya tidak tahan menerima cercaan dan hinaan dari sukunya setiap kali upacara di hari perkabungan. Putri Embun akhirnya memutuskan menerima pinangan Gamping Kecil yang sebelumnya hidup di hutan.
“Gamping Kecil yang sangat pandai membuat bangunan dan Putri embun yang ahli tanaman menyulap lembah suci menjadi tempat yang sangat indah ..”
“Oh ya, Terus?”
“Mereka berdua menyediakan tempat peristirahatan bagi orang-orang yang ingin berziarah dan membangun tempat pemujaan yang sangat indah”
“Lho? ..”
“Kebaikan hati dan kepandaian mereka berdua menyebabkan para pemuda dan pemudi ingin menetap di lembah suci ..”
“Apa mereka tidak diusir oleh sukunya?”
“Tentu saja, Para pembelot kebanyakan keturunan ke 17 dari masing-masing suku yang sudah muak oleh permusuhan yang sudah berlangsung berabad-abad. Mereka berbaur seperti saudara antara suku Putih Timur dan Suku Hijau Barat.”
“Wah berarti permusuhan sudah berakhir ..”
“Itu hanya sementara .. ah sudahlah, berapa semuanya ?”
“Pak de nginep dulu sampai cerita ini selesai, sudah dua puluh pengembara selama 6 tahun ini bercerita dan saya terus penasaran”
“Bukan aku yang harus menyelesaikan cerita ini”
Karji terlihat sangat masgul. Selama ini ia selalu menerima jawaban yang sama. Seperti biasanya dia selalu termangu kemudian mengambil buku tulis tebal dan pensil kemudian menuliskan lanjutan cerita permusuhan antara Suku Putih Timur dan Hijau Barat.
Dikisahkan setelah Gamping Kecil dan putri Embun menikah, Lembah Suci menjadi ramai. Mereka yang tinggal di lembah suci dinamakan Suku Buangan. Janur Unggul yang menjadi kepala suku menggantikan Padi Kuning sangat bingung menghadapi situasi ini. Bagi suku Hijau Barat menyerbu lembah suci dan membantai suku Buangan bukan suatu masalah tetapi hal itu akan sangat menyinggung suku Timur Putih yang melarang pembunuhan di atas lembah suci.
Batu Tegak, kepala suku Timur Putih yang baru juga sangat bingung menghadapi situasi ini, berkali-kali ia berusaha memancing keluar suku Buangan dari lembah tidak berhasil. Sementara itu wilayah Suku Buangan semakin meluas dan Gamping Kecil yang dinobatkan menjadi kepala suku membangun tembok mengelilingi lembah suci tujuannya agar anggota sukunya tidak terpancing keluar karena keluar berarti mati. Tindakan Gamping kecil ini membuat gusar suku Hijau Barat dan Timur Putih namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka memerlukan lembah suci. Walaupun situasi sangat panas namun ritual dari suku Putih Timur dan Hijau Barat masih dapat dilakukan.
Tiga tahun kemudian Batu Tegak memimpin sendiri upacara di lembah suci dan mengumumkan perdamaian dengan suku Buangan. Suku Putih Timur di jamu dengan sangat mewah oleh Suku Buangan. Batu Tegak ingin membalas perjamuan itu dengan mengundang Gamping Kecil ke kampung halamannya yang selama ini terlarang baginya. Gamping Kecil dengan sangat antusias menerima undangan tersebut.
“Namun itu hanya siasat Batu Tegak belaka ..”
“Wah!! terus?”
“Batu Tegak membunuh Gamping Kecil, Putri Embun dan kedua anak laki-lakinya.”
“Tragis .. “
“Memang”
“Setelah itu bagaimana reaksi suku Buangan?”
“Tidak ada pemimpin, mereka kehilangan pemimpin. Anggota suku yang dulu berasal dari Suku Hijau Barat tidak lagi bisa mempercayai Anggota suku yang berasal dari Suku Putih Timur. Dendam kembali tersulut.”
“Lho seharusnya mereka bisa bersatu”
“Seharusnya ..”
“Tapi mengapa mereka saling mencurigai?”
“Anggota suku yang berasal dari suku Hijau Barat menganggap peristiwa itu sudah direncanakan sejak lama dan melibatkan anggota suku yang berasal dari suku Putih Timur ..”
“Persekongkolan ..”
“Persekongkolan tingkat tinggi ..”
“Sangat tragis, lalu bagaimana reaksi anggota suku buangan yang berasal dari Suku Timur Putih?”
“Mereka tidak mau dijadikan kambing hitam. Mereka menuduh anggota suku dari suku hijau barat membuat alasan untuk mengusir mereka dari lembah suci.”
“Tuduhan yang tepat, tapi bagaimana dengan anggota suku yang melakukan perkawinan silang ?”
“Mereka makan buah simalakama”
“Apa yang mereka lakukan?”
“Mengirimkan anak-anaknya keluar dari daerah itu untuk mencari daerah baru tapi mereka tidak menemukan daerah baru”
“Jadi?”
“Para pengembara yang setiap kali mampir di warung ini adalah anak-anak hasil perkawinan silang. Mereka berangkat ke selatan dan kembali dari utara dan membawa berbagai berita”
“Bukankah banyak tempat yang bisa dijadikan tempat tinggal?”
“Kata mereka dunia luar sama saja, malah lebih parah. penuh pembunuhan, kelicikan dan persekongkolan. Walaupun penuh dengan kecurigaan dan tanpa pemimpin, tidak ada pembunuhan di lembah suci. ”
“Pernahkah pak de bertemu dengan orang-orang luar yang mencoba masuk ke daerah dua gunung itu?”
“Mereka di bunuh oleh suku Timur Putih atau pun Suku Hijau Barat. Mereka tidak pernah mau menghargai peraturan yang ada di daerah mereka. Tidak ada yang lolos. Kebanyakan dari mereka yang datang hanya menginginkan kekayaan tak ternilai yang dipunyai dua gunung itu.”
“Lembah Suci .. kata orang itu hanya lembah yang kosong ..”
“Lembah Suci adalah tempat yang sudah disucikan oleh darah dan nyawa. Lembah sucilah yang melindungi kami dari saling membunuh. Melindungi kami dari serangan suku Putih Timur dan Hijau Barat sekaligus menghidupi kami. Di sana sawah membentang sepanjang tanah di sebelah barat dan di sebelah timur membentang batu permata yang berkilauan saat diterpa matahari”
Karji hanya melongo mendengar penjelasan pengembara. Pengembara menatap karji dengan tajam. Sejenak tidak ada lagi pembicaraan diantara keduanya.
“Aku datang menjemputmu”
“Menjemputku?”
“Kami membutuhkan buku yang telah kamu tulis selama ini. Lembah suci tidak lagi dapat mempersatukan kami. Lembah suci hanya mencegah kami untuk tidak saling membunuh”
“Apa yang kamu butuhkan dari bukuku ?”
“Sejarah. Tentang persekongkolan, tentang pertempuran dan tentang kekuatan kami jika bersatu”
Karji sekali lagi hanya melongo. Dia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Selama 6 tahun dia menulis buku tentang dua suku yang tinggal di dua gunung itu, tidak sekalipun terbersit dalam pikirannya untuk datang.
“Aku memahami apa yang kamu pikirkan. Selama ini kami menjadi generasi yang sebenarnya tahu sejarah nenek moyang kami namun kami tidak bisa apa-apa. Buku yang kamu tulis hanyalah sebagian kecil sejarah kami. Sejak berabad-abad yang lalu para pengembara telah bercerita di warung ini.”
“Bagaimana bisa? aku yang pertama kali datang dan mendirikan warung ini”
“Aku generasi pengembara ke 8. Hampir 4 abad yang lalu tepat ditempat ini, ada 3 orang yang telah mencatat cerita kami sebelum kamu. Sudah ada tiga buku. Yang pertama, tentang pertanian, bangunan dan pengetahuan yang sudah kami kuasai. Yang kedua, silsilah dan nama-nama pembelot pertama yang membangun lembah suci. Yang ketiga tentang kekayaan alam yang ada di gunung kami dan hasil-hasil seni dari seniman kami ”
“Sebentar Pak de. Jika sudah ada buku-buku itu mengapa kalian masih memerlukan buku yang aku tulis?”
“Bukumu merupakan sejarah, pelengkap dari ketiga buku yang sudah kami punyai.”
“Kalian bisa menyusun sendiri buku itu tapi mengapa? ..”
“Sudahlah dua hari lagi kamu akan mengetahuinya. aku tunggu di luar.”
Sang pengembara berdiri dan keluar dari warung Karji. Karji hanya diam, berfikir dan kemudian segera mempersiapkan diri untuk berangkat.
Dua hari kemudian terjadi perang di Lembah Suci. Perang itu sangat besar dan mengerikan. Lembah suci banjir darah. Suku buangan saling bunuh. Tidak peduli perempuan ataupun laki-laki. Karji menggigil ketakutan. Dari tempatnya berdiri dia menyaksikan dengan jelas setiap pembunuhan yang ada. Sang pengembara menepuk bahu Karji dan menunjuk ke arah Gunung Subur kemudian beralih ke Gunung Kapur. Asap mengepul ke angkasa dari dua tempat itu.
“Kemarin Suku Hijau Barat telah menyerang Suku Putih Timur.”
“Lalu mengapa di gunung Subur terjadi kebakaran besar?”
“Kami yang membakarnya. Dan membunuh siapa saja tanpa sisa”
“Mengapa kalian lakukan?”
“Dalam beberapa abad ini.Suku Hijau Barat telah maju dengan sangat pesat. Kekuatan mereka sangat dahsyat. Sementara itu Suku Timur Putih sepeninggal Batu tegak beberapa abad lalu tidak banyak kemajuan yang dicapai selain pertahanan mereka yang semakin kokoh. Suku Putih Timur tidak akan mampu menahan serangan Suku Hijau Barat namun Suku Hijau Barat walaupun menang harus mengorbankan pasukan yang sangat besar. Kami mengetahui rencana suku Hijau Barat dan mempersiapkan diri untuk membokongnya”
Karji semakin ketakutan mendengar itu semua. Sang pengembara tampak tidak berekspresi sedikitpun. Matanya sedikit melebar ketika sebuah sinar putih meluncur ke udara dari arah gunung Subur .
“Kami berhasil membersihkan suku Hijau Barat.”
Karji menyesali tindakannya untuk ikut sang pengembara. Bukan tidak mungkin setelah ini nyawanya juga melayang. Beberapa saat kemudian sinar putih meluncur dari arah Gunung Kapur.
“Kami juga berhasil membasmi semua orang yang ada di gunung Kapur”
Sang pengembara tersenyum. Sementara itu Perang di lembah Suci sudah hampir berakhir. Tinggal puluhan orang tampak saling bunuh. Dan tiba-tiba panah api menghujani lembah suci, dalam sekejap Lembah suci terbakar memanggang siapa saja yang ada didalamnya. Setelah itu sunyi dan kembali sinar putih meluncur dari arah Lembah Suci.
“Kami berhasil, sekarang tinggal kami, generasi campuran yang tidak tahu harus mengakar pada siapa.”
“Apa yang akan kalian lakukan setelah ini ?”
“Tiga hari lagi kamu akan mengetahuinya. Kita bermalam disini. Dan selama tiga hari kita akan disini.”
Karji hanya diam dan menyaksikan api yang berkobar di lembah Suci.
Tiga hari kemudian ratusan orang berkumpul di lembah Suci. Sang pengembara tampak tegang. Rahangnya yang kokoh bergerak-gerak seperti menahan marah namun raut mukanya tidak menunjukkan kemarahan.
"Ketahuilah Karji, aku sebagai pengembara terakhir dipercaya untuk mengurus 20 bayi yang ada di lembah suci. Lembah suci harus disucikan kembali dengan darah."
"Maksudmu ?"
"Kami telah membunuh semuanya. Dan hari ini generasi campuran sebagai generasi terakhir juga akan mati. Seperti yang sudah direncanakan kami akan melakukan upacara terakhir. Upacara bunuh diri."
"Bunuh diri!!?? mengapa kalian lakukan?"
"Keadilan. Tiga suku telah kami binasakan, apa yang bisa kami katakan pada anak cucu. Bahwa bapak dan ibunya adalah seorang pembunuh? lihat upacara sudah dilakukan. Setelah itu tinggal aku, kamu dan istriku"
"Apa yang akan kita lakukan?"
"Mengurus dan membentuk sebuah generasi baru sekaligus menutup sejarah generasi lama yang penuh peperangan, kebencian dan kecurigaan. Biarlah dua gunung dan lembah suci jadi milik mereka tanpa berlumuran darah"
"Mengurus 20 bayi, ini bayi darimana?"
"Kami telah merencanakan kehamilan yang hampir bersamaan dan seminggu yang lalu bayi terakhir telah lahir. Hampir bersamaan dengan rencana penyerangan suku hijau barat. Aku minta bantuanmu"
Karji hanya melongo terbayang tugas berat yang harus dipikulnya. Dia tak sanggup menolak permintaan sang pengembara karena selama ini dia ingin mengetahui akhir cerita suku-suku yang ada di pegunungan. Dan inilah akhir cerita yang menyesakkan namun mungkin ini yang harus terjadi ketika orang-orang tua malah menyuburkan kebohongan, pertentangan dan peperangan, Mereka tidak lagi memikirkan generasi penerusnya.
"Mereka memang pantas mati"
Karji bergumam sambil berjalan mengikuti sang pengembara. Sejarah baru di mulai dan karji sudah menyiapkan buku catatan yang baru.
Relung, Bandung 18 Oktober 2001, ketika tiba-tiba aku ingin punya anak di sebuah sore yang sangat lembayung.
Texte: cover dari : lisisoft.com
Tag der Veröffentlichung: 13.04.2011
Alle Rechte vorbehalten