Cover

Kuhirup dalam-dalam udara sejuk kawasan Pura Penataran Beratan di Candi Kuning ini. Pura yang terletak di dataran tinggi Bedugul ini memang kerap didatangi oleh para wisatawan lokal sepertiku. Pura yang terletak persis di area Danau Ulun Danu Beratan ini memang berhawa dingin. Lebih tepatnya, sejuk.

Pesona Danau Ulun Danu Beratan yang berada di daerah Bedugul, Tabanan, Bali ini sungguh memukau. Hamparan air yang menyejukkan mata, berpadu kontras dengan gunung hijau sebagai latar belakangnya. Dua buah pura yang dikelilingi oleh air Danau, menambah keindahan danau ini. Maka tak heran kalau para turis lokal macam aku mendatangi danau ini.

Kulepaskan lamat-lamat udara yang baru saja mengisi paru-paruku. Fresh sekali rasanya. Kepalaku mendadak dingin, otakku terasa tenang. Aku memejamkan mata, menikmati suasana. Tak kuhiraukan keriuhan suara para pelancong yang kebetulan datang berbarengan denganku. Aku ingin menikmati suasana Danau, yang tercetak di lembaran uang seribu rupiah masa lampau ini, seolah-olah aku sedang sendirian. Aku benar-benar menikmati sensasi udara segar yang jarang sekali kudapatkan selama aku berkutat dengan rutinitasku di ibukota.

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling danau. Sungguh, aku terbuai. Mataku termanjakan oleh Danau Ulun Danu Beratan yang memukau ini. Dua buah pura menjadi sangat kontras dengan pemandangan hamparan air danau tersebut. Bagaikan mendatangkan aura mistik. Perpaduan pura dan suasana danau yang sepi seolah-olah menyeret siapapun yang berada di situ ke alam yang penuh nuansa magis.

Beberapa turis tampak bergerombol mematut-matut diri di sekitar pura. Bukan untuk sembahyang. Melainkan ingin mengabadikan diri lewat bidikan kamera. Klak klik suara kamera terdengar beberapa kali. Wisatawan lokal itupun tersenyum senang. Tak luput dari pandanganku, juga seorang gadis berbaju kebaya Bali yang sedang melakukan ritual sembahyang di sekitar Pura itu.

Kuamati gerakan gadis itu. Pelan. Penuh penghayatan. Kemudian dia meletakkan dupa yang tadi dia pegang. Tampaknya ritual ibadahnya sudah selesai. Dia berbalik menghadap ke arahku, dan berjalan menuju tempatku. Aku ternganga melihatnya. Betapa cantiknya dia. Tampak sekali kalau dia bukanlah sembarang gadis. Wajahnya bersih, mulus. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai. Di telinganya terselip kembang jepun khas Bali.

Aku tersenyum seraya menganggukan kepala. Berharap dia melihatku dari jarak yang memang tidak terlalu dekat ini. Perempuan itu membalas anggukanku. Seutas senyum menghiasi bibirnya. Tangannya ditangkupkan di dada.
Perempuan itu berlalu dari hadapanku setelah sempat beradu pandang selama beberapa detik saja. Tatapan bening matanya sangat-sangat dalam. Sebuah desiran halus merambat di dadaku. Kebersahajaan perempuan itu telah menyelusup ke dalam relung hatiku. Entah apa yang membangkitkan desiran halus itu. apakah aku menyukainya? Entahlah, yang jelas aku sangat terpesona dengan pembawaannya.

Aku membalikkan badan, untuk melihatnya kembali dari belakang. Berharap dia melakukan hal yang sama. Ingin rasanya aku mengejar mendekati perempuan itu, namun urung karena nalarku masih berjalan. Seperti orang gila saja, mengejar perempuan yang belum kenal. Dia membalikan badan, namun hanya dalam anganku saja. Dia terus berjalan tanpa menoleh ke arahku. Rambutnya yang bak mayang terurai tersibak angin yang tiba-tiba saja berhembus.Perempuan itu menghilang di sebalik gerbang.
Aku pun kembali menikmati kegiatan refreshingku sebelum kembali ke penginapanku di Denpasar.

oOo



“Dan, kita tinggal sehari besok. Jadi kita ke Ubud?” tepukan Halus Angga, temanku, membawa kembali dari lamunanku.

Aku mengerjap sejenak. Mengumpulkan kembali konsentrasiku.

“Aku mau ke Bedugul lagi Ngga. Danau Ulun Danu Beratan.” Ucapku.

“Eh… Kenapa? Apa kemarin belum puas ke Bedugul? Kemarin kita seharian di sana.” Angga sedikit meradang.

“Ya..ya.. aku tahu. Tapi aku penasaran dengan seseorang di sana.” Aku berusaha membagikan rasaku.

“Siapa?”

Perempuan itu. Aku penasaran dengan keberadaan perempuan berambut panjang yang di cupingnya terselip kembang jepun itu. Aku ingin menemui perempuan yang bahkan aku belum sempat mengenal namanya. Dia sudah membuatku berhasil melamunkannya.

Entahlah, aku belum tau siapa dia. Tapi dia sangat mempesona. Daya pikatnya tampak dari kesederhanaan dan kebersahajaannya. Senyumnya yang manis namun penuh misteri, sanggup menelisik ke dalam relung hatiku, dan bersemayam di sana.

“Kamu gila, Dan! Kamu bahkan belum mengenalnya sama sekali.” Angga menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bahkan aku tidak tahu, mungkin juga tidak melihat, perempuan mana yang kamu maksud.”

“Dia beda Ngga.” Aku berujar membela diri. Pikiranku melayang mengingat perempuan itu. perempuan bali di sebalik pura dengan rambut panjang terurai, dan terselip kembang jepun di telinganya.

oOo



Sebenarnya ini bukanlah masa liburan, kantorku menugaskan aku dan tiga orang lainnya sebagai satu tim, untuk menghadiri annual meeting bersama beberapa klien penting perusahaan tempatku bekerja. Cuma, aku sengaja tidak segera kembali ke ibukota dan mengambil weekend ini untuk menumpahkan rasa penatku setelah dikejar tugas selama tiga hari sebelumnya. Ku isi weekend ini dengan jadwal untuk mengunjungi beberapa tempat. Bedugul adalah satu tempat yang menjadi favoritku setiap berkunjung ke Bali. Biasanya aku menyewa motor untuk menuju Danau Ulun Danu Beratan di Bedugul. Alasanku karena ingin menikmati suasana sejuk khas pegunungan. Dan kali ini, Angga berangkat bersama menemaniku.

Tadinya, Ubud akan menjadi destinasi di hari terakhir kami berada di pulau dewata ini. Namun, aku meyakinkan teman-temanku untuk pergi ke Bedugul saja. Dengan muka setengah terlipat, Angga dan dua rekanku yang lain terpaksa menuruti keinginanku untuk kembali mendatangi Candi Kuning, tempat berlokasinya Danau Ulun Danu Beratan.

Aku menunggu beberapa saat. Seperti hari kemarin, aku mengisi paru-paruku dengan udara bersih. Kuhirup perlahan, kemudian kulepaskan, juga dengan perlahan. Aku menikmati setiap menghirup udara sejuk ini.
Tiba-tiba Kulihat kembali perempuan itu. Diantara Pura dan danau, perempuan itu tersenyum seraya menangkupkan kedua tangannya. Aku mengangguk dan menjawil tangan Angga.

“Lihat Ngga, Perempuan yang ku maksud tempo hari.” Bisikku. “Cantik, bukan?”

Aku yakin Angga juga terpesona dengan kecantikan perempuan itu. Kulirik Angga. Dia tampak bingung mencari-cari sesuatu. Kepalanya sibuk menoleh ke sana ke mari seperti sedang berusaha untuk mencari sosok yang aku maksud.

“Tidak ada gadis berambut panjang yang kamu maksud, Dan. Semuanya ibu-ibu.” Angga menggaruk kesal.

“Apa yang membuatmu berhalusinasi?” Angga melotot. Aku tak perduli. Gadis itu masih menangkupkan kedua tangannya, seraya mendekatiku.

“Pulanglah, tempatmu bukan di sini. Kita berbeda alam. Aku menjaga tempat ini agar tetap suci. Tidak terkotori angkara murka dan dosa-dosa. Ini adalah tempat suci bagi kami, umat hindu di Bali. Tak semestinya para pelancong yang menggunakan uang kotor datang menginjak tempat ini. Aku bertugas menjaga ini semua. Hanya orang-orang berhati bersih yang mampu melihatku menampakan diri di siang hari.” Gadis itu menyunggingkan senyum. Kembang Japunnya dia lepas.

“Bawalah ini. Nirwana merestui kedatanganmu. Tapi bukan saat ini.” Perempuan itu menggenggamkan kembang japunnya. “Pejamkan matamu, dan bukalah setelah aku menyuruhmu membukanya.”

Aku menurut saja. Mataku baru terbuka setelah terdengar bisikan halus agar aku membuka mataku.
“Di mana aku?” kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Bau khas rumah sakit menyeruak menusuk hidungku. Selang oksigen menempel di kedua lubang hidungku. Selang infus di lengan kiriku. Dan seluruh badanku tiba-tiba terasa sakit. Aku berusaha bangkit, namun tiba-tiba semuanya serasa berputar. Kepalaku berat sekali.

“Syukurlah Dan. Kamu telah melewati masa kritis. Sekarang kamu di rumah sakit. Tempo hari, sepulang dari Bedugul, motor kamu dan Angga mengalami kecelakaan. Beruntung pertolongan dokter di sini cukup sigap. Angga sudah siuman dari kemarin.” Kulihat wajah Arimbi sumringah. Dia adalah satu tim yang datang ke Bali bersamaku.

“Dua hari kamu nggak sadarkan diri, Dan. Aku sempat khawatir.” Suara Arimbi tertahan. Aku tersenyum menandakan kalau aku sudah kembali.

Kulirik di sebelah bantalku, sebuah kembang jepun tersimpan rapi di sana. (HS)

Flamboyant 8 - 31032011

Impressum

Tag der Veröffentlichung: 13.04.2011

Alle Rechte vorbehalten

Widmung:
to all my friend... selamat membaca :D

Nächste Seite
Seite 1 /