Bohong
Tak perlu kau tutupi wajahmu dengan bohong
aku khawatir rona merahmu di pipi jadi semakin ranum,
aku juga khawatir akan semakin ingin menyudahi saja kebohongan ini,
bahkan aku khawatir, kita tak sempat lagi berbohong pada alam, kalau kita sedang memadu kasih.
Coba kau tengok sebentar bintang di sana,
akan kau lihat kerling cemburunya yang lucu,
sementara bintang yang lain menyembunyikan senyum di balik awan sambil mengintip kita yang sedang berpura-pura tidak saling mencintai.
Belum cukupkan hari-hari sepi kita?
sebaiknya kita sudahi saja kebohongan ini.
:moko, Mei 2011
Kado cinta buat kekasih
(judul asli : "Jangan tanya, kenapa?"
Jangan tanya, kenapa aku pandangi dirimu?
di matamu aku melihat kejernihan cinta yang tak sanggup ku lawan
bahkan dengan deburan ombak darah di dada
bahkan dengan ketegaran benteng hati, apalagi hati yang mulai rapuh
dan aku hanya bisa meminta
“pejamkan sejenak matamu, kekasih”
biar aku nikmati bias tersisa di sudut mata itu, tidak lebih
karena aku tak mungkin sanggup melawannya
Jangan kau tanya, kenapa aku ingin terus mendekapmu?
dalam desah nafasmu, ada nyanyian cinta yang tak pernah usai kau perdengarkan untukku
sudah ku tutup telingaku dengan dosa, tapi desah itu tetap desah cinta
dan aku hanya sanggup untuk tetap ikut bernyanyi, tidak bisa lebih
dan aku tak akan pernah berhenti ikut bernyanyi, maka
“bernyanyilah terus untukku kasih”
tinggalkan setiap helaannya pada senyum, pada tawa, pada tangis, pada amarah dan pada kegalauanku
Jangan kau tanya, kenapa tak kulepas genggaman tangan ini?
diantara jemarimu aku merasakan nikmatnya kekuatan sihir cintamu
aku tak sanggup menahan gairahnya, meski telah ku basuh dengan dosa
aku hanya akan terpejam dan menahan kehangatan mantera cinta itu hingga kita lunglai bersama
dan menebarkan pada angin, agar terasa hingga jauh malampaui angan-angan
Jangan kau tanya, kenapa aku terus ingin bersimpuh menahanmu?
tak ingin kau tinggalkan aku sia-sia
sebab aku akan memburu arwah cintamu, kemanapun ia pergi
dan akan ku lepas ragaku dalam kesendirian
membiarkan arwah kita menyatu abadi dalam untaian cerita cinta
Jangan kau tanyakan, kenapa aku masih terdiam di sudut pembaringan ini?
sementara hasratmu terus menggelitik indraku
Tapi aku akan kesana
menuju tepian lain tak tentu arah
karena ternyata aku tak sanggup melawan apa pun
aku hanya lelaki kecil yang tak tahu diri
yang ingin melukis langit dengan warna hanya jingga, tidak lebih, tidak ingin ku urai hitammu menjadi jingga
maaf…!!!
——————-
kupersembahkan puisi ini untuk cinta yang tak ingin kumiliki, aku lelah memikulnya.
biar aku menunggu di sisi lain pembaringan cintaku, siapa tahu,hari itu akan datang segera.
-----
: moko, Juni 2010
Dialog Cinta
Kekasih...
sudah kah kau ijinkan aku menyibak sedikit kabut hitam yang menyelimuti hatimu?
aku telah membawa bekal cinta yang cukup untuk kita bersama mengarungi samudra biru yang luas
bahkan tak kusisakan sedikitpun beban cemburu yang hampir membuatku enggan menggelar layar
Hmmmm...., lantas..!?
apa sudah kau bersihkan tubuhmu dari bercak-bercak merah kemarahan yang membuat kita terus berlari dari bayangan lalu?
Kekasih...
di sana ada keriuhan lain yang tak hendak beranjak, seperti juga teriakan dan tamparan yang mendera kita setiap waktu.
Kita tak mungkin menghapusnya
meski kita enggan memikulnya
jadi...
biarkan biasnya memberi warna kelabu pada perjalanan cinta kita
dan kita kumpulkan warna-warni yang lain untuk memperindahnya
Baiklah....
Andai kau lupa membawa selendang untuk menari
telah ku siapkan altar hijau tempat kita melepas dahaga cinta
Andai kau lupa membawa nada untuk mengiringi nyanyian cinta kita, telah kusiapkan bait-bait nada rindu untuk penggantinya
Kekasih....
segeralah kau cumbu aku.....
-----
: moko, Januari 2011
d a d a k u
,,,
Om ! rokoknya kebalik tuh……
Senandung kasih yang kusimpan dalam-dalam di sekujur pori-poriku, mendidih………………………….
meradang………………….
memenjarakan setiap gerak jemariku untuk melukis senja yang lewat. Bahkan…………..
hingga malam purnama kembali tertidur.
,,,
Maaf Pak ! yang dihadapan bapak bukan kuah sayur……..
Bayang-bayang yang semalam kau ciptakan dalam mimpiku,
telah menyibak tabir keindahan rasa yang begitu lama
ku bingkai dalam lamunanku
Mungkin ini akan lebih indah,
pikirku….tapi entahlah.
,,,
Hee mas…! ojo ngawur sampean, itu motorku………
Aku tak mampu lagi memilih,
ketika dentuman jantung ini terhalang rambutmu
dan ketika mata ini ingin menikmati
indahnya gejolak birahi yang membuatku nanar.
,,,
Grubyak…..
Ah ! benda ini bergetar lagi,
tapi kutemui diriku yang terlelap di lantai yang mulai basah
——–
rodo edan, pancene……..!!!
: moko, April 2010
Damar Kanginan
Lentera kecil minyak ikan kecil dengan nyalanya yang kecil
meliuk-liuk tak kenal lelah diiringi simponi angin dan gesekan biola bambu yang menderit mendayu semakin membuat sakit ngilu hati sepi di malam dengan lentera kecil minyak ikan kecil dengan nyalanya yang kecil
Lentera kecil minyak ikan kecil dengan nyalanya yang kecil
berhenti sejenak menahan nafas di bawah pohon rindang gelap sudut gang penuh serakan botol-botol kecil tak tahu malu
Sang Dalang lentera kecil menghela nafas kecil, ingin melanjutkan tarian kecil-kecilnya, tapi sudah tak sanggup
kakinya gemetar tak beranjak menatap seorang perempuan muda nan cantik tiba-tiba berdiri di depannya, hanya memandang…
memandang dengan takjub
tersenyum sendiri
kemudian tertawa
dan digerakannya tangan dan wajah seirama api kecil dari lentera kecil
Sang Dalang lentera kecil takjub
Gemulai perempuan muda itu bagai Blarak Sempal
Gerakan mata sayunya bak Damar kanginan
di atasnya alis tipis bagai Bulan Nanggal Sepisan
hanya itu yang di pandang Sang Dalang lentera kecil, tidak yang lain, karena sang dalang tak mau kehilangan keindahannya
Berikutnya bibir mereka telah bertaut, sang dalang lalu jatuh tersungkur dalam mimpi-mimpi tak berujung
hanya Lentera kecil minyak ikan kecil dengan nyalanya yang kecil, menemani setiap lamunannya.
Lamunan pada mata sayu yang bagai damar kanginan
tak peduli siapa pemiliknya sekarang
tak peduli siapa pemiliknya nanti
atau mungkin sang dalang pun tak peduli jika itu milik Sang Penguasa Jagad Raya
Sang Dalang, mengangkat pikulan dari bambu yang bunyinya berderit, meninggalkan pohon rindang tempat ia sejenak menghela nafas.
“Akan kutinggalkan ragaku diujung jalan, dan roh kita akan berjalan berdampingan menyaksikan tubuh kita yang telanjang tak tahu malu”
---
:moko, Juli 2010
Pelacur
dia tidak menoleh ketika ku sapa
tidak padaku juga pada yang lain
aku baru sadar ….. pelacur tak pernah memilih
ku tepuk lembut pundaknya
dia tersenyum, tidak berkata
tapi segera beranjak
aku baru sadar …… pelacur hanya mau di pilih
Tapi
dia bukan pelacur
dia bidadariku
dia berhak memilih
aku baru sadar ….. aku bukan pilihannya
Dan dia
bidadariku
hanya tersenyum sambil menggelar dua sajadah
aku baru sadar ….. bidadariku bukan pelacur
---
:moko, Juli, 2010
——-
“Masih sore Mas, Sholat Isya dulu yuuuk…!!!”
Tampaknya masih akan sama saja
Hoooeeee….! Kekasihku, tidakkah Nampak olehmu aku yang berdiri di sini, diketinggian cinta yang sudah tak mampu lagi kuukur, di ketinggian bukit rindu yang melampaui awan, dan diketinggian langit biru yang menjanjikan keteduhan untukmu ?
Padahal sejak senja kemarin aku menunggu angin menghembuskan nafas cintamu, dan aku berdiri tegak agar tak terlewatkan oleh pandanganmu. Tapi kau tak kunjung lewat, bahkan burung elang yang melintaspun tak hendak menyapaku, padahal aku berharap dia membawa pesan darimu.
Hoooeeeee….! Cintaku, apakah suaraku tak lebih lantang dari halilintar ? hingga tak terdengar olehmu gelegar rindu yang tak putus-putus memanggilmu.
Bahkan sejak senja kemarin tak henti aku menyanyikan simponi cinta memanggilmu, agar kita dapat bersama mendendangkannya di bukit rindu ini.
Bahkan, burung pipit pun berhamburan membawa kepingan simponiku kepadamu, tapi kau tak kunjung datang jua.
Hoooooeeeeeee……..! Rinduku, tidakkah kau rasakan diriku yang selalu terjaga, menunggu bisikan cinta yang telah lama tak kudengar ?
————
Andai aku dapat terbang melintasi batas mimpi ini, pasti akan kuajak kau menikmati indahnya bukit cinta tempat aku bersemadi merindukan belaian cinta yang kau genggam.
Dan andai aku bukan aku, mungkin lebih baik kujemput kau sekarang juga, menumpang hembusan angin cinta yang tak henti-hentinya mengajakku.
————
Kemarin, hari ini dan esok kelihatannya masih sama saja
Ya sudahlah !
---
:moko, Maret 2010
Menanti senyummu
Embun membangunkanku
ku buka indera tanpa batas
mencari.....
tak juga kau mengerti apa yang ku cari
bahkan embun sudah menghangat
namun, tak juga ku temui senyummu
Sampai mentari pun duduk bersanding denganku
panasnya masih tak mampu melelehkan dukamu
dan dukaku
mengapa....?
Padahal sekejap lagi kita kan sama-sama melintasi bahtera baru kemtian
akankah harus kutunggu di sana
di tempat kita tak lagi bisa bercanda liar
di masa kita tak lagi mampu menghitung akhirnya
itu adalah keabadian
jalanan terjal masih panjang untuk kita lalui
Padahal...
aku hanya ingin senyummu
senyum untukku
seperti pernah kau berikan sedikit
ya...
tak apalah meski sedikit lagi
aku masih menanti senyummu
Jangan kau buang sia-sia
meski aku rela memungutnya
:moko, Mei 2011
Akhirnya
Akhirnya....
ku rengkuh sepi dalam dekapan pagi dingin berembun tebal yang mestinya membuat kita semakin erat berpelukan
tak ada kata terdengar, tak ada langkah terlampaui, apalagi nyanyian, bahkan kicau burung pun terdengar seperti tangisan bayi yang kelaparan
cobalah mari kita ulang kisah kita, dan akan kau temui rasa sakit masing-masing yang belum juga kelar kita tuntaskan, dan benarkah akan selesai ?
namun.....
Akhirnya....
kita titipkan sepi pada mentari yang mulai bersinar
di sinarnya ada gairah yang belum juga mau habis, meski kita tumpahkan berkali-kali, bahkan semakin bergairah
di sinarnya ada warna-warni pelangi yang membuat kita selalu tersipu bila menghirupnya
di sinarnya masih ada sisa embun untuk kita dekap bersama
dan akhirnya, kita sadar, itu cukup untuk bekal kita melangkah
***
———
Dalam dekapan rindu ini, ada do’a
Dalam dekapan sepi ini, ada harapan
:moko, April 2010
M a r a h
Marah memerah dari bibir merah merekah, berhasil menidurkan mimpi buruk hati yang terluka
tapi tidak lama, karena ketika terbangun, luka masih membekas, basah, bernanah.
Jangan kau sentuh, karena itu nanah marah yang memerah.
Ah..!!
Haruskah ku pelihara nanah marah yang semakin memerah?
atau kubiarkan saja sampai ku tahu,
merah kah isi nanah yang memerah?
Ah…!!! keduanya masih sama sama-sama sakit
Luka dan Nanah mana yang harus ku pilih?
Luka mengejek atau Nanah yang radangnya membakar seluruh tubuh?
Luka yang mengejek kebodohan atau Nanah yang pelahan menggerogti nilai-nilai kewarasan anak manusia yang baru saja melihat bulan?
———–
Angin berkata, “keduanya masih sama, yah……sama-sama sakit, masihkah kau akan memilih?, sementara untuk bertahan pun kau goyah”
Matahari berkata,”Kalau kau biarkan luka, aku akan merobeknya. Kalau kau biarkan nanah, aku akan membakarnya”
Lantas…?
Sebaiknya aku tidur saja, agar ada mimpi tanpa luka dan nanah.
——
Tag der Veröffentlichung: 06.05.2011
Alle Rechte vorbehalten
Widmung:
sekedar ingin ungkapkan rasa cinta.PadaNYA,padamu, dan pada kalian semua